Liputan6.com, Jakarta Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian awal beberapa perhimpunan dokter, klorokuin dan hidroksiklorokuin masih cukup aman untuk digunakan dalam penanganan COVID-19 di Indonesia.
"Profesi sudah melakukan kajian awal pada awal bulan Juni yang lalu dan kami sudah mengeluarkan surat resmi kepada Kementerian Kesehatan dan kepada Gugus Tugas," kata Agus dalam konferensi pers dari Graha BNPB, Jakarta pada Senin kemarin.
Baca Juga
"Hasil evaluasi awal bahwa hidroksiklorokuin dan klorokuin masih cukup aman digunakan pada populasi di Indonesia," kata Agus, ditulis Selasa (30/6/2020).
Advertisement
Agus mengatakan, berdasarkan data awal yang mereka himpun, efek samping yang dialami oleh pasien COVID-19 yang menggunakan kedua obat tersebut terbilang ringan dan tidak meningkatkan risiko kematian.
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Masih Riset Awal
Agus mengatakan bahwa studi terhadap penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin pada pasien COVID-19 memang masih berjalan.
"Preliminary study atau data awal dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menunjukkan penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin itu risiko kematiannya lebih sedikit dibanding tidak menggunakannya, artinya dia tidak meningkatkan risiko kematian," kata Agus.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa lama rawat terlihat lebih sebentar pada mereka yang menggunakan klorokuin dan hidroksiklorokuin.
Walau begitu, Agus mengatakan bahwa penelitian dua obat tersebut masih dilakukan. Sehingga terlalu dini untuk mengatakan bahwa mereka benar-benar efektif digunakan untuk penanganan COVID-19 di Indonesia.
Dia mengatakan, apabila hasil akhir riset menunjukkan bahwa klorokuin dan hidroksiklorokuin tidak efektif untuk pasien COVID-19 di Indonesia, penggunaannya juga akan dihentikan.
Selain itu, Agus juga mengungkapkan bahwa penggunaan obat-obat tersebut hanya boleh diberikan kepada pasien berusia dewasa di bawah 50 tahun, tidak memiliki masalah jantung, pada anak hanya boleh diberikan pada kasus berat, serta dirawat di rumah sakit bukan pasien isolasi mandiri, hal ini untuk memantau pabila terjadi efek samping.
Sebelumnya, World Health Organization (WHO) pada Mei 2020 tak melanjutkan penggunaan klrokuin dan hidroksiklorokuin pada pasien COVID-19.
Advertisement