Menilik Penggunaan Sinar UV dalam Pencegahan Virus Corona COVID-19

Seberapa jauh efektivitas penggunaan sinar ultraviolet dalam membunuh virus corona penyebab COVID-19?

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 14 Jul 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2020, 12:00 WIB
Sterilisasi Kereta LRT dengan Sinar UV
Lampu sinar ultraviolet (UV) untuk sterilisasi rangkaian kereta Light Rail Transit (LRT) Jakarta di Depo LRT Kelapa Gading, Senin (29/6/2020). Sterilisasi dari paparan Covid-19 dilakukan setiap malam usai kereta melayani penumpang dengan waktu penyinaran selama 15 menit. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Para ilmuwan masih terus mencari pengobatan yang benar-benar efektif untuk membunuh virus corona penyebab COVID-19. Salah satunya juga demi menghentikan penyebarannya di lingkungan.

Salah satu yang dilirik oleh para peneliti adalah penggunaan sinar ultraviolet (UV) untuk membunuh SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Selama ini, sinar ultraviolet banyak digunakan untuk menghentikan patogen selam beberapa dekade. Beberapa pakar menyebut bahwa secara teori, ini juga bisa bekerja untuk virus corona penyebab COVID-19.

Hanya saja, sinar UV yang digunakan haruslah yang sesuai penggunaannya dan dalam dosis yang tepat, serta diberikan oleh profesional. Artinya, tidak semua alat yang memancarkan sinar UV di rumah bisa membunuh virus.

Dilansir dari Live Science pada Selasa (14/7/2020), Center for Disease Control and Prevention (CDC) mengungkapkan ada tiga jenis sinar UV yang diklasifikasikan dari panjang gelombangnya: UVA, UVB, dan UVC. Untuk UVC merupakan jenis dengan gelombang terpendek dan energi tertinggi yang bisa bertindak sebagai desinfektan.

"UVC telah digunakan selama bertahun-tahun, ini bukan hal baru," kata Indermeet Kohli, ahli fisika yang mempelajar fotomedis di bidang dermatologi Henry Ford Hospital, Detroid, Amerika Serikat.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Cara Kerja Sinar UV

Virus Corona COVID-19 dari Mikroskop
Gambar menggunakan mikroskop elektron yang tak bertanggal pada Februari 2020 menunjukkan virus corona SARS-CoV-2 (oranye) muncul dari permukaan sel (abu-abu) yang dikultur di laboratorium. Sampel virus dan sel diambil dari seorang pasien yang terinfeksi COVID-19. (NIAID-RML via AP)

Kohli menyebut, UVC pada panjang gelombang 254 nanometer bisa digunakan untuk menonaktifkan influenza H1N1 serta virus corona lain seperti SARS-CoV dan MERS-CoV.

Sementara dalam sebuah studi yang masih menunggu peninjauan sejawat di medRxiv, menyatakan bahwa UVC juga bisa melawan SARS-CoV-2.

Kohli menjabarkan, UVC-254 bekerja karena panjang gelombangnya mampu menyebabkan lesi pada DNA dan RNA. Paparan ini mampu merusak keduanya sehingga tidak dapat bereplikasi, sehingga secara efektif membunuh atau menonaktifkan mikroorganisme atau virus.

Namun, Kohli mengatakan penggunaannya juga harus dilakukan dengan bertanggung jawab dan akurat. Dia mengatakan bahwa kemampuannya dalam merusak DNA juga membuat UVC berbahaya bagi kulit manusia.

Maka dari itu, teknologi desinfeksi dengan UVC haruslah diberikan kepada fasilitas medis serta mendapatkan evaluasi secara keamanan dan terkait efektifitasnya oleh tim yang ahli di bidang fotomedik dan fotobiologi.

Penggunaan Lampu UVC di Ruang Tertutup

Sterilisasi Kereta LRT dengan Sinar UV
Lampu sinar ultraviolet (UV) untuk sterilisasi rangkaian kereta Light Rail Transit (LRT) Jakarta di Depo LRT Kelapa Gading, Senin (29/6/2020). Sterilisasi dari paparan Covid-19 dilakukan setiap malam usai kereta melayani penumpang dengan waktu penyinaran selama 15 menit. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana I Gusti Ngurah Kade Mahardika, dalam bincang-bincang dari Graha BNPB, Jakarta beberapa waktu lalu juga mengatakan bahwa memang ada potensi penggunaan sinar ultraviolet untuk membunuh virus di ruang tertutup.

"Saya melihat peluang, memang belum direkomendasikan oleh WHO, belum direkomendasikan oleh satgas COVID-19, itu adalah reintervensi instalansi ultraviolet portabel yang saya cek harganya tidak mahal," ujarnya.

Menurutnya, selama tidak ada seseorang di dalam ruangan, alat ini bekerja dengan aman. Ia mengatakan bahwa alat tersebut sudah digunakan juga di dalam laboratoriumnya.

Kade Mahardika mengatakan, saat ini sudah ada perangkat yang bisa mendeteksi keberadaan manusia sehingga bisa mati secara otomatis apabila ada seseorang yang masuk ke ruangah dengan alat tersebut.

"Saya kira ini intervensi sederhana tapi perlu standarisasi satgas COVID-19 di Jakarta untuk menjadi salah satu strategi mengurangi risiko COVID-19 di ruangan-ruangan tertutup."

Menurut Kade Mahardika, perangkat berupa lampu UVC yang ada di pasaran saat ini sudah cukup bisa untuk mengurangi risiko penularan virus corona di dalam suatu ruangan.

Harus dalam Dosis yang Tepat

Virus Corona COVID-19 dari Mikroskop
Gambar menggunakan mikroskop elektron yang tak bertanggal pada Februari 2020 menunjukkan virus corona SARS-CoV-2 (kuning) muncul dari permukaan sel (biru/pink) yang dikultur di laboratorium. Sampel virus dan sel diambil dari seorang pasien yang terinfeksi COVID-19. (NIAID-RML via AP)

Di sisi lain, masih ada keraguan terkait efektifitas lampu UVC dalam membunuh SARS-CoV-2 yaitu soal kualitasnya.

Dr. Jacob Scott, peneliti di Department of Translational Hematology and Oncology Research Cleveland Clinic mengatakan, terkait perangkat berupa lampu UVC yang bisa digunakan di dalam rumah, mereka memiliki kontrol kualitas yang rendah. Sehingga, alat ini tidak menjamin bisa benar-benar menghilangkan patogen.

"UVC memang membunuh virus, tetapi masalahnya adalah Anda harus mendapatkan dosis yang cukup," kata Scott.

Selain itu, penggunaan perangkat UVC juga diperhitungkan apabila digunakan di rumah sakit. Misalnya geometri ruangan, bayangan, waktu, serta jenis bahan atau benda yang akan didesinfeksi. Namun menurut Scott, untuk di ruang terbuka, penggunaannya akan lebih sulit.

Baik Kohli dan Scott juga dikabarkan tengah mengembangkan perangkat desinfeksi dari UVC untuk alat pelindung diri bersama tim mereka masing-masing.

Kohli mengatakan, penggunaan UVC untuk dekontaminasi udara yang bersirkulasi masih terus didiskusikan oleh para peneliti. Masih ada juga studi terkait UVC-222 atau Far-UVC yang mungkin tidak merusak sel manusia.

Kohli mengatakan bahwa apabila digunakan secara akurat dan bertanggung jawab, UVC memiliki potensi yang sangat besar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya