Liputan6.com, Jakarta Belum diketahui kapan, wacana pembukaan kembali sekolah dan dimulainya pembelajaran tatap muka mulai bergulir lagi di tengah pandemi COVID-19.
Psikolog anak Saskhya Aulia Prima mengatakan bahwa satu hal yang harus diperhatikan anak apabila suatu saat sekolah akan dimulai lagi adalah terkait sosialisasi.
Baca Juga
Hal ini ia sampaikan dalam bincang-bincang dari Graha BNPB, Jakarta beberapa waktu lalu, ditulis Rabu (29/7/2020).
Advertisement
"Memang secara sosial ini yang jadi PR cukup besar. Apalagi kalau ditanya nanti kalau masuk seperti apa, apakah anaknya akan takut, butuh adaptasi lebih lama, atau seperti apa?" kata Saskhya juga Co-founder dari Rumah Konsultasi TigaGenerasi tersebut.
"Untuk sosialisasi sendiri kita tidak punya banyak pilihan. Betul bahwa lebih menyenangkan atau lebih bertumbuh kembang ketika dia bertemu teman-teman sebayanya langsung, berinteraksi langsung dengan gurunya."
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Manfaatkan Teknologi
Maka dari itu, untuk melatih sosialisasi anak selama masa pembelajaran jarak jauh, Saskhya mengatakan orangtua boleh saja menggunakan gawai. Hanya saja, berikan batasan waktu untuk penggunaannya.
"Beruntungnya kita saat ini, kita punya teknologi yang bisa kita pakai untuk video call dulu deh. Jadi dosis video call-nya diatur, jangan terlalu banyak," ujarnya.
"Jadi kita tahu rekomendasinya maksimal dua jam untuk anak 2 tahun ke atas nah itu jangan diatur langsung satu kali show."
Saskhya mengatakan sosialisasi juga tidak hanya sebatas pada hubungan anak dengan teman sebayanya. Di sini orangtua juga punya peran mengajarkannya selama di rumah.
"Jadi ketika kita bicara perkembangan sosial itu bukan hanya ketika dia mengobrol dengan temannya tapi bagaimana dia bergantian bicara, berpikir konteks sosial seperti apa, dan juga cara dia menahan emosi. Semua itu termasuk dari perkembangan emosi dan sosial."
Advertisement
Ajari Sosialisasi Sebelum Kembali ke Sekolah
Saskhya menyarankan, untuk melatih perkembangan sosial bagi anak, orangtua bisa melakukan kegiatan seperti role play atau kegiatan sejenisnya yang membutuhkan komunikasi dengan anak.
"Problemnya mungkin kalau kembali ke sekolah lagi ada perbedaan. Kita saja sebagai orang dewasa, sekian bulan ke rumah, pertama kali keluar itu deg-degan. Kalau anak-anak kan karakternya berbeda-beda," kata Saskhya.
Ia mengatakan, ada anak yang bisa dengan mudah kembali menikmati waktu sekolahnya, sementara ada juga yang butuh waktu lebih lama.
"Mungkin nanti andai kata sekolahnya sudah mulai bisa dibuka, kita bisa pelan-pelan memperkenalkan misalnya seminggu sebelum dia masuk, kita ke rute sekolahnya tiap hari di jam itu."
"Supaya secara sosial dia juga jadi lebih siap walaupun nanti di hari H nya pasti ada penyesuaian yang berbeda dari kondisi sebelum ini."