Lebih dari 5 Tahun Anak Masih Mengompol? Waspada Nokturnal Enuresis

Dokter meminta agar orangtua mulai waspada apabila anak masih mengompol saat tidur malam, meski usianya sudah lebih dari 5 tahun

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 03 Jan 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2021, 20:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi anak tidur. (dok. unsplash/@anniespratt)

Liputan6.com, Jakarta Orangtua harus mewaspadai kebiasaan mengompol pada anak apabila sudah berusia lebih dari 5 tahun. Bukan tidak mungkin ia mengalami nokturnal enuresis.

Nokturnal enuresis sendiri adalah ketidakmampuan mengontrol pengeluaran urin selama tidur yang terjadi pada anak dengan usia lebih dari 5 tahun atau perkembangan yang setara, setidaknya selama 3 bulan.

Irfan Wahyudi, Kepala Departemen Urologi FKUI-RSCM mengatakan, perlu waktu bagi anak selama 4 tahun untuk bisa mengontrol proses berkemihnya ketika ia bangun atau saat tidur.

Dalam sebuah temu media beberapa waktu lalu, ditulis Minggu (3/1/2020), Irfan mengatakan bahwa enuresis sendiri terjadi di malam hari ketika anak sedang tertidur.

"Kalau anaknya masih (bisa) bangun kemudian kencing pada malam hari itu bisa didefinisikan ke nokturia, tapi kalau misalnya mengompol pada saat tidur, masuknya ke enuresis," kata Irfan.

Sehingga enuresis bisa mulai diwaspadai apabila kondisi itu terjadi pada malam hari saat anak tidur, setelah dia berusia 5 tahun, serta tidak ada kelainan secara fisik baik anatomi atau saraf.

Irfan mengungkapkan, faktor penyebab nokturnal enuresis sendiri bersifat multifaktorial, misalnya kondisi genetik, konstipasi, infeksi saluran kemih, kapasitas kandung kemih yang kecil, kecemasan, gangguan tidur, serta diabetes.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Kapan Harus ke Dokter?

Ilustrasi
Ilustrasi anak tidur. (dok. unsplash/@kalegin)

Dia menjelaskan, orangtua harus mulai memeriksakan anaknya ke dokter apabila ia masih mengompol walau usianya lebih dari 5 tahun. Dokter nantinya akan memeriksa beberapa hal seperti keluhan, perkembangan anak, riwayat keluarga dan penyakit penyerta, serta tinggi dan berat badan.

"Karena ada korelasi antara berat badan yang berlebih dengan gangguan mengorok, dan mengorok ini akan berkaitan dengan mengompol juga," katanya.

Irfan mengatakan, terapi yang perlu dilakukan perlu disesuaikan dengan penyebab yang mendasari pasien. Perbaikan gaya hidup pun juga menjadi salah satu terapi yang mungkin dianjurkan.

"Perbaikan gaya hidup yang dapat dilakukan yakni menghindari konsumsi cairan berlebih pada malam hari, menghindari minuman atau makanan mengandung kafein, memastikan konsumsi cairan yang cukup sepanjang hari, menghindari diet tinggi protein atau garam pada malam hari (menginduksi diuresis), mengingatkan untuk berkemih sebelum tidur, serta memberi penghargaan jika anak tidak mengompol."

Terapi lain yang juga mungkin dianjurkan adalah terapi menggunakan obat yakni desmopresin serta terapi alarm.

"Terapi alarm memiliki tingkat keberhasilan yang hampir sama dengan pemberian obat, dimana saat celana anak basah akibat mengompol, maka alarm akan berbunyi yang menyebabkan anak akan terbagun dan harus pergi ke kamar mandi." kata Irfan.

Ia mengatakan, terapi alarm dapat dianggap berhasil apabila anak tidak mengompol selama satu bulan tanpa penggunaan alarm, dan kebanyakan akan membuahkan hasil setelah 3 hingga 4 bulan terapi.

 

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya