Liputan6.com, Jakarta - Pada umumnya mutasi Virus Corona termasuk SARS-CoV-2 terjadi secara acak. Secara alamiah, virus akan terus bermutasi atau mengalami perubahan di dalam material genetikanya untuk menyesuaikan diri dengan inang.
Menurut ahli genomika molekuler, Riza Putranto, mutasi virus terus terjadi karena virus ingin berlama-lama ada di muka bumi.
Baca Juga
“Mereka (virus) ingin berlama-lama ada di muka bumi ini atau dalam bahasa biologis mereka beradaptasi terhadap inangnya,” ujar Riza kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (22/1/2021).
Advertisement
“Karena virus yang ‘baik’ adalah virus yang bisa berlama-lama dengan inangnya seperti virus flu,” Riza menambahkan.
Riza menambahkan, virus yang ganas dan dapat menyebabkan kematian dengan cepat seperti ebola tidak dapat menjadi pandemi karena sebelum virus tersebut menyebar ke seluruh dunia, inangnya sudah meninggal duluan.
“SARS-CoV-2 tidak seperti itu, terlihat dengan 40 persen kasusnya bisa sembuh, 20 persen sakit kritis, dan 1,5 hingga 3 persen itu meninggal dunia,” ujar Riza.
Angka kematian akibat Virus Corona yang menyebabkan COVID-19 ini terlihat sangat kecil. Namun, virus yang dapat menular dengan cepat seperti SARS-CoV-2 akan berdampak pada penumpukan pasien di rumah sakit.
“Ini bisa menyebabkan masalah juga, pasien bisa saja meninggal bukan karena SARS-CoV-2 tapi karena nggak bisa diberi tindakan. Misal, pasien butuh oksigen yang seharusnya bisa sembuh malah jadi tidak sembuh karena terlambat," Riza menjelaskan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Mutasi Sulit Diprediksi
Mutasi yang terjadi secara alamiah membuat para ilmuwan kesulitan untuk mengendalikannya. Ilmuwan tidak mengetahui ke mana arah mutasi yang dilakukan virus.
Saat ini, imbuh Riza, berbagai penelitian tengah dilakukan oleh para ilmuwan di seluruh dunia untuk memprediksi mutasi virus SARS-CoV-2. Namun, prediksi itu bisa saja salah karena virus tidak mengikuti prediksi tersebut melainkan mengikuti seleksi alam.
“Prediksi yang dilakukan ilmuwan bersifat diagonal atau linier, misalnya 1+1=2. Namun, virus tidak bermain 1+1=2, bisa 1+1=4.”
Hal tersebut terbukti dari kenyataan yang seharusnya virus SARS-CoV-2 bermutasi satu sampai dua masa per bulan malah menjadi 23 mutasi dalam satu bulan seperti yang terjadi di Brazil. Hal ini disebabkan berbagai faktor salah satunya tingginya kasus infeksi di Brazil.
Advertisement