Temuan ICW, 498.644 Alat Tes Reagen dan PCR Dikembalikan ke BNPB

Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan, 498.644 alat tes reagen dan PCR dikembalikan ke BNPB.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 19 Mar 2021, 08:41 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2021, 19:30 WIB
Lacak Penyebaran Covid-19 dengan Tes Swab PCR Drive Thru
Tes COVID-19 (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan, 498.644 alat tes reagen dan PCR dikembalikan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pengembalian kedua jenis alat tes COVID-19 ini karena alat tersebut merupakan pengadaan alat kesehatan dari BNPB.

Peneliti ICW Dewi Anggraini memaparkan, sepanjang April-September 2020, pihaknya menemukan barang yang dikembalikan ke BNPB, yaitu reagen RNA dan PCR.

 

"Untuk yang reagen RNA itu ada 493.819 unit yang dikembalikan dengan potensi kerugian negara Rp167,6 miliar, sedangkan alat tes PCR yang dikembalikan ada 4.825 unit dengan potensi kerugian Rp1,5 miliar," papar Dewi saat Diskusi Kajian Tata Kelola Distribusi Alat Kesehatan Dalam Kondisi COVID-19 pada Kamis, 18 Maret 2021.

"Total reagen dan PCR yang dikembalikan 498.644 unit, dengan potensi kerugian Rp169,1 miliar."

Pengembalian alat tes reagen RNA dan PCR dari 78 laboratorium yang tersebar di 29 provinsi. Sejumlah rumah sakit ada juga yang mengembalikan barang ke BNPB. Misal, tanggal 8 September 2020, satu rumah sakit di Jakarta mengirimkan kembali reagen merek Wizperp ke BNPB sebanyak 10.000 unit.

"Alasannya, rumah sakit tersebut tidak dapat menggunakan barang yang pernah dikirimkan BNPB pada bulan Agustus 2020," lanjut Dewi.

 

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Alat Tes Reagen Dekati Kedaluwarsa, BNPB Diduga Tak Lakukan Pengecekan

Tes Swab Massal untuk Melacak Covid-19 di Depok
Petugas medis melakukan tes Swab PCR massal di Kantor Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Selasa (5/1/2021). Puskesmas Pancoran Mas melakukan tes Swab PCR kepada warga yang pernah memiliki riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif Covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Temuan-temuan ICW terkait pengembalian alat tes reagen dan PCR ke BNPB, salah satunya terjadi di rumah sakit di Jawa Timur. Ini karena alat tersebut mendekati tanggal kedaluwarsa.

"Ada beberapa kasus pengembalian barang yang dilakukan di rumah sakit di salah satu daerah di Jawa Timur. Barang dikembalikan ke BNPB pada tanggal 3 September 2020," tambah Dewi Aggraini.

"Jenis barang yang dikembalikan adalah reagen PCR sebanyak 1.854 unit merek Liferiver. Karena kondisinya sudah mendekati masa kedaluwarsa, yaitu 19 Oktober 2020. Makanya, dikembalikan 3 September 2020."

ICW mengkaji alat tes reagen dan PCR diduga tidak dicek tanggal kedaluwarsa oleh BNPB. Dalam dokumen tanda terima sementara antara BNPB dengan PT SIP penyedia Liferiver diketahui pihak BNPB hanya melakukan pengecekan berdasarkan jumlah barang yang diterima.

"Jadi, pengadaan barang ini tidak dicek dengan teliti dan tidak melihat tanggal kedaluwarsa. Melihat proses pengadaan ini, BNPB diduga secara sengaja mengabaikan proses pengecekan tanggal kedaluarsa barang," jelas Dewi.

"Dampaknya adalah potensi kerugian negara yang dihitung adalah sebesar Rp693,7 juta. Ini dari sisi barang yang dikembalikan, kemudian tidak digunakan."

 

Adanya Pengembalian Barang, Adakah Konsekuensi terhadap Penyedia Alat?

Tes Swab Massal untuk Melacak Covid-19 di Depok
Seorang balita mengikuti tes swab PCR massal di Kantor Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Selasa (5/1/2021). Puskesmas Pancoran Mas melakukan tes Swab PCR kepada warga yang pernah memiliki riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif Covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Informasi yang diperoleh ICW, kata Dewi Anggraini, dalam kontrak antara BNPB dengan penyedia alat tes reagen dan PCR diatur juga uang muka dan ketentuan sanksi kepada penyedia alat. Tujuannya, mengantisipasi risiko pengadaan yang muncul, seperti bila terjadi pengembalian barang.

"Kalau melihat kondisi pandemi, kemudian dilakukan pengadaan darurat, tentunya risiko-risiko pengadaan seharusnya diperhitungkan. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah BNPB mengantisipasi risiko. Misalnya, alat-alat kesehatan atau produk pengadaan tidak dapat digunakan atau dekat dengan masa kedaluwarsa,"

"Jika ya, (BNPB mengantisipasi risiko pengadaan alat), apa konsekuensinya yang dimasukkan dalam kontrak kepada penyedia alat. Sanksi apa yang diterima oleh penyedia," pungkas Dewi.

"Jika tidak, berarti sangat disayangkan karena barang dengan anggaran yang begitu besar, tentunya dari anggaran negara harus dikembalikan dan ditumpuk di gudang BNPB, hingga pada akhirnya tidak bisa digunakan." 

Atas hasil temuan itu, Dewi mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindalkanjuti untuk mengusut dugaan potensi kerugian negara.

Sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit atas pengadaan alat kesehatan yang dilakukan oleh BNPB. 

Tanggapan Satgas COVID-19

Terkait pengadaan alat tes COVID-19 dalam hal ini reagan Sansure, perwakilan Satgas COVID-19 Nasser memastikan tak ada kerugian dalam pengadaan tersebut. Saat ini semua alat tes tersebut sudah didistribusikan ke laboratorium lain yang membutuhkan.

Nasser mengatakan BNPB telah membentuk tim dengan memasukkan unsur dari BPKP serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai bagian dari transparansi proses pengadaan. Selain itu pengadaan alat tes COVID-19 itu sudah mendapat rekomendasi dari rekan-rekan dokter seperti mengutip Merdeka.com.

Setelah alat tes itu tiba di Tanah Air,  lantas didistribusikan ke 88 laboratorium. Namun tidak semua laboratorium itu memiliki peralatan biomolekuler yang memadai sehingga terdapat lebih dari 21 laboratorium yang tidak bisa menggunakan alat tes itu.

Terkait temuan itu, BPKP bersama BNPB menindaklanjuti setelah dilakukan rapat koordinasi lantas diputuskan untuk menarik alat tes yang ada di laboratorium-laboratorium yang mengalami kesulitan tersebut pada 3 Agustus 2020. Setelah alat tes itu ditarik kemudian segera didistribusikan lagi ke laboratorium-laboratorium lain yang memiliki peralatan tes biomolekuler lebih lengkap.

Sehingga kalau disebut telah terjadi kerugian Rp170 miliar dari alat tes yang ditarik, kata Nasser, sebenarnya tidak terjadi. Mengingat semua alat itu sudah kita distribusikan semuanya.

"Bahkan sampai saat ini alat tes reagen Sansure ini masih dipakai dan diminta dari laboratorium-laboratorium yang membutuhkan," katanya.

Infografis Perbedaan Rapid Test Antibodi, Rapid Test Antigen, Swab PCR Test

Infografis Perbedaan Rapid Test Antibodi, Rapid Test Antigen, Swab PCR Test
Infografis Perbedaan Rapid Test Antibodi, Rapid Test Antigen, Swab PCR Test (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya