Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy menegaskan, peran negara bukan satu-satunya mengatasi COVID-19. Sejak awal, penanganan COVID-19 di Indonesia mengutamakan konsep gotong-royong melalui pendekatan pentahelix.
Seluruh elemen pentahelix, mulai pemerintah, swasta, perguruan tinggi, kelompok masyarakat madani, dan juga media massa bahu-membahu melakukan berbagai hal untuk melawan serangan COVID-19 yang telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Menko PMK Muhadjir Effendy, sambatan atau aktivitas gotong-royong yang sering dilakukan warga pedesaan yang ada di daerah-daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta, serta daerah lain seluruh Indonesia sangat tepat diaplikasikan dalam upaya menangani pandemi COVID-19 di Tanah Air.
“Jadi, lima kekuatan (pentahelix) itulah yang selama ini terbukti bisa saling bahu-membahu, saling kait-mengait menyukseskan penanganan COVID-19," ucap Muhadjir melalui keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Selasa, 30 November 2021.
"Karena itu, saya dengan rendah hati mengatakan bahwa peranan negara bukan satu-satunya, bahkan hanya sekitar 20 persen saja dalam upaya kita menangani COVID-19 ini. Sisanya, peranan dari kelompok-kelompok masyarakat dan peranan-peranan strategis yang sangat mendukung."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Gotong Royong Mengakar di Indonesia
Gotong-royong atau seperti sambatan, lanjut Muhadjir Effendy, memang telah lama mengakar dan terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal ini bukan hanya di daerah Jawa, melainkan seluruh wilayah di penjuru negeri.
Pada dasarnya, keberadaan gotong-royong pun tidak lepas dari falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Gotong-royong meliputi makna dari lima sila, yaitu spirit ketuhanan, keberpihakan pada sisi kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan demi mencapai keadilan sosial.
“Sebetulnya, kita akan tahu makna yang sangat strategis gotong-royong ini ketika kita menghadapi pandemi,” imbuh Menko PMK.
Advertisement
Sikap Empati Juga Harus Dibangun
Selain modal gotong-royong yang harus terus dibudayakan dan dilestarikan, Menko PMK kembali menambahkan, sikap empati juga mesti dibangun. Tujuannya, menggerakkan hati dalam membantu sesama.
“Kita ingat bahwa begitu pandemi selesai, bukan berarti semuanya berakhir. Kita harus mengejar ketertinggalan untuk pemulihan ekonomi," pungkas mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.
"Tantangan-tantangan pemulihan ekonomi ke depan jauh lebih rawan dari sebelumnya, karena kita sudah berhadapan dengan bonus demografi."
Infografis 5 Tips Tidur Malam Berkualitas di Masa Pandemi Covid-19
Advertisement