WHO: Perdamaian Jadi Kunci Penanganan COVID-19, Konflik, dan Perubahan Iklim

Pandemi COVID-19, konflik meningkat, dan iklim memburuk semakin mendekatkan dunia pada kiamat yang mengakhiri peradaban.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 08 Apr 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2022, 12:00 WIB
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus saat berpidato dalam acara 'Global Pandemic Preparedness Summit 2022' yang digelar 7-8 Maret 2022 di Oslo, Norwegia. (Dok Coalition for Epidemic Preparedness Innovations/CEPI)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pandemi COVID-19, konflik yang meningkat, dan iklim yang memburuk semakin mendekatkan dunia pada kiamat yang berujung pada akhir peradaban.

Di situasi seperti ini, sangat mudah bagi siapapun untuk merasa putus asa. Namun, ada hal-hal yang dapat dilakukan di tingkat mikro dan makro untuk membuat perubahan.

“Untuk mencegah krisis multidimensi berubah menjadi spiral kematian umat manusia, perlu ada upaya bersama dan kreatif untuk membengkokkan busur sejarah menuju dunia yang berorientasi pada solusi, lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Tedros mengutip keterangan WHO Jumat (8/4/2022).

Sebagian besar warga dunia ingin hidup di dunia yang bebas dari perang, lanjutnya. Di mana masyarakat dapat mengakses pekerjaan yang baik, menyediakan makanan di atas meja dan memiliki akses pada layanan kesehatan penting dan sekolah berkualitas.

Meskipun relatif mudah untuk memulai konflik, upaya pencarian perdamaian seringkali agak sulit dipahami karena perang memiliki kebiasaan berputar dan mengarah pada eskalasi yang tidak terduga dan konsekuensi negatif.

“Perdamaian menopang semua yang baik dalam masyarakat kita. Kita membutuhkan kedamaian untuk kesehatan dan juga kesehatan untuk kedamaian. Perang membuat segalanya menjadi lebih sulit secara eksponensial.”

Menyadari bahwa perdamaian adalah dasar dari semua pekerjaan di bidang kesehatan, pembangunan, dan mengatasi tantangan konflik, krisis iklim, dan COVID-19, Tedros mengumumkan prakarsa global baru.

“Hari ini (7/4) saya mengumumkan prakarsa global baru 'Perdamaian untuk Kesehatan dan Kesehatan untuk Perdamaian' (Peace for Health and Health for Peace).”

Tujuan Prakarsa Global Baru

Kenakan APD Lengkap, Tim WHO Datangi Pusat Pengendalian Penyakit Provinsi Hubei
Anggota tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlihat mengenakan APD selama kunjungan lapangan ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Hewan Hubei di Wuhan di provinsi Hubei, China tengah, Selasa (2/2/2021). Tim WHO tengah menyelidiki asal-usul virus corona. (AP Photo/ Ng Han Guan)

Prakarsa global baru “Perdamaian untuk Kesehatan dan Kesehatan untuk Perdamaian” memiliki tujuan utama mendorong dialog baru seputar kesehatan dan perdamaian.

Misalnya, pembuatan koridor kemanusiaan sehingga orang dapat mengakses kebutuhan dasar, termasuk makanan bergizi, bahan bakar dan layanan kesehatan, dan tidak ada fasilitas kesehatan yang menjadi sasaran militer.

Sejauh ini penyerangan fasilitas kesehatan menjadi tren baru yang mengganggu dan terlihat dalam konflik.

“Saya akan meminta badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), masyarakat sipil, organisasi olahraga, akademisi dan bisnis, untuk mendukung inisiatif ini, yang pada akhirnya saya bayangkan akan menjadi bagian dari upaya pembangunan perdamaian secara keseluruhan,” ujar Tedros.

Ini diharapkan dapat membantu orang-orang yang berisiko tinggi terkena penyakit dan kematian, katanya.

Sebelumnya, Deklarasi Milenium yang sangat progresif yang dikembangkan pada pergantian abad menguraikan mengenai hubungan antara perdamaian, keamanan, pembangunan dan kesehatan.

Pada kenyataannya, perang telah memperberat perjuangan melawan perubahan iklim dunia dan pandemi COVID-19. Dibutuhkan kerja sama internasional untuk bergerak maju.

Masih Ada Harapan

Hari ke-40 Perang, Warga Ukraina berduka menghadiri pemakaman
Tanya Nedashkivs'ka (57) berduka atas kematian suaminya YANG terbunuh di Bucha, di pinggiran Kiev, Ukraina, Senin, 4 April 2022. Perempuan itu berlutut di lumpur, tangannya terkepal dan wajahnya berubah sedih saat dia terisak-isak atas kematian suaminya. (AP Photo/Rodrigo Abd)

Walau dunia sedang dilanda berbagai masalah, tapi Tedros yakin bahwa masih ada harapan untuk mengubahnya ke arah lebih baik.

“Dan bahkan di dunia yang sangat terpecah, kemajuan adalah sesuatu yang mungkin terjadi.”

Tedros memberi contoh, pada puncak Perang Dingin, AS dan Uni Soviet bekerja sama untuk mencapai pemberantasan cacar. Ini menjadi salah satu pencapaian ilmiah terbesar di dunia dan memberikan pelajaran bagi tantangan eksistensial lain di masa setelah perang.

Sementara perang saat ini mendominasi perhatian para pembuat keputusan dan media, tapi pandemi belum berakhir.

WHO mengatakan, ancaman COVID-19 masih ada dan masih berupaya melacak virus dan memastikan bahwa semua peluang untuk meningkatkan kekebalan populasi diambil.

“Sasaran untuk memvaksinasi 70 persen populasi benar-benar dapat dilakukan dan saya senang melihat negara-negara termasuk Vietnam, Pakistan, dan Nigeria mencerminkan bahwa kemajuan mungkin terjadi jika sumber daya dan upaya ditargetkan secara efektif.”

Secara bersamaan, penting untuk memperkuat sistem kesehatan, sehingga negara-negara dapat mengejar banyak masalah kesehatan yang telah mengalami kemunduran. Persiapan atau antisipasi varian baru yang mungkin muncul di masa depan juga penting dilakukan, tambah Tedros.

Dampak Perubahan Iklim

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Bagaimanapun, pandemi dan tantangan yang dihasilkan terkait dengan kekacauan rantai pasokan, tetap menjadi ancaman tidak hanya bagi kesehatan tetapi juga perdamaian dan keamanan.

Demikian pula, krisis perubahan iklim tetap menjadi tantangan eksistensial terbesar dan paling kompleks yang membutuhkan tindakan tak tertandingi.

Pemanasan global secara umum berdampak buruk bagi kesehatan, dengan tujuh juta orang meninggal setiap tahun hanya karena polusi udara.

Minggu ini, WHO merilis panduan polusi udara terbaru, yang menyoroti bahwa lebih dari 110 negara kini memantau udara yang dihirup warganya. Ini pertanda baik bahwa negara-negara berinvestasi dalam teknologi, tetapi jumlah polutan di udara menunjukkan perlunya perubahan transformatif dari bahan bakar fosil, yang untuk kelangsungan hidup umat manusia harus tetap berada di tanah.

Dengan kenaikan harga bahan bakar secara eksponensial, para pemimpin memiliki peluang sempurna untuk bergerak cepat menuju energi terbarukan.

Ada pelajaran dari pandemi tentang bagaimana inovasi ilmiah dapat menyelamatkan nyawa dan melindungi sistem kesehatan tetapi hanya jika setiap orang memiliki akses. Ini relevan untuk ruang iklim karena penting untuk membuat rencana sekarang sehingga teknologi dan pengetahuan yang mengubah permainan dibagikan secara efektif untuk membantu mencegah bencana global.

Konflik, krisis iklim, dan COVID-19 semuanya berkontribusi pada lonjakan besar harga pangan dan bahan bakar, serta inflasi, yang bagi banyak orang membuat kesehatan jauh dari jangkauan.

Di Afrika, kasus kelaparan sudah jelas terlihat. Sebagai bagian dari inisiatif perdamaian, sangat penting untuk memastikan akses ke makanan berkualitas dan bergizi juga merupakan persyaratan dasar, di samping fasilitas dasar lainnya seperti kesehatan dan pendidikan.

“Apapun krisisnya, saya bangga bahwa WHO selalu berada di garis depan berjuang untuk menyelamatkan nyawa dan bekerja menuju kesehatan untuk semua orang, di mana saja,” tutupnya.

Infografis Seruan WHO Akhiri Pandemi COVID-19 di 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Seruan WHO Akhiri Pandemi COVID-19 di 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya