Liputan6.com, Jakarta - Minggu lalu, penyanyi berkebangsaan Amerika Serikat, Britney Spears mengungkapkan bahwa dirinya mengalami depresi perinatal. Hal ini dialaminya pada kehamilan sebelumnya.
"Sulit karena ketika saya hamil, saya mengalami depresi perinatal. Saya harus mengatakan itu benar-benar mengerikan," ujar Britney dalam unggahannya melalui akun Instagram @britneyspears, Selasa 12 April 2022.
Baca Juga
"Wanita tidak begitu membicarakannya saat itu. Beberapa orang menganggap itu berbahaya jika wanita mengeluh seperti itu dengan bayi di dalam dirinya," tambahnya.
Advertisement
Menurut Britney, depresi perinatal saat ini telah dibicarakan lebih gamblang dibandingkan pada saat kehamilannya pada tahun 2005 dan 2006 lalu.
"Sekarang wanita membicarakannya setiap hari. Terima kasih Yesus, kita tidak harus menyimpan rasa sakit itu sebagai rahasia," kata Britney.
Lalu, apa sebenarnya depresi perinatal itu sendiri? Apakah depresi satu ini berisiko tinggi pada kehamilan? Berikut penjelasannya.
Menurut National Institute of Mental Health (NIMH), depresi perinatal merupakan gangguan suasana hati (mood) yang terjadi selama periode perinatal yakni saat kehamilan hingga satu dua tahun setelah melahirkan.
"Apapun sebelum, selama, dan setelah kehamilan adalah bagian dari periode perinatal. Bahkan ketika Anda mencoba untuk hamil," ujar pakar kesehatan wanita sekaligus psikiater reproduksi di Ohio State University Wexner Medical Center, dr Tamar Gur dikutip Health, Selasa (19/4/2022).
Di Amerika Serikat sendiri, depresi perinatal terjadi pada hampir 20 persen ibu hamil selama periode kehamilan, postpartum, atau keduanya. Hal tersebut tertuang dalam jurnal yang diterbitkan Cleveland Clinic Journal of Medicine (CCJM).
Pengaruhi anak dan ibu
Menurut tinjauan yang dilakukan CCJM, depresi perinatal dapat mempengaruhi kondisi ibu dan anak. Bahkan bisa mempengaruhi berat badan bayi saat lahir yang cenderung rendah.
Depresi perinatal yang tidak diobati akan pun dikaitkan dengan gangguan perkembangan kognitif, sosial, dan emosional pada bayi.
Para ahli juga mengungkapkan bahwa diagnosis depresi perinatal meningkatkan kemungkinan depresi pada kehamilan selanjutnya.
"Riwayat kecemasan, depresi, atau depresi perinatal sebelumnya dapat meningkatkan risiko. Itu tidak berarti Anda ditakdirkan untuk mengalami depresi perinatal, tapi ada peningkatan risiko," ujar Tamar.
Menurut pendiri The Motherhood Center New York, Catherine Birndorf, tingkat stres dan hormon wanita dinilai menjadi faktor penyebabnya.
Penelitian oleh PLoS Medicine menemukan bahwa jika Anda mengalami depresi pasca melahirkan, maka peluangnya akan lebih tinggi setelah kehamilan berikutnya.
Secara khusus, diantara 450 ribu ibu yang baru pertama kali melahirkan di Denmark, mereka yang mengalami depresi pasca melahirkan memiliki kemungkinan 27 hingga 46 kali lebih besar untuk mengalaminya kembali pada kehamilan berikutnya.
Advertisement
Kenali tanda dan gejala
Dalam hal mengklasifikasikan depresi perinatal, seorang wanita akan mengalami perasaan atau kondisi tersebut selama lebih dari 14 hari.
Menurut NIMH, beberapa wanita hamil hanya mengalami beberapa dari gejala yang ada. Namun yang lainnya bisa mengalami lebih banyak dari daftar gejala yang ada.
Lalu apa sajakah tanda atau gejalanya? Berikut diantaranya.
- Merasa sedih, cemas, atau kosongSifat lekas marah
- Perasaan bersalah, tidak berharga, putus asa, atau tidak berdayaKehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas
- Kelelahan atau penurunan energi
- Gelisah atau kesulitan duduk diamKesulitan berkonsentrasi, membuat keputusan, atau mengingat
- Kesulitan tidur (bahkan ketika bayi sedang tidur)
- Bangun pagi atau kesiangan
- Nafsu makan yang tidak normal, perubahan berat badan, atau keduanya
- Sakit kepala, kram, nyeri, nyeri, atau masalah pencernaan yang tidak memiliki penyebab fisik yang jelas atau tidak mereda dengan pengobatan
- Masalah ikatan atau membentuk ikatan emosional dengan bayi baru
- Keraguan yang terus-menerus tentang kemampuan merawat bayi yang baru lahir
- Pikiran tentang kematian, bunuh diri, atau menyakiti diri sendiri atau bayi
Mencari bantuan
Menurut dekan kesehatan wanita di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School, Gloria A Bachmann, jika Anda mengalami gejala-gejala tersebut selama periode perinatal, maka segeralah berbicara dengan penyedia layanan kesehatan yang tersedia.
"Setiap gejala yang tidak biasa, yang dialami wanita selama kehamilan harus menghubungi penyedia layanan kesehatan atau anggota keluarga untuk mendapatkan dukungan," ujar Gloria.
"Tidak ada wanita yang harus menderita dalam diam," Gloria menegaskan.
Catherine menambahkan, jika Anda menyadari bahwa Anda bukanlah diri Anda sendiri, merasa tertekan, atau terganggu secara fungsional, maka Anda perlu untuk langsung membicarakannya.
"Langkah pertama yang baik adalah menghubungi dokter kandungan atau dokter perawatan primer Anda. Pilihan lain adalah meminta penyedia asuransi kesehatan Anda untuk rujukan ke ahli," ujar Tamar.
Sedangkan menurut kepala kedokteran janin ibu di Northwestern Medicine, Janelle Bolden, Anda bisa mencari bantuan lewat menghubungi 911, pergi ke UGD, atau menghubungi hotline pencegahan bunuh diri.
"Gangguan suasana hati perinatal bukanlah kejadian langka. Wanita harus tahu sejak awal bahkan jika Anda mengalami ini, harus mencari pertolongan segera. Kita harus menormalkan ini dan mengatakan bahwa ini adalah pengalaman dalam kehamilan," kata Gloria.
Advertisement