Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan bahwa aturan penggunaan masker akan kembali diperketat, termasuk di luar ruangan. Ini diakibatkan kasus positif COVID-19 yang belakangan terpantau mengalami kenaikan.
"Kalau masker, protokol kesehatan tetap kita ketatkan, masker terutama ya, ada kenaikan terpaksa masker harus dipakai lagi. Jadi kelonggaran itu kita tarik dulu sampai nanti situasinya memungkinkan baru kita buka lagi," tutur Ma'ruf di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (1/7/2022) mengutip News Liputan6.com.
Baca Juga
Lantas, apakah kembali diwajibkannya penggunaan masker di luar ruangan merupakan tahap kemunduran dari harapan endemi?
Advertisement
Menjawab pertanyaan tersebut, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan bahwa ini merupakan langkah antisipatif kehati-hatian dan bukan merupakan sebuah kemunduran.
“Ini sebagai langkah antisipatif kehati-hatian untuk pencegahan dan pengendalian COVID-19. Bukan kemunduran,” katanya kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat Senin (4/7/2022).
Di sisi lain, ahli epidemiologi Dicky Budiman juga menanggapi pernyataan Wapres. Menurutnya, ketika masyarakat sudah abai dengan situasi pandemi, maka tanggung jawab pemerintah tetap melindungi kesehatan masyarakat.
Perlindungan ini dapat dilakukan dengan cara membuat regulasi yang meminimalisasi paparan COVID-19 pada masyarakat.
“Nah adanya wacana ini menurut saya sangat penting karena BA.4 dan BA.5 akan memberi dampak yang luar biasa. Kalaupun tidak memberi beban di fasilitas kesehatan dan menambah kasus kematian, tapi long COVID-nya serius,” kata Budi kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Senin (4/7/2022).
Perbaiki Komunikasi Risiko
Long COVID-19 kemudian dapat menjadi beban besar baik bagi negara maupun masing-masing individu akibat penyakit kronis.
Selain masker, adanya kebijakan atau strategi meraih cakupan vaksinasi dosis ketiga secara cepat juga penting ditambah 3T (tracing, testing, treatment) dan 5M (memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mencuci tangan, mengurangi mobilitas.
Dicky juga menyampaikan, adanya komunikasi atau informasi yang disampaikan pada publik selama masa melandainya kasus membuat publik lebih optimis bahkan euforia.
“Apalagi dengan pencabutan masker saya lihat itu sebagai sesuatu yang membuat masyarakat merasa bahwa pandemi sudah berakhir. Ini lah salah satu yang membuat cakupan vaksinasi dosis ketiga atau booster itu jadi melambat.”
“Jadi yang harus diperbaiki apa? Ya strategi komunikasi risikonya di setiap level dan sektor dengan melibatkan komponen-komponen yang ada termasuk di masyarakat.”
Komunikasi risiko yang salah menjadi penyebab salahnya persepsi masyarakat. Mereka jadi tidak merasa perlu untuk divaksinasi.
Advertisement
Perlu Konsisten
“Jadi bukan hanya pengetatan, tapi ada juga komunikasi yang disampaikan misalnya wacana Satgas untuk warga yang beraktivitas di tempat publik wajib mendapat vaksin booster. Ini harus konsisten, jadi salah satu prinsip dari strategi komunikasi risiko itu konsistensi, kalau enggak konsisten enggak dipercaya,” lanjut Dicky.
Konsistensi ini akan menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat. Tentunya, para pemimpin juga perlu menjadi teladan dalam menerapkan segala aturan yang ada.
Selain Dicky, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane juga menanggapi pernyataan Ma’ruf Amin.
Menurutnya, sebenarnya aturan tertulis untuk lepas masker di luar ruangan itu tidak ada.
“Hanya presiden pernah membuat statement itu secara resmi, tapi tidak bisa juga dikatakan aturannya dicabut kan ya,” ujar Masdalina kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks Senin (4/7/2022).
Ia menambahkan, masker digunakan ketika berbicara dengan orang lain di luar atau dalam ruangan dalam jarak 1 hingga 1,5 meter. Ini merupakan upaya untuk mencegah droplet saling bertukar.
“Tapi penting juga tetap sering cuci tangan dan tidak menyentuh wajah terutama mata, hidung dan mulut, karena kita sering menyentuh berbagai benda yang mungkin terkontaminasi virus.”
Naik Turunnya Level Kewaspadaan
Dalam pernyataanya di Mataram, Ma'ruf mengatakan bahwa pemerintah tentu memiliki pertimbangan terkait naik turunnya level kewaspadaaan atas penyebaran COVID-19. Keseluruhannya tentu dapat memengaruhi mobilitas warga setempat.
"Tapi kita berusaha supaya jangan sampai bisa terjadi kenaikan yang sampai levelnya menjadi naik. Karena tidak ingin mengurangi mobilitas masyarakat, sebab itu berpengaruh pada perkembangan ekonomi kita yang sudah baik-baik ini," jelas dia.
Salah satu program yang dilakukan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 adalah vaksinasi. Dengan adanya kenaikan penularan, maka langkah imunisasi itu pun semakin dimaksimalkan.
"Karena itu bagaimana kita mengendalikan, pendekatannya, pendekatan kedaerahan, provinsi mana yang ada kenaikan itu, kemarin itu DKI kan? Jabotabek, itu yang kita coba atasi melalui kembali vaksinasinya digencarkan, mungkin ada sudah mulai melemah ya kita vaksinasi kembali supaya memiliki kekebalan," Ma'ruf menandaskan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan yang berbeda juga menyampaikan kasus di Indonesia akan naik tapi naiknya sampai sekarang belum mengkhawatirkan sehingga masyarakat tidak perlu panik tapi tetap harus waspada.
“Karena kita tidak tahu perilakunya (virus) mungkin bisa berubah. Jangan panik, kita hadapi kenaikan ini, tetap waspada.”
Ia juga berpesan kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi booster secepatnya. Pasalnya, sudah terbukti bahwa booster membuat daya tahan tubuh masyarakat menjadi lebih baik.
“Tidak akan menghalangi kita kena, enggak, tapi kalau kena paling pilek sedikit enggak usah ke rumah sakit, sembuh sendiri,” katanya kepada wartawan di Jakarta Minggu (3/7/2022).
Advertisement