HEADLINE: Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius Renggut Jiwa Anak Indonesia, Apa Penyebab dan Upaya Meredam?

Gangguan ginjal akut misterius dialami oleh ratusan anak di 20 provinsi di Indonesia. Bermula dari keluhan infeksi ringan seperti batuk, pilek, atau diare dan muntah, lalu berujung pada jumlah urine yang sedikit hingga sama sekali tidak buang air kecil.

oleh Dyah Puspita WisnuwardaniBenedikta DesideriaFitri Haryanti HarsonoAde Nasihudin Al AnsoriDiviya Agatha diperbarui 20 Okt 2022, 00:01 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 00:01 WIB
Sakit gangguan ginjal akut pada anak
131 anak terkena gagal ginjal misterius, Menkes Budi masih menunggu laporan dari RSCM. (pexels.com/Victoria Akvarel)

Liputan6.com, Jakarta - Gangguan ginjal akut misterius dialami oleh ratusan anak di 20 provinsi di Indonesia. Bermula dari keluhan infeksi ringan seperti batuk, pilek, atau diare dan muntah, lalu berujung pada jumlah urine yang sedikit hingga sama sekali tidak buang air kecil. Demikian gejala yang dilaporkan para orangtua ketika memeriksakan anak mereka pada tenaga kesehatan.

Sejak penghujung Agustus 2022, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injury (AKI) yang meningkat tajam pada anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Sebanyak 206 kasus ganggaun ginjal akut pada anak dilaporkan per 18 Oktober 2022 dengan angka kematian sebanyak 99 anak.

"Tingkat kematian terjadi pada 99 anak atau 48 persen," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam jumpa pers daring, pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Syahril menambahkan, bila melihat angka kematian di RSCM Jakarta yang merupakan rumah sakit rujukan nasional, angka kematian pada kasus tersebut memang lebih tinggi. Dari pasien gangguan ginjal akut yang dirawat di sana, sekitar 65 persen yang meninggal.

Angka kematian pada pasien gangguan ginjal akut misterius terbilang tinggi karena disebabkan oleh fungsi ginjal yang memang berperan sangat penting bagi tubuh. 

"Ginjal itu sebagai pusat metabolisme, organ yang sangat penting. Apabila dia terjadi (gangguan), ini akan mengganggu metabolisme dan gangguan metabolisme ini akan menyebabkan organ lainnya terganggu juga," ujar Syahril. 

Kondisi ginjal yang terganggu, kata Syahril, sebaiknya diwaspadai agar tidak sampai pada fase gagal ginjal

"Gagal ginjal itu artinya apa? Ginjal itu tidak bisa lagi melakukan aktivitasnya sebagai alat metabolisme tubuh."

Syahril menjelaskan, kondisi ginjal yang terganggu ditandai dengan frekuensi dan jumlah urine yang menurun. Bahkan jika terjadi kerusakan yang berat, maka produksi urine bisa terhenti sama sekali.

"Untuk yang tadi tingkat kematiannya tinggi, itu dikarenakan dia sudah masuk ke fase itu. Makanya pada saat ini, kita sampaikan imbauan pada masyarakat, tenaga kesehatan untuk lebih waspada dan cepat melakukan tindakan bila ada gejala yang saya sebutkan tadi," kata Syahril.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2022 sudah ada 1-2 kasus gangguan ginjal akut misterius per bulan yang dialami pasien anak. Namun, pada Agustus 2022 jumlahnya melonjak hingga puluhan.

Kebanyakan yang terkena gangguan ginjal akut adalah anak di bawah lima tahun. Meski ada juga yang berusia belasan. Hingga kini belum diketahui pasti penyebab gangguan ginjal akut yang menimpa para pasien anak tersebut. 

 

 

 

Gangguan Ginjal Akut yang Berbeda dari Sebelumnya

Infografis Gagal Ginjal Akut Misterius Renggut Jiwa Anak Indonesia
Infografis Gagal Ginjal Akut Misterius Renggut Jiwa Anak Indonesia (Liputan6/com/Triyasni)

Gangguan ginjal akut bukanlah penyakit yang baru muncul. Namun, terdapat perbedaan dalam beberapa aspek terkait gangguan ginjal akut yang sebelumnya sudah ada dengan yang baru muncul belakangan ini.

Gangguan ginjal akut yang muncul saat ini disebut dengan gangguan ginjal akut progresif atipikal. Perbedaan utamanya terletak pada penyebab dan durasi perkembangan penyakit itu sendiri.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan bahwa umumnya gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak muncul karena faktor bawaan, bukan secara tiba-tiba seperti saat ini.

"Sebagian besar gagal ginjal atau gangguan ginjal pada anak itu kelainan bawaan harusnya. Misalkan ginjalnya yang enggak terbentuk dengan baik, ginjalnya yang aplastik, ada kelainan bawaan," ujar Piprim dalam siaran langsung bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Selasa (18/10/2022).

"Tapi yang kita hadapi sekarang ini pada anak yang ginjalnya enggak ada masalah. Ginjalnya oke-oke saja, jadi kalau dilakukan USG ginjal sebelumnya, itu oke-oke saja, ginjal yang normal. Kemudian mengalami Acute Kidney Injury Atypical Progressive."

Terlebih, Piprim menyebutkan, angka kejadian gangguan ginjal pada anak sebelumnya tidaklah banyak, jika dihitung berdasarkan populasi, hanya sekitar 0,9 hingga 1 persen. Lantaran biasanya gangguan ginjal lebih sering terjadi pada orang dewasa.

Gangguan ginjal akut pada anak yang terjadi belakangan pun berlangsung dengan waktu yang cepat. Hanya dalam hitungan hari kondisi anak bisa tiba-tiba menurun.

 

Diawali dengan Gejala Infeksi Ringan

Infografis Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius, Penyebab Kematian & Antisipasi
Infografis Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius, Penyebab Kematian & Antisipasi (Liputan6/com/Triyasni)

Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K). Eka menjelaskan, gejala awal gangguan ginjal akut pada anak diawali dengan gejala infeksi. Kemudian disusul dengan penurunan buang air kecil bahkan tidak bisa pipis sama sekali.

"Kurang lebih seragam gejalanya. Mereka ini diawali dengan gejala infeksi seperti batuk, pilek, atau diare dan muntah. Infeksi tersebut tidak berat," kata Eka dalam konferensi pers bersama IDAI, Selasa (11/10/2022).

"Itulah yang membuat kami heran. Dia hanya beberapa hari timbul batuk, pilek, diare atau muntah, dan demam. Kemudian dalam tiga sampai lima hari mendadak tidak ada urinnya. Jadi tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sampai sekali buang air kecilnya. Hampir semuanya datang dengan tidak buang air kecil atau buang air kecilnya sangat sedikit," lanjut Eka. 

Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis anak konsultan nefrologi, Henny Andriani menyarankan orangtua untuk waspada bila anak sakit lalu mengalami penurunan frekuensi buang air kecil. Terutama jika sudah enam jam anak tidak buang air kecil.

"Kencingnya sudah enggak ada nih enam jam, anak enggak pipis enam jam, sudah langsung pergi ke rumah sakit. Biar diperiksa sama dokter anaknya, dicari penyebabnya," ujar Henny dalam sesi bincang di IDAI TV yang diunggah Senin, 10 Oktober 2022.

Hal tersebut lantaran menurunnya frekuensi buang air kecil menjadi salah satu gejala dari gangguan ginjal akut. Biasanya, gejala awal dapat terlihat pada produksi urine anak, yang menurun hingga tidak keluar sama sekali.

Imbauan serupa juga datang dari Kemenkes. Jubir Syahril pun meminta kepada orangtua untuk segera membawa anak ke rumah sakit maupun ke dokter bila mengalami penurunan frekuensi buang air kecil maupun jumlah urine. Kondisi itu bisa disertai maupun disertai dengan demam, batuk, pilek, mual dan diare.

Tidak Terkait COVID-19

Infografis STOP! Jangan Minum Obat Sirup Dulu, Termasuk Parasetamol Cair
Infografis STOP! Jangan Minum Obat Sirup Dulu, Termasuk Parasetamol Cair (Liputan6/com/Triyasni)

Semula IDAI mewaspadai kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak terkait dengan kondisi MIS-C, peradangan yang terjadi pasca terinfeksi COVID-19. Pihak IDAI pun telah bekerja sama dengan Kemenkes dengan mengirimkan sampel pasien gangguan ginjal akut untuk diperiksa di laboratorium. 

"Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” jelas Syahril.

Sebagai upaya mencari tahu penyebab kasus gangguan ginjal akut misterius, Kemenkes pun meneliti tiga jenis virus dan bakteri. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu menyebut tiga virus dan virus yang diteliti yakni virus influenza, adenovirus, dan bakteri Leptospira (penyebab Leptospirosis). Penelitian ini menggunakan metode genom sekuensing.

"Sampai saat ini, belum tahu penyebabnya apa. Tapi setiap temuan kasus, kami testing (pemeriksaan) kemungkinan penyebab utama termasuk virus influenza," terang Maxi di Jakarta pada Senin, 17 Oktober 2022.

"Kemudian ada juga adenovirus, lalu bakteri yang dari zoonosis hewan leptosirosis. Jadi itu, (dugaan) penyebab utama yang kita lihat di hasil-hasil metagenomik sequence nanti."

Kasus gagal ginjal akut misterius yang dialami anak-anak juga terjadi di Gambia, Afrika Barat, beberapa waktu sebelum muncul kabar kasus serupa di Indonesia. Penyebabnya mengarah pada penggunaan obat batuk sirup yang mengandung dua bahan berbahaya.

Sebagai bentuk kewaspadaan terhadap kemungkinan serupa di Gambia, Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri pun melakukan pemeriksaan laboratorium. 

Untuk sementara, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada sisa sampel obat yang dikonsumsi para pasien, memang ditemukan adanya jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan gangguan ginjal akut progresif atipikal ini.

"Senyawa apa yang diduga (menjadi penyebab gangguan ginjal akut)? Kalau kita melihat hasil penyelidikan atau penelitian di Gambia Afrika, itu memang ada dikaitkan dengan senyawa yang ada di empat macam obat batuk dan pilek yang sudah disebutkan BPOM mengandung dietilen glikol maupun etilen glikol," ujar Syahril dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022).

Kemenkes Hentikan Sementara Penggunaan Obat Cair atau Sirup

PHOTO: Sehat Sejak Dini dengan Mencuci Tangan Pakai Sabun
Sejumlah siswa mencuci tangan di SD Negeri 15 Karet Tengsin, Jakarta, Rabu (18/10). Kegiatan yang diadakan operator penyedia air Palyja tersebut bertujuan pentingnya mencuci tangan dan pola hidup bersih dan sehat sejak dini. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Dalam kesempatan berbeda, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dante Saksono Harbuwono mengatakan, dari identifikasi obat yang berlangsung ditemukan 15 obat yang masih mengandung Etilen Glikol.

"Kita sudah mengidentifikasi 15 dari 18 obat yang diuji uji (obat) sirup masih mengandung Etilen Glikol (EG) dan kita identifikasi lagi bahwa EG ini bisa bebas (dari obat sirup)," kata Dante di sela-sela acara 'Hospital Expo PERSI' di Jakarta Convention Center pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Meski begitu, Dante tidak menyebut secara rinci, obat-obatan mana saja yang sedang dilakukan pengujian terkait kandungan Etilen Glikol (EG). Etilen Glikol merupakan senyawa alkoholik tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki rasa manis.

Senyawa Etilen Glikol juga digunakan untuk bahan baku industri serat polister, serta bahan membantu dalam produk pestisida, karet, dan sebagainya.

Untuk meningkatkan kewaspadaan dan sebagai bentuk pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai didapat hasil penelusuran dan penelitian.

Imbauan itu tertuang dalam surat dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes bertanggal 18 Oktober 2022. Surat tersebut bernomor: SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjak Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.

"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur Syahril.

“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” katanya.

Selain itu, Kemenkes meminta orangtua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan

Sebagai langkah awal untuk menurunkan fatalitas acute kidney injury (AKI), Kemenkes melalui RSCM telah membeli antidotum yang didatangkan langsung dari luar negeri.

Kemenkes pun sudah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis AKI pada anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan dan fasyankes. Kemenkes juga telah mengeluarkan surat edaran kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus AKI yang ditujukan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasyankes, dan Organisasi Profesi.

 

 

Jaga Pola Hidup Bersih dan Sehat

Siswa di BSD Wajib Periksa Suhu Tubuh
Sejumlah murid Sekolah Dasar (SD) mengenakan masker saat berada di Jakarta Nanyang School (JNY) di BSD, Tangerang Selatan, Selasa (3/3/2020). Selain cek suhu tubuh dan menggunakan masker, siswa juga diwajibkan mencuci tangan dan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat . (merdeka.com/Arie Basuki)

IDAI juga meminta orangtua tidak membeli obat bebas tanpa rekomendasi tenaga kesehatan. Rekomendasi ini disarankan sampai didapatkan hasil investigasi mengenai penyebab gagal ginjal akut progresif atipikial atau misterius pada anak.

"Masyarakat untuk sementara waktu tidak membeli obat bebas tanpa rekomendasi tenaga kesehatan sampai didapatan hasil investigasi menyeluruh oleh Kementerian Kesehatan dan BPOM," begitu tulis IDAI dalam unggahan terbarunya pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Mengingat belum diketahui pasti penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal ini, IDAI meminta orangtua menghindari aktivitas di ruang publik agar anak tidak terkena infeksi.

"Sebaiknya mengurangi aktivitas anak-anak khususnya balita yang memaparkan risiko infeksi (seperti kerumunan, ruang tertutup, tidak menggunakan masker)," tulis IDAI.

Sembari menunggu hasil investigasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Ketua IDAI, Piprim Basarah Yanuarso menyarankan orangtua agar terus meminta anak menjalankan pola hidup bersih dan sehat. 

"Pada sebuah kasus penyakit yang kita enggak tahu apa sebabnya, terapinya bagaimana maka perlu kita terapkan PHBS seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menjauhi kerumunan," kata Piprim dalam live Instagram bersama IDAI pada Selasa, 18 Oktober 2022. 

Selain itu, berikut rekomendasi Piprim lainnya untuk menjaga kesehatan anak:

- Kebutuhan tidur tercukupi

"Tidur itu salah satu hal yang meningkatkan imunitas anak, maka pastikan tidurnya tercukupi. Jangan sampai anak begadang sampai malam, main gim tanpa diketahui," kata Piprim.

- Aktif bergerak

- Hindari kebanyakan mengonsumsi camilan tinggi gula

"Camilan tinggi gula ini sangat inflamatif dan pada kondisi seperti saat ini kita hindari inflamasi yang berlebihan," lanjut Piprim.

Hal senada juga disampaikan Plt Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan dr. Prima Yosephine, MKM. Dengan menjaga gaya hidup sehat dan bersih serta menyantap makanan sehat pada buah hati, orangtua dapat membantu anak terhindar dari berbagai penyakit.

Dia mengingatkan orang tua untuk memberikan makanan-makanan sehat, bukan makanan-makanan yang justru memperberat ginjal anak.

"Ginjal adalah organ yang menyaring asupan dalam tubuh, tentu kalau makanan yang masuk sembarangan, kerjanya berat," jelas dia.

"Oleh karena itu, (terapkan) perilaku hidup bersih dan sehat secara menyeluruh, tak cukup hanya cuci tangan tapi secara komprehensif," pesan dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya