Liputan6.com, Jakarta - RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sedang menelusuri obat sirup yang dikonsumsi pasien gagal ginjal akut atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA). Penelusuran dilakukan dengan mewawancarai dan meminta sampel obat kepada pihak keluarga pasien untuk diperiksa di laboratorium.
Direktur Utama RSCM Jakarta Lies Dina Liastuti menyebut, sampel obat sirup dikumpulkan dari 49 pasien gagal ginjal akut hasil rujukan yang dirawat ke RSCM. Meski begitu, tidak semua obat yang dikonsumsi pasien tersebut dapat diperoleh, hanya beberapa sampel yang diambil untuk diuji di laboratorium.
Baca Juga
"Untuk semua kasus yang masuk ke kami, ya kami coba cari nama obat yang dipakai sebelumnya. Itu sudah kami dapatkan data, tapi belum semua karena kan ada yang sudah meninggal. Kami baru mulai lagi untuk mencari-cari obatnya, termasuk mengambil sampel obat," ujar Lies saat konferensi pers di Gedung Kiara, RSCM Jakarta pada Kamis, 20 Oktober 2022.
Advertisement
"Kemudian kami akan bawa sampel obatnya ke laboratorium buat diperiksa, apakah mengandung Etilen Glikol atau enggak. Kami dapat data obat yang dikonsumsi dari 49 pasien baru akhir-akhir ini."
Ditegaskan Lies, obat yang diperoleh pasien, khususnya obat sirup tidak hanya obat penurun panas, melainkan ada juga obat batuk pilek. Namun, ia tak menyebut rinci nama merek obat yang dimaksud.
"Kami mencoba untuk minta obatnya agar bisa diuji di laboratorium kira-kira mengandung apa saja jenisnya. Ya ada beberapa mereknya. Obatnya kan bukan hanya obat panas, ada yang ditambah obat batuk pileknya," tegasnya.
"Kami masih belum tahu yang mana obat sirup yang mengandung Etilen Glikol. Yang jelas ada kemungkinan keracunan dari zat etilen."
Tunggu Hasil Uji Lab
Dari 49 kasus gagal ginjal akut pada anak, Lies Dina Liastuti menyampaikan, tidak semua pasien anak mengonsumsi obat yang sama. Ada berbagai merek obat.
"Ya (obatnya) ada yang sama, ada yang beda. Jadi, ada beberapa obat, makanya kami lagi menunggu hasil sampel obat yang kami kirim ke lab. Tinggal menunggu hasilnya," ujarnya.
Terkait kemungkinan penyebab pasien gagal ginjal akut yang dirawat, Lies masih belum tahu pastinya. Tindak lanjut yang dilakukan pun berupa surveilans dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Kesehatan DKI Jakarta.
"Nah, apakah (penyebabnya) pencemaran lingkungan, kita juga enggak tahu. Kalau pencemaran lingkungan bisa saja, tapi mengapa kalau satu lingkungan yang terkena hanya anak ini saja, contohnya begitu. Karena kami adalah orang rumah sakit, orang kesehatan, yang kami pikirkan, masalah yang lainnya kami kolaborasi melalui Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan untuk melakukan surveilans," jelasnya.
"Ini untuk melihat kemungkinan lainnya. Tapi minimal dari sisi obat, kami coba untuk menyingkirkan dulu. Kalau misalnya sekarang sudah ada kandungan Etilen Glikol dalam darah seorang anak, yang penting kami coba untuk menghilangkan itu dari dalam tubuh."
Advertisement
Wawancara dengan Keluarga Pasien
Data obat sirup yang diperoleh RSCM juga diperoleh dari hasil wawancara dengan keluarga pasien gangguan ginjal akut. Data pun juga dikonfirmasi kembali ke rumah sakit sebelumnya.
Dalam hal ini, pasien anak yang dirawat di RSCM sudah memperoleh penanganan lebih dulu di fasilitas kesehatan tingkat C dan B.
"Ada wawancara soal pasien, itu adalah Standar Operasional Prosedur (SOP) semua dokter waktu ketemu pasien. Bukan sesuatu yang aneh. Akhirnya, kami punya daftar obatnya juga dari rumah sakit yang melakukan rujukan," Lies Dina Liastuti menambahkan.
Lebih lanjut, Lies mengatakan, kasus gangguan ginjal akut tidak hanya tercatat di RSCM saja, rumah sakit lain juga melaporkan temuan kasus. Surveilans di tingkat pusat juga diupayakan Kemenkes dan Dinkes DKI Jakarta.
"Karena kasusnya sudah bukan hanya di RSCM saja, maka Pak Menteri (Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin) mengerahkan, lalu minta untuk melakukan surveilans. Jadi dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Dinkes DKI Jakarta," lanjutnya.
"Mereka langsung penyisiran ke rumah sakit-rumah sakit yang menjadi perujuk RSCM untuk dicek lagi soal obat apa dan kepada siapa saja diberikan."
Cemaran Etilen Glikol pada Obat
Berkaitan dengan obat sirup, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melakukan pengawasan dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat guna mencermati cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Data sampai dengan 19 Oktober 2022 yang menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 (lima) produk berikut:
- Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml
- Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml
- Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml
- Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml
- Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml
Pada keterangan resmi BPOM pada 20 Oktober 2022, hasil uji cemaran EG di atas belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.
Sebab, selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca COVID-19.
Advertisement