Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin segera mendatangkan obat gangguan ginjal akut dalam jumlah besar dari Singapura. Obat yang dimaksud adalah jenis antidotum atau antidot (antidote) yang dalam beberapa hari terakhir ini diujicoba di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Uji coba obat antidotum tersebut telah dilakukan terhadap 6 pasien Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) yang menjalani perawatan intensif di RSCM. Dari 6 pasien, 4 di antaranya menunjukkan perbaikan gejala.
Baca Juga
"Sekarang sudah ditemukan obatnya (gangguan ginjal akut) dan diujicoba di RSCM sebagai Tim Ahli Ginjal Nasional. Kami datangkan obatnya dari Singapura, sudah tiba, kami coba ke 6 pasien, nah (dari jumlah itu) 4 pasien positif repsonsif," ungkap Budi Gunadi saat sesi diskusi 'Capaian Kinerja Pemerintah Tahun 2022' pada Jumat, 21 Oktober 2022.
Advertisement
"Begitu kita lihat repsonsnya positif, kami akan segera datangkan dalam jumlah cukup banyak untuk bisa disebarkan di seluruh rumah sakit. Karena ini kejadiannya (gangguan ginjal akut) sudah terindetifikasi di 20 provinsi di seluruh Indonesia dengan total lebih dari 200 kasus."
Walau begitu, Budi Gunadi tidak menyebut secara rinci jumlah antidotum yang akan didatangkan kembali dalam jumlah besar dari Singapura.
Sebagai informasi, antidotum adalah jenis obat penawar racun. Penatalaksanaan terapi keracunan pada umumnya disebut terapi antidotum.
Terapi antidotum menggunakan tatacara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas efek toksik zat beracun atau untuk menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfaat untuk mencegah bahaya selanjutnya.
Antidote yang juga disebut-sebut dapat menangani gagal ginjal akut ini bekerja dengan cara mengurangi penyerapan racun atau dengan mengikat racun. Efek terasa lebih bermanfaat saat diberikan segera setelah seseorang keracunan. Namun antidote dengan cara kerja mengurangi efek metabolit racun bisa diberikan dalam waktu yang bervariasi.
Obat Aman dan Menyembuhkan
Adanya kehadiran obat antidotum atau antidot ini memberikan kabar baik. Sebab, setelah diujicoba terhadap 6 pasien di RSCM Jakarta, obat tersebut aman dan memberikan kesembuhan.
"Obat-obatan ini sudah teridentifikasi dan sudah kita tes dalam sampel tertentu. Itu aman, relatif aman dan menyembuhkan," Menkes Budi Gunadi Sadikin menambahkan.
"Sekarang kami datangkan dalam jumlah cukup besar sehingga mudah-mudahan diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi balita-balita kita kalau keracunan."
Obat antidotum sebelumnya telah didatangkan ke Indonesia dalam jumlah 10 vial pada Selasa, 18 Oktober 2022. RSCM telah menghabiskan dua vial setiap hari untuk 10 pasien yang dirawat.
Adapun RSCM telah merawat 49 pasien sejak Januari sampai Oktober 2022. Data per 20 Oktober 2022, tercatat pasien termuda berusia 8 bulan dan tertua 8 tahun. Dari jumlah itu, 69 persen di antaranya meninggal dunia.
Advertisement
Mampu Ikat Racun dalam Tubuh
Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti mengatakan, pemberian antidotum berdasarkan kajian dari sejumlah ahli, termasuk ahli dari Australia dan Inggris yang ikut menangani kasus kematian anak gangguan ginjal akut misterius di Gambia, Afrika Barat.
Pengadaan dan pemberian obat antidotum telah melalui izin dan kerja sama dari Kementerian Kesehatan. Disebutkan bahwa antidotum dapat mengikat racun yang beredar dalam tubuh.
"Ternyata ada zat yg terkandung dalam obat tertentu yang bisa mengikat racun dalam tubuh seseorang. Kita cari obatnya, ternyata salah satunya yang menjual adalah Singapura," kata Lies saat konferensi pers di Gedung Kiara, RSCM Jakarta pada Kamis, 20 Oktober 2022.
Obat penawar racun antidotum yang telah datang dalam jumlah 10 vial kini sudah menipis di RSCM. RSCM pun meminta izin Kemenkes untuk mendatangkan antidotum lagi.
"Karena sudah menipis, kami meminta izin Kemenkes untuk mendatangkan antidotum lagi," lanjut Lies.
50 Persen Balita Meninggal
Menkes Budi Gunadi Sadikin menjelaskan salah satu faktor di balik penyebab kematian anak yang mengalami gagal ginjal akut misterius. Bahwa penanganan awal dan obat yang tepat sebelumnya tidak diketahui.
"Anak yang meninggal itu banyak sekali. Angka kematiannya 50 persen meninggal. Karena apa? Kita enggak tahu juga treatment (perawatan) obatnya khusus gangguan ginjal ini bagaimana," jelasnya.
Lebih lanjut, Budi Gunadi mengatakan, kematian anak pada kasus gagal ginjal akut berdasarkan catatan yang dihimpun Kemenkes RI secara nasional antara 35 - 40 kasus per bulan. Bahkan ia memperkirakan masih ada pasien lain yang tidak terdeteksi.
"Anak-anak yang meninggal 35 - 40 kasus per bulannya yg terdeteksi, nah yang tidak terdeteksi bisa 3 sampai 5 kali lipat dari itu. Jadi, yang terdeteksi di rumah sakit sekitar 35 sampai 40 kasus per bulan dan naik terus kasusnya," lanjutnya.
Advertisement