Riset ILO: 70 Persen Lebih Pekerja Indonesia Pernah Alami Kekerasan atau Pelecehan

Konsep decent work atau kerja layak adalah kondisi ketika seseorang dapat melaksanakan kerja secara bebas, setara, aman, dan diakui hak serta martabatnya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 13 Des 2022, 17:00 WIB
Diterbitkan 13 Des 2022, 17:00 WIB
UMP DKI Jakarta 2023 Resmi Naik Menjadi Rp 4,9 Juta
Pekerja tengah melintas di kawasan Kendal, Jakarta, Jumat (9/12/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2023 sebesar 5,6 persen atau menjadi Rp 4,9 juta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Konsep decent work atau kerja layak adalah kondisi ketika seseorang dapat melaksanakan kerja secara bebas, setara, aman, dan diakui hak serta martabatnya.

Sayangnya, banyak pemberi kerja di Indonesia belum memahami konsep ini. Riset International Labour Organization (ILO) (2022) menyatakan setidaknya 70,93 persen pekerja Indonesia pernah mengalami kekerasan ataupun pelecehan di tempat kerja.

Dari awal tahun 2022 hingga saat ini, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang menyebabkan setidaknya 5.000 orang kehilangan pekerjaan.

Pakar hukum, ketenagakerjaan, dan kesehatan memandang anak muda Indonesia sulit mencapai kerja layak lantaran pemerintah maupun pemberi kerja belum memahami pentingnya konsep ini.

Peneliti Trade Union Rights Centre (TURC) Syaukani Ichsan menyampaikan tantangan anak muda Indonesia untuk mencapai decent work.

Decent work perlu mengarah pada upaya mengurangi tingkat pekerja muda yang tidak bekerja, tidak sedang memiliki pendidikan, atau tidak sedang mengikuti pendidikan,” tutur Ichsan di acara Youth Gathering yang digelar di Taman Literasi Martha Tiahahu, Jakarta, mengutip keterangan pers.

Namun, tujuan decent work kerap sulit terwujud, salah satunya karena telah terjadi perubahan besar di sektor ketenagakerjaan pasca disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK).

“Kehadiran UU CK semakin menyulitkan pekerja memperoleh status kerja tetap. Ini dikarenakan terdapat aturan hukum untuk memperpanjang status kontrak buruh tersebut. Apabila pekerjaan belum selesai, pemberi kerja dapat memperpanjang masa kerja buruh tersebut sampai selesai pekerjaannya,” ungkap Ichsan kembali.


UU CK Dianggap Bermasalah

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Nabiyla Risfa Izzati juga melengkapi pandangan Ichsan.

“Kehadiran UU Cipta Kerja masih cenderung sebagai upaya penciptaan lapangan kerja, bukan kualitas kerja. Padahal, lapangan kerja yang berkualitas dicirikan adanya job security atau kondisi dan perasaan nyaman dalam melaksanakan kerja,” ungkap Nabiyla.

UU No. 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja terdiri setidaknya atas 15 bab dan 186 pasal dan mengubah 78 UU terkait. Kehadiran UU CK yang dinyatakan ‘inkonstitusional bersyarat’ atau perlu diperbaiki prosedur penetapannya oleh Mahkamah Konstitusi pada November 2021 lalu, dianggap bermasalah. Karena memudahkan sistem kerja kontrak, mempermudah PHK, hingga mengurangi pesangon.


Kerentanan Kerja

Perwakilan Perempuan Mahardhika, Jihan Faatihah, menyebut identifikasi interseksionalitas identitas pekerja juga penting untuk menentukan bentuk atau jenis kerentanan yang dialami pekerja.

“Contohnya adalah pabrik garmen yang menjadi salah satu industri tempat perempuan muda kerap bekerja dengan jam kerja yang panjang, target yang tinggi, dan mengalami kekerasan hingga pelecehan seksual.”

“Identifikasi terhadap kerentanan pekerja sebaiknya bukan hanya berdasarkan umur, tapi juga berdasarkan analisis kelas sosial dan relasi gendernya,” kata Jihan.

Untuk mewujudkan masa depan ketenagakerjaan yang baik, Setyo A. Saputro dari Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Jabodetabek menyatakan pentingnya anak muda berserikat.

“Anak-anak muda perlu bergabung dengan serikat untuk mewujudkan situasi ketenagakerjaan yang baik. Dengan cara itu mereka bisa memahami persoalan ketenagakerjaan dan membangun daya tawar di hadapan pemberi kerja,” ungkapnya.


Harus Ada Tindakan Nyata

Chief Executive Officer Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih juga menyepakati adanya persoalan ketenagakerjaan yang dialami anak muda saat ini.

Menurutnya, ketidakpastian yang dihadapi kaum muda di dunia kerja sudah terjadi sebelum Sustainable Development Goals dicetuskan.

Adanya pandemi membuat ancaman ketidaktersediaan lapangan kerja yang layak untuk anak muda kian nyata. Padahal, populasi kaum muda mencapai 60 persen dari populasi dunia dan mereka menjadi ujung tombak pembangunan pada 2030.

“Harus ada pemikiran dan perlakuan nyata dari pemberi kerja untuk melihat para pekerja dan profesional muda sebagai human capital. Sayangnya, hingga kini angkatan kerja yang berusia muda sering ditempatkan dalam kondisi yang tidak memiliki peluang jenjang karier dan pemenuhan hak ketenagakerjaan yang jelas,” ungkap Diah.

Lebih lanjut, Diah menyatakan momen diskusi ini sekaligus menandai komitmen untuk mulai membahas permasalahan ketenagakerjaan yang kerap dialami tenaga kesehatan.

“Saat ini, kami tengah mengolah sebuah kajian komprehensif mengenai health labour market,” tutupnya.

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya