Liputan6.com, Jakarta - Dampak resesi global yang diprediksi akan dialami oleh sepertiga ekonomi dunia, disebut-sebut juga akan dirasakan oleh masyarakat yang tidak tinggal di negara yang tengah resesi. Hal ini disampaikan Managing Director IMF Kristalina Georgiva.
"Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," ujar Georgiva dalam CBS Face the Nation.
Baca Juga
Kekhawatiran akan resesi global muncul lantaran sejumlah isu yang berdampak pada sektor ekonomi seperti pandemi COVID-19, perang Rusia-Ukraina, lonjakan inflasi, serta suku bunga tinggi.
Advertisement
Bayang-bayang resesi seperti tingginya inflasi telah menghantui negara-negara ekonomi besar dunia sejak penghujung tahun lalu. Hal itu memicu kenaikan suku bunga yang agresif.
Tanda-tanda resesi global 2023 disebut-sebut telah masuk ke Indonesia. Salah satunya yakni turunnya kinerja ekspor pada 2023. Jika dampak risiko resesi global itu tidak tergantikan, pengamat ekonomi menyebut pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran mungkin saja terjadi.
Sejumlah perusahaan besar dunia pun telah melakukan pemangkasan karyawan. Hal itu dilakukan agar tetap bisa beroperasi dengan pengeluaran yang lebih kecil demi beradaptasi dengan ketidakpastian kondisi ekonomi. Delapan perusahaan yang tercatat telah mulai mengurangi jumlah karyawan yakni Google, PayPal, Zoom, Boeing, Dell, Yahoo, Meta, dan Ford.
Ketidakpastian kondisi ekonomi tak ayal memunculkan kecemasan di masyarakat. Penting diketahui, kecemasan pun bisa memicu permasalahan finansial bagi individu.
“Ketika kita berbicara tentang kecemasan, kita berbicara tentang ketidakpastian,” kata psikoterapis berlisensi Bea Arthur, CEO The Difference, yang menyediakan teleterapi sesuai permintaan untuk perusahaan dan komunitas.
“Kita tidak bisa melihat seberapa buruk resesi yang akan terjadi atau apakah itu akan datang,” tambahnya.
Dilansir CNBC, definisi kecemasan atau anxiety menurut American Psychological Association, adalah "emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir, dan perubahan fisik seperti peningkatan tekanan darah".
Emosi itu bisa berdampak langsung pada kehidupan finansial individu. Mereka yang cemas atau stres lebih cenderung terlibat dalam perilaku keuangan yang mahal, termasuk meminjam dari perusahaan jasa keuangan berbiaya tinggi dan menarik uang tunai dari rekening pensiun, menurut laporan dari Financial Industry Regulatory Authority Investor Education Foundation and Global dan Global Financial LIteracy Exellence Center.
Persempit Fokus
Berikut lima cara mengatasi kecemasan sebelum mengganggu kesehatan mental dan finansial Anda, menurut psikolog.
1. Persempit fokus
Kurangi perhatian pada berita makroekonomi dan lebih fokus pada situasi khusus Anda, kata psikolog keuangan dan perencana keuangan bersertifikat Brad Klontz.
"Itu benar-benar akan menyelamatkan Anda dari sekitar 75% stres," katanya.
Saat Anda menerima berita seputar peluang resesi atau laporan ekonomi lainnya, amati tetapi jangan diserap, kata Arthur. Lagi pula, kapasitas otak manusia dirancang hanya untuk peduli pada orang-orang terdekat saja, jelasnya.
“Kita diminta untuk memperluas dan membiarkan begitu banyak krisis, begitu banyak pemicu stres memasuki medan energi kita, kita harus mundur,” katanya. "Kita harus mendapatkan kembali kekuatan kita."
2. Konsultasi dengan penasihat keuangan
Klontz yang merupakan profesor praktik psikologi keuangan dan keuangan perilaku di Creighton University Heider College of Business mengatakan, berbicara dengan penasihat keuangan dapat menenangkan pikiran Anda. Ini karena kecemasan benar-benar tentang ketidakpastian seputar kejadian di masa depan.
Studi Perencanaan & Kemajuan 2022 Northwestern Mutual membuktikan hal itu. Menurut survei yang dilakukan dengan Harris Poll 8-17 Februari dan berdasarkan sampel dari hampir 2.500 orang, sekitar 54% orang dewasa AS mengatakan mereka agak atau sangat cemas tentang keuangan mereka.
Namun, persentase itu turun menjadi 46% untuk orang yang menggunakan jasa penasihat keuangan dan 47% untuk mereka yang mengidentifikasi diri sebagai perencana yang disiplin.
Advertisement
Luangkan Waktu untuk Berpikir
3. Lakukan latihan 'skenario terburuk'
Ini adalah latihan favorit Klontz, yang mengarahkan Anda melalui apa yang akan terjadi sebagai tanggapan atas serangkaian peristiwa.
Bicarakan tentang ketakutan Anda, seperti "Saya khawatir tentang resesi", lalu tanyakan pada diri sendiri, "Lalu apa yang akan terjadi?"
Lanjutkan dari sana, jadi jika jawaban untuk pertanyaan pertama adalah "Saya mungkin kehilangan pekerjaan", tanyakan pada diri sendiri "Lalu apa yang akan terjadi?" Terus jalankan semua skenario dari sana, kata Klontz.
“Latihan skenario terburuk adalah seperti melompat dari tebing emosional,” katanya. "Ketika Anda menjalankan skenario, itu tidak mengancam jiwa dan tidak seburuk yang mereka takutkan."
Di sisi lain, stres lah yang dapat menyebabkan kerusakan nyata. "Stres keuangan dapat membunuh Anda, tetapi situasi keuangan kita jarang mengancam jiwa," kata Klontz.
4. Luangkan waktu sejenak
Ini mungkin terdengar basi, tetapi meluangkan waktu sejenak untuk berhenti dan menarik napas dalam-dalam dapat sangat membantu.
“Saat kita dibanjiri emosi, kita menjadi tertantang secara rasional,” jelas Klontz. “Kuncinya adalah menenangkan otak emosional Anda sebelum mengambil keputusan.”
Itu bisa menghentikan Anda dari membuat keputusan keuangan yang buruk, seperti menjual saham secara panik saat pasar turun.
5. Perluas kerangka referensi
Ketika pasar menjual dan grafik untuk minggu ini membuatnya terlihat seperti terjun bebas dari tebing, itu adalah kerangka acuan yang sempit, kata Klontz.
Sebagai investor jangka panjang, Anda tentu menginginkan kerangka acuan lebih luas. Saat Anda melakukan itu, tebing justru lebih terlihat seperti lubang, jelasnya.
“Perpanjang janga waktu menjadi 10 tahun, 15 tahun,” kata Klontz. “Ini adalah pendakian gunung yang stabil, dengan beberapa lubang di sepanjang jalan.”
Juga ingat bahwa orang biasanya berinvestasi di lebih dari satu kelas aset, jadi ketika Anda melihat pasar turun, ketahuilah bahwa portofolio terdiversifikasi Anda mungkin tidak tenggelam terlalu dalam.
Bagaimana Dampak Resesi Global pada Indonesia?
Tanda-tanda resesi global pun disebut-sebut telah mulai tampak di Indonesia. Hal itu tercermin dari menurunnya tingkat ekspor dan melemahnya investasi pada 2023.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut kinerja ekspor kuartal pertama tahun ini mengalami pelemahan jika dibandingkan dengan kinerja pada kuartal IV tahun 2022.
“Ekspor kita di kuartal I-2023 ini rada-rada, tidak sebaik di kuartal IV-2022. Ini tanda-tanda sudah mulai menurun,” kata dia.
Selain kinerja ekspor, Bahlil juga mengkhawatirkan terganggunya investasi yang masuk di tahun 2023. Apalagi targetnya naik menjadi Rp1.400 triliun. Masuknya investasi asing ke Indonesia di kuartal perdana ini juga tidak lebih baik dari capaian di kuartal IV-2022.
Meski demikian, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah memandang kalau dampak resesi global itu cenderung masih rendah. Artinya, ekonomi Indonesia masih bisa menopang dengan setiap capaian-capaiannya.
"Menurut saya seharusnya lebih baik. Karena kondisi perekonomian yang lebih baik pasca pandemi," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (19/2/2023).
Piter mangamini kalau pelemahan ekonomi global pasti akan turut berdampak ke Indonesia, cepat atau lambat. Namun, hingga bulan kedua 2023 ini, dia tidak melihat tanda-tanda yang serius.
Dia masih melihat adanya tren yang positif dari neraca pergadangan per Januari 2023. Padahal, ada faktor pelambatan dari akhir tahun lalu yang disebut-sebut jadi sinyal resesi.
"Pelemahan global kalau terjadi pasti akan berdampak ke Indonesia. Tapi sejauh ini belum terlihat. Neraca perdagangan Januari masih surplus cukup besar di-support oleh harga komoditas yang masih bertahan tinggi," ungkapnya.
Advertisement