IDI: Perlindungan Hukum di RUU Kesehatan Tidak Jelas, Masih Ada Penganiayaan Nakes

Perlindungan hukum di RUU Kesehatan tidak jelas dengan masih ada penganiayaan terhadap tenaga kesehatan (nakes).

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 08 Jun 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2023, 11:00 WIB
Komnas Perempuan Desak Kasus Kekerasan Seksual di Gundar Tak Berakhir Damai
Ilustrasi Perlindungan hukum di RUU Kesehatan tidak jelas dengan masih ada penganiayaan terhadap tenaga kesehatan (nakes). (Pexels/karolina grabowska)

Liputan6.com, Jakarta - Pada Aksi Damai Jilid 2 dari sejumlah Organisasi Profesi Kesehatan, salah satu yang disorot mengenai perlindungan hukum kepada dokter dan tenaga kesehatan (nakes) di dalam RUU Kesehatan. Bahwa belum ada kejelasan terkait perlindungan hukum yang dimaksud. 

Juru Bicara Aksi Damai Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria menyatakan, sampai sekarang masih terjadi penganiayaan terhadap tenaga kesehatan. Ia juga menyayangkan berbagai unggahan di media sosial yang kerap memviralkan dokter dan perawat, padahal belum tentu mereka terbukti bersalah atas prosedur yang dilakukan.

"Soal ketidakjelasan atas perlindungan (di RUU Kesehatan), masih adanya penganiayaan. Tidak hanya terhadap perawat, dokter, tenaga kesehatan," terang Beni saat Aksi Damai Jilid 2 'Setop Pembahasan RUU Kesehatan' di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta pada Senin, 5 Juni 2023.

"Mulai dari memviralkan pelayanan yang mereka sendiri tidak tahu. Kami sendiri tidak terlibat, karena obat itu bukan urusan kami. Dokter itu bukan seperti pedagang yang dia kemudian membawa semua barang dagangannya, lalu ada semua makanan dan minuman."

Berikan Pelayanan Kesehatan Sesuai Profesionalisme

Beni menegaskan, para dokter dan nakes berupaya memberikan pelayanan kesehatan. Namun, dianggap menjadi objek yang sering disalahkan, misalnya terjadi kekurangan alat, alat yang tidak terstandar.

"Kami datang di situ memberikan pelayanan kesehatan sesuai profesionalisme. Tetapi kalau tidak ada obat, kenapa kami yang disalahkan? Tidak ada alat, kami yang disalahkan. Tidak standar (alat), kami yang disalahkan," tegasnya.

Harus Bentuk Sistem Pelayanan Kesehatan yang Baik

Menurut Beni Satria, Pemerintah justru harus membentuk sistem pelayanan kesehatan yang baik. Fokus pada pelayanan pencegahan.

"Bahwa yang harus dibentuk oleh Pemerintah adalah sistem pelayanan kesehatan yang baik. Khususnya di dalam memberikan pelayanan kesehatan," ucapnya.

"Jadi, jangan berpikirnya kuratif dan rehabilitatif. Apa kuratif dan rehabilitatif? Berfokusnya hanya kepada pengobatan, bukan kepada pencegahan." 

Tidak Ada Kejelasan di Dalam RUU Kesehatan

Selain itu, tidak ada juga kejelasan soal aturan lebih rinci preventif dan promotif di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

"Mau dibentuk atau mau dicetak sebanyak apapun dokter spesialis atau dokter subspesialis, kalau kita tidak berpikir pencegahan dan preventif-promotif itu omong kosong," pungkas Beni.

"Jadi mau dicetak sebanyak apapun dokter spesialis, kalau kita tidak mendidik masyarakat bagaimana mencegah penyakit agar tidak jatuh sakit, itu sia-sia saja.  Ini yang ingin kita tanyakan. Dan tidak ada kejelasan draft itu di dalam RUU."

Penolakan RUU Kesehatan Hambat Perlindungan Nakes

Tes Covid-19
Ilustrasi penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah justru berpotensi menghambat kebutuhan terhadap pelindungan hukum yang lebih jelas dan kuat untuk dokter, perawat, bidan, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan. Credits: pexels.com by Gustavo Fring

Adapun penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah justru berpotensi menghambat kebutuhan terhadap pelindungan hukum yang lebih jelas dan kuat untuk dokter, perawat, bidan, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril mengatakan, pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan sudah ada di undang-undang yang berlaku saat ini.

Tidak ada organisasi profesi dan individu yang bersuara dan berinisiatif untuk memperbaikinya setelah berlaku hampir 20 tahun ini.

Perbaiki Perlindungan Hukum Jadi Lebih Baik

“DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada sehingga pasal-pasal terkait perlindungan hukum ini menjadi lebih baik. Pemerintah pun mendukung upaya ini," kata Syahril dalam keterangannya, Kamis (11/5/2023).

"Menolak RUU akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu. Yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes."

Pasal Perlindungan Nakes yang Bermasalah

Salah satu usulan peraturan dalam RUU Kesehatan Omnibus Law yang dianggap bermasalah oleh organisasi profesi adalah situasi saat dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.

Padahal, menurut Mohammad Syahril, aturan tersebut adalah aturan lama yang sudah berlaku di UU Praktik Kedokteran 29 Tahun 2004.

Pada pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29 Tahun 2004 disebutkan:

setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan:

pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Menurut Syahril pasal-pasal di atas masih dalam pembahasan oleh DPR dan pemerintah untuk dapat diperbaiki.

Infografis Alasan Organisasi Profesi Tolak Pembahasan RUU Kesehatan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Alasan Organisasi Profesi Tolak Pembahasan RUU Kesehatan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya