Liputan6.com, Jakarta Penularan antraks pada manusia perlu diperhatikan, terlebih lagi berkaitan dengan spora bakteri yang sangat konsisten terhadap kondisi lingkungan dan bertahan lama di dalam tanah. Apalagi menyusul adanya kejadian kasus antraks di Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Imran Pambudi mengungkapkan, spora ini terbentuk apabila bakteri penyebab antraks, yakni Bacillus anthracis (B. anthracis) berkontak dengan udara.
Baca Juga
Yang paling berbahaya adalah ketika spora itu menyerang paru-paru dan otak. Kategori ini yang disebut tipe antraks paru-paru.
Advertisement
"Tipe paling berat itu yang tipe pernapasan, case fatality rate (kematian) bisa sampai 80 persen. Ini yang membuat penderita cepat meninggal karena dia (spora) masuk ke paru-paru," ungkap Imran menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat Konferensi Pers Perkembangan Situasi Antraks di Indonesia pada Kamis, 6 Juli 2023.
"Beberapa kali yang mungkin terjadi adalah dari paru, dia bisa juga sporanya ke otak sehingga menyebabkan meningitis (radang selaput otak). Ini menimbulkan komplikasi yang lebih berat."
Masuk sampai Dinding Pernapasan
Imran menekankan, tipe antraks paru-paru ini akan masuk sampai dinding pernapasan. Kondisi dapat mengakibatkan perburukan pernapasan.
"Antraks tipe paru-paru atau inhalasi masuk sampai dinding pernapasan. Spora antraksnya terhisap melalui partikel pernapasan," terangnya.
3 Jenis Antraks pada Manusia
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama membeberkan manifestasi penyakit antraks pada manusia ada tiga jenis. Pertama adalah antraks kulit. Ini merupakan jenis antraks yang paling sering terjadi, tetapi tidak berbahaya.
"Kata antraks memang bermakna "arang" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam," jelasnya melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 5 Juli 2023.
Antraks Pencernaan dan Paru
Kedua adalah antraks pencernaan serta yang ketiga adalah antaks paru atau pernapasan, yang juga pada sebagian kasus dapat menjadi berat.
"Ini juga menyebabkan syok serta meningitis dan bahkan kematian," lanjut Tjandra Yoga.
Advertisement
Spora Bertahan Puluhan Tahun di Tanah
Kembali disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi, penyakit antraks tidak hanya menyerang hewan herbivora seperti sapi dan kambing, namun juga dapat menularkan pada manusia.
"Antraks ini umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba dan yang lain. Dan yang paling penting, penyakit ini bisa menular pada manusia," jelasnya.
Bakteri dalam Spora Akan Sulit Mati
Imran menjelaskan bahwa bakteri penyebab antraks akan membentuk spora jika kontak dengan udara. Spora inilah yang nantinya berfungsi sebagai pelindung bakteri tersebut.
"Nah, bakteri penyebab antraks ini bila kontak dengan udara itu akan membentuk spora, di mana spora ini fungsinya sebagai pelindung. Sehingga bakteri yang ada di dalam spora ini akan sulit untuk mati, karena dia terlindungi dengan spora ini," jelasnya.
Oleh karena itu, bakteri antraks akan tetap hidup di dalam tanah, bahkan hinggap puluhan tahun lamanya.
"Dan ini bisa bertahan sampai puluhan tahun di dalam tanah," pungkas Imran.
Spora Bertahan 75 Tahun
Menyikapi kejadian antraks di Gunungkidul, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jateng Agus Wariyanto meminta masyarakat untuk mengubur bangkai ternak yang diduga suspek antraks dengan baik.
Sebab, spora yang ditimbulkan penyakit ini, bisa bertahan hingga 75 tahun, meski bangkai hewan yang tertular telah dikubur.
"Memang penyakit ini zoonosis, bisa menular ke manusia. Tetapi upaya pencegahan penting, misal kalau terjadi antraks (bangkai hewan) dikubur, kalau perlu dicor dan ditandai,"Â kata Agus dalam keterangan, Kamis (6/7/2023).
"Karena sporanya bisa bertahan 75 tahun. Sehingga generasi berikutnya tahu di situ ada hewan yang tertular."
Advertisement