Soal Temuan Varian Virus COVID-19 dengan 113 Mutasi pada Pasien di Jakarta, Ini 3 Respons Eks Bos WHO

Ilmuwan temukan virus COVID Delta dengan 113 mutasi. Begini respons eks bos WHO terkait hal ini.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 15 Jan 2024, 16:12 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi virus corona, COVID-19, Long COVID
Ilustrasi virus corona, COVID-19, Long COVID. (Photo by kjpargeter on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Awal pekan ini, media asing menuliskan soal temuan varian virus COVID-19 dari Delta paling bermutasi di dunia ternyata di Indonesia. Varian Delta strain tersebut ditemukan berdasarkan swab pasien di Jakarta.

Di Daily Mail disebutkan: varian virus Corona paling bermutasi dari Delta tersebut dilaporkan memiliki 113 mutasi unik dibandingkan dengan varian Omicron yang membawa sekitar 50 mutasi.

Terkait temuan varian virus COVID-19 dari Delta tersebut, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa COVID-19 memang masih akan selalu bermutasi dan timbul varian-varian baru.

Varian baru yang muncul kemungkinan bakal ada tiga:

1. Base: standar seperti varian sekarang pada umumnya

2. Best: varian baru yang muncul akan lebih lemah dari sebelumnya sehingga atidak perlu pengulangan vaksin baru

3. Worst: varian baru memang lebih berat dari sebelumnya.Lakukan Analisis MendalamBelum diketahui dengan pasti karakteristik pada varian virus COVID-19 dengan 113 mutasi tersebut. Maka dari itu, Yoga menyarankan untuk melakukan analisis mendalam secara genomik dan epidemiologik lapangan.

"Artinya, secara genomik dicek analisa rantai molekulernya, baik pada kasus itu maupun pada kasus lain dari Indonesia yang dikirim ke GISAID. Juga, perlu di cek di lapangan tentang kasus itu, bagaimana gambaran kliniknya, bagaimana penularan ke orang sekitarnya," kata Tjandra. 

 

Lakukan Surveilan Genomik

Tjandra juga menyarankan untuk menjaga pemerintah tetap melakukan surveilan genomik dengan angka tinggi lantaran tetap ada kemungkinan kehadiran varian baru COVID-19. Yang bisa jadi masuk kategori base, best, atau worst.

Lalu, bila muncul temuan varian baru segera lakukan analisis tentang kemungkinan penularan yang sudah terjadi. Menurut Tjandra, hal ini umum dilakukan untuk penyakit menular bukan hanya COVID-19 saja.

"Ini adalah praktek yang umum untuk penyakit menular langsung, ada atau tidak adanya pandemi," kata pria yang juga Guru Besar FKUI itu.

Kata Kemenkes soal Temuan Varian Virus COVID-19

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahril mengatakan ada dua fakto yang memengaruhi kemunculan varian COVID Delta yang paling bermutasi.

Temuan bahwa SARS-CoV-2 paling bermutasi di Indonesia, penjelasannya bisa salah satu dari ini. Pertama, surveilans genomik di Indonesia bagus, ya mungkin lebih bagus dibandingkan beberapa negara lainnya," ungkap Syahril.

"Sehingga mampu cepat melihat terjadinya varian/subvarian baru yang muncul akibat mutasi," saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Senin, 31 Juli 2023.

 

Penularan Masih Terjadi di Indonesia

Ilustrasi varian COVID-19, omicron
Ilustrasi varian COVID-19, omicron. (PHoto by brgfx on Freepik)

Selanjutnya, mutasi virus Corona hanya terjadi ketika terjadi transmisi. Dalam hal ini, faktor kedua adalah masih terjadi penularan COVID di Indonesia.

"Berarti penularan masih banyak terjadi di Indonesia. Ini karena di dunia, termasuk Indonesia sudah tidak ada pembatasan mobilitas dan aktivitas di ruang publik," terang Syahril.

 

Infografis Beda Bahaya Covid-19 Varian Delta dengan Delta Plus
Infografis Beda Bahaya Covid-19 Varian Delta dengan Delta Plus (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya