Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan data-data terkait permasalahan penduduk Indonesia.
Salah satunya terkait nasib malang anak-anak yang tinggal di rumah tak layak huni. Mengacu pada Survei Status Gizi Indonesia (SSGI 2022), Muhadjir mengatakan, terdapat 21,6 persen balita stunting dan 57,91 persen anak usia dini tinggal di rumah tidak layak huni.
Baca Juga
Data lain juga menunjukkan, setidaknya 7,48 persen anak tinggal bersama orangtua tunggal dan 1,69 persen anak tidak tinggal bersama orangtuanya.
Advertisement
Bahkan, 16,4 persen anak belum memiliki akta kelahiran dan 3,73 persen balita mendapatkan pengasuhan tidak layak menurut data Susenas (2018).
Permasalahan Pemuda Indonesia
Selain bayi dan anak-anak, permasalahan kehidupan juga dialami para pemuda Indonesia. Menko Muhadjir mengutip data Statistik Pemuda Indonesia (2022) yang menunjukkan:
- Sebanyak 2,26 persen pemuda melakukan perkawinan di bawah umur 16 tahun (perkawinan anak).
- Satu dari empat pemuda merokok.
- Meningkatnya angka perceraian 15 persen (2021-2022) dengan penyebab utama (64 persen) perselisihan dan pertengkaran, penggunaan narkoba dan ekspos pornografi.
- Hanya 10 persen pemuda tamat perguruan tinggi.
- Sebanyak 33,05 persen pemuda Indonesia masih bekerja dengan penghasilan kurang layak.
Permasalahan Lansia Indonesia
Kelompok senior atau lanjut usia (lansia) juga tak luput dari permasalahan. Data Statistik Penduduk Lanjut Usia (2022) menunjukkan:
- Sebanyak 10,48 penduduk Indonesia adalah lansia.
- Sebanyak 7,25 persen lansia tinggal sendirian.
- Satu dari empat lansia merokok.
- Adanya penurunan kondisi kesehatan lansia (angka kesakitan lansia 24 persen) sehingga dibutuhkan perawatan jangka panjang bagi lansia.
Advertisement
Permasalahan Kemiskinan
Sementara terkait masalah kemiskinan, berdasarkan data BPS (2023) semester I (Maret), masih terdapat 9,36 persen penduduk miskin yang tersebar di perkotaan dan pedesaan.
Muhadjir mengatakan, selain situasi tersebut, keluarga juga menghadapi berbagai tantangan di era saat ini.
“Antara lain, perubahan struktur keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga inti (nuclear family), perubahan peran gender misalnya rumah tangga dikepalai oleh wanita dan pekerja wanita,” kata Muhadjir mengutip keterangan pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jumat (25/8/2023).
Selain itu, keluarga juga dihadapkan pada meningkatnya biaya hidup dan tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Di sisi lain, ketidakseimbangan kehidupan kerja dapat meningkatkan konflik dan stres.
Ada pula dampak teknologi informasi dalam keluarga yang membuat kurangnya waktu kebersamaan antar anggota keluarga. Ini merupakan akibat dari kecanduan gawai, yang berpengaruh pula pada kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya individualisme.
Meningkatkan Human Capital Index
Dalam keterangan yang sama, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan soal perlunya meningkatkan Human Capital Index (HCI).
HCI merujuk pada modal manusia atau sumber daya manusia (SDM) yang akan berpengaruh pada pembangunan negara.
“Salah satu visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang telah diluncurkan Bapak Presiden pada tanggal 15 Juni 2023 adalah meningkatkan HCI menjadi 0.72. Saat ini posisi Indonesia berada pada peringkat 96 dari 173 negara dengan skor 0,54,” kata Hasto.
Artinya, hanya 54 persen dari anak Indonesia yang dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan. Itu pun jika mereka menyelesaikan pendidikan dan menerima layanan kesehatan.
“Besar sekali makna perubahan komposisi penduduk dalam skenario pembangunan nasional. Untuk itu, investasi modal manusia sangat perlu memperhatikan siklus hidup, memastikan tidak ada yang tertinggal,” katanya.
Advertisement