Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini muncul somasi yang ditujukan untuk Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin terkait penghentian penyebaran nyamuk Wolbachia. Somasi tersebut diunggah pada situs Investigasi.org pada 20 Desember 2023.
Pernyataan berjudul Somasi Menteri Kesehatan tentang Nyamuk Wolbachia ini dilayangkan kepada Menkes Budi Gunadi tanggal 19 Desember 2023. Disebutkan bahwa somasi tersebut telah ditandatangani lebih dari 100 orang.
Baca Juga
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menanggapi adanya somasi yang ingin menghentikan penyebaran nyamuk Wolbachia. Bahwa somasi yang dimaksud akan dibahas terlebih dahulu secara internal.
Advertisement
"Kami konsolidasi dulu internal ya terkait somasi ini," kata Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com pada Kamis, 21 Desember 2023.
Organisasi yang Menyuarakan Somasi
Pada somasi penghentian penyebaran nyamuk Wolbachia, ada sekitar 20 organisasi yang ikut menyuarakan, antara lain:
- Bandung Bersatu – Bersatu Bersaudara
- Gladiator Bangsa
- Bela Pati Cinta Bangsa
- Buana Panca Tengah – Bhineka Tunggal Ika
- Front Pembela Padaringan – Sunda Kiwari
- Langlang Buana – Indonesia
- Majelis Adat Sunda
- Padepokan Golok Satria
- Padepokan Sunda Galuh Pakuan Lemah Luhur Nusantara
- Paguyuban AKSAN – Aliansi Kulawarga Sunda Nusantara
- Paguyuban Jawara Sunda
- Pancasona
- Pedjoeang Tanah Air
- PPSI – Paguron Seni Penca Silat Salam Nunggal – Bandung Jawa – Barat
- Rawa Rontek – Satu Nusa Satu Bangsa
- SIKAT – Aksi Reaksi & Kreasi Masyarakat – Mewakili Nurani Rakyat
- Sunda Kiwari – Bela Budaya – Bela Bangsa – Bela Nagara
- Tentara Langit Relawan Karena Alloh
- Triwikrama
- Tim investigasi.org
Poin Somasi Terkait Penghentian Sebar Wolbachia
Isi surat somasi perihal "Permohonan Upaya Keberatan Administratif terhadap tindakan menyebarluaskan agen biologi penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah (Nyamuk Wolbachia)."
Para pemohon somasi meminta Menkes Budi Gunadi Sadikin untuk segera mencabut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1341/2022 dan menghentikan (sementara) segala tindakan menyebarluaskan agen biologi penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah, khususnya Nyamuk yang dimodifikasi dengan bakteri Wolbachia.
Sejumlah poin disoroti oleh para pemohon somasi mengenai program nyamuk Wolbachia. Para pemohon telah mengidentifikasi permasalahan faktual dan kekurangan sebagai berikut:
1. Tidak ada AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan izin terkait untuk program Nyamuk Wolbachia, sedangkan AMDAL dan Izin terkait wajib secara hukum untuk “kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya,” dan/atau “introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik.”
2. Menteri Kesehatan tidak memiliki kewenangan untuk mengizinkan atau memerintahkan kegiatan yang berdampak pada lingkungan/ekosistem
3. Riset lokal di daerah kecil di Yogyakarta telah menjadi dasar untuk program Nyamuk Wolbachia secara nasional. Penelitian yang dilakukan Universitas Jember (Genetic Variation of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) based on DNA Polymorphism) misalnya menunjukkan tingginya tingkat keragaman genetik pada populasi Aedes aegypti, artinya hasil penelitian di satu wilayah kecil belum tentu bisa disamakan hasilnya di wilayah lain, hasil penelitian di Yogyakarta harus dibuktikan terlebih dahulu validitasnya pada populasi Aedes aegypti di wilayah sasaran lain.
4. Asesmen risiko yang dimanipulasi dan tidak lengkap, potensi dampak negatif pada kesehatan dan lingkungan tidak cukup diteliti dan dikecualikan
5. Berbagai penelitian yang telah menjadi dasar untuk program Nyamuk Wolbachia diterbitkan dalam jurnal yang tidak diakui (bahkan dilarang) oleh BRIN
6. Kemenkes berpihak dengan kelompok yang berkepentingan dalam program Nyamuk Wolbachia daripada netral
Advertisement
Risiko Teknologi Wolbachia Belum Jelas
7. Undangan Sepihak dari Komisi IX DPR kepada Menkes yang menyertakan Scott O’Neill Direktur WMP yang merencanakan menyebar 200 juta Nyamuk terinfeksi Wolbachia, di Bali
8. Korelasi bukanlah sebab akibat, penurunan DBD di Yogyakarta (77%) yang diklaim “akibat” program Nyamuk Wolbachia bisa saja terjadi akibat penyebab lain seperti metode pengendalian nyamuk konvensional, iklim atau siklus alami lainnya. Misalnya di Bali DBD juga telah menurun/bervariasi secara drastis, mirip Yogyakarta, tanpa adanya Nyamuk Wolbachia
9. Hasil di Luar Negeri tidak jelas, misalnya di Sri Lanka angka DBD naik tiga kali lipat sejak adanya program Nyamuk Wolbachia, di Singapura (program nyamuk Wolbachia yang sangat luas) angka DBD naik juga dan NEA (National Environment Agency) mengakui bahwa programnya masih dalam fase eksperimen dengan banyak tantangan meskipun telah dimulai pada tahun 2016. NEA Singapura juga telah memperhatikan adanya perubahan fenotipe virus DBD selama uji coba yang mungkin disebabkan oleh kehadiran Nyamuk Wolbachia
10. Sebuah studi komprehensif mengenai masalah evolusi (Wolbachia versus dengue: Evolutionary forecasts) sampai pada kesimpulan bahwa manfaat jangka pendek dari metode wolbachia cukup menjanjikan, namun dampak dan risiko jangka panjangnya tidak diketahui: “analisis kami menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin didapat dari teknologi ini lebih besar daripada dampak negatifnya, namun risiko sebenarnya sebagian besar tidak diketahui”
11. Sebuah penelitian (Reduced competitiveness of Wolbachia infected Aedes aegypti larvae in intra- and inter-specific immature interactions) telah menemukan bahwa Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia melemah sehingga mengurangi persaingan mereka dengan spesies lain, seperti Aedes albopictus yang juga merupakan vektor DBD dan berbagai virus lain, yang dapat menyebabkan peningkatan populasi nyamuk lainnya.
12. Sebuah penelitian (Wolbachia Enhances West Nile Virus (WNV) Infection in the Mosquito Culex tarsalis) telah menemukan bahwa infeksi bakteri Wolbachia meningkatkan tingkat infeksi virus West Nile dalam nyamuk Culex tarsalis. Risiko yang sama/mirip belum cukup diteliti dalam program nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di Indonesia
Soroti Impor Telur Wolbachia dari Australia
13. Kemenkes mengabaikan penolakan dan kekhawatiran yang cukup besar dan berdasar oleh masyarakat
14. Pengaruh asing yang tidak semestinya dan tidak wajar, misalnya World Mosquito Program yang didanai oleh berbagai entitas kontroversial seperti Bill & Melinda Gates Foundation
15. Impor telur Nyamuk Wolbachia dari Australia diduga tanpa izin dan prosedur biosekuriti yang berlaku (LARTAS)
16. Pelanggaran asas dasar informed consent (persetujuan berdasarkan informasi lengkap), risiko disembunyikan oleh Kemenkes dan hanya manfaat yang dipromosikan kepada masyarakat
17. Belum ada tanggung jawab dan ketentuan yang jelas mengenai ganti rugi atas kerusakan/kerugian yang diakibatkan oleh program Nyamuk Wolbachia
18. Pelanggaran otonomi daerah untuk lingkungan hidup dan pariwisata, dampak negatif pada pariwisata – Banyak atau bahkan kebanyakan orang menolak program Nyamuk Wolbachia atau merasa tidak aman dan/atau nyaman dengan adanya Nyamuk Wolbachia, fakta ini telah menjadi jelas dari reaksi nasional dan internasional terhadap program Nyamuk Wolbachia. Penduduk lokal tidak mempunyai pilihan jika Nyamuk Wolbachia dilepaskan tanpa persetujuan mereka di wilayah mereka, namun wisatawan nasional dan internasional dapat dan akan memilih untuk menghindari wilayah tersebut yang akan menyebabkan kerugian (signifikan) bagi industri pariwisata di wilayah tersebut
Berdasarkan seluruh uraian di atas, kiranya permohonan keberatan ini bisa dengan segera ditindak lanjuti oleh Bapak Budi Gunadi Sadikin, selaku Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dan mengabulkan permohonan ini dengan menghentikan (sementara) segala tindakan menyebarluaskan agen biologi penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah, khususnya Nyamuk yang dimodifikasi dengan bakteri Wolbachia atau makhluk hidup lainnya yang dimodifikasi/direkayasa, tulis Pemohon dalam surat somasi.
Advertisement