Liputan6.com, Jakarta - Isu tentang efek samping vaksin AstraZeneca (AZ) baru-baru ini menarik perhatian publik karena disebut-sebut memiliki efek samping Trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS).
Terkait hal ini, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Siti Nadia Tarmizi, memberi tanggapannya.
Baca Juga
Menurutnya, efek samping tersebut bukanlah suatu hal yang baru. Sebagai informasi, vaksin yang telah mendapat izin edar sudah melalui penelitian keamanan yang ketat.
Advertisement
"Ada empat fase, fase satu sampai empat dan sebenarnya ada beberapa catatan di awal, bagi orang-orang yang memiliki masalah kesehatan seperti gangguan pembekuan darah, itu memang dari awal sudah dikatakan AstraZeneca untuk hati-hati dalam pemberiannya," kata Nadia saat ditemui di Jakarta Baratpada Senin, 6 Mei 2024.
Nadia menambahkan bahwa sebelumnya Komnas KIPI telah melakukan kajian di tujuh provinsi untuk melihat kemungkinan adanya efek samping dari COVID-19. Kajian dilakukan pada Maret 2021 hingga Juli 2022 dan tidak hanya pada AstraZeneca.
"Dan, itu sudah dilaporkan bahwa tidak ada kasus trombosis atau pembekuan darah akibat dari vaksin AstraZeneca," kata Nadia.
Sementara efek samping lain memang ada, seperti bengkak, demam, dan efek samping ringan lainnya.
"Komnas KIPI menunggu kalau ada laporan kejadian akibat efek samping, tapi sampai saat ini untuk kasus gangguan pembekuan darah akibat AstraZeneca tidak kita temukan. Dan, teman-teman juga bisa lihat Badan POM sudah mengeluarkan pernyataan terkait hal ini," ujar Nadia.
Pernyataan BPOM Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengatakan bahwa tidak ada laporan kejadian terkait termasuk kejadian TTS atau pembekuan darah usai suntikan vaksin COVID-19 AstraZeneca di Tanah Air.
"Hingga April 2024, tidak terdapat laporan kejadian terkait keamanan termasuk kejadian TTS di Indonesia yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca," kata BPOM dalam pernyataan resmi yang diterima Liputan6.com pada 5 Mei 2024.
Hal tersebut diketahui berdasarkan kajian BPOM bersama Kementerian Kesehatan, dan KOMNAS PP KIPI dalam pemantauan keamanan vaksin.
Termasuk dalam pemantauan itu adalah pelaksanaan surveilans aktif terhadap Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) pada program vaksinasi COVID-19 selama periode Maret 2021–Juli 2022 pada 14 rumah sakit sentinel (lokasi pelaksanaan surveilan aktif) di 7 provinsi di Indonesia.
Advertisement
Manfaat AstraZeneca Lebih Besar dari Efek Sampingnya
Dari kajian juga disampaikan bahwa manfaat pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca lebih besar daripada risiko efek samping yang ditimbulkan.
Vaksin COVID-19 digunakan untuk mengurangi dampak dan fatalitas bila terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Lebih lanjut, mengacu pada kajian yang sudah dilakukan World Health Organization (WHO), kejadian TTS yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca dikategorikan sebagai sangat jarang/very rare (kurang dari 1 kasus dalam 10.000 kejadian).
Kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode 4 sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca. Apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca.
TTS Sangat Langka
Senada dengan BPOM, epidemiolog Dicky Budiman juga mengatakan bahwa TTS adalah kondisi langka. Efek ini terjadi setelah vaksinasi COVID-19 khususnya setelah menerima vaksin AstraZeneca.
“Disebut kondisi langka artinya tidak semua akan begitu, tapi beberapa saja dan itu sedikit sekali. TTS ini terjadi ketika ada pembekuan darah yang tidak biasa, yang disertai dengan penurunan jumlah trombosit atau disebut dengan trombositopenia,” jelas Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, dikutip Jumat (3/5/2024).
Langkanya kasus trombositopenia ditunjukkan dengan angka kejadian hanya 8,1 kasus per sejuta penerima vaksin.
“Risiko setelah menerima dosis pertama AstraZeneca, risiko terjadinya TTS tadi itu 8,1 kasus per satu juta penerima vaksin, jadi kecil sebetulnya.”
“Nah setelah dosis kedua, (kasusnya) menurun jadi 2,3 kasus per satu juta penerima vaksin. Jadi semakin menurun (risikonya), jadi jangan khawatir,” imbau Dicky.
Sebelumnya, Dicky menjelaskan, trombositopenia dapat memicu pembekuan darah serius, dalam kasus yang sedikit, hal ini bahkan dapat mengancam nyawa.
Secara ilmiah hal ini dapat terjadi karena ada reaksi kekebalan tubuh terhadap vaksin. Ini terjadi ketika tubuh penerima vaksin AstraZeneca menghasilkan antibodi yang menyerang trombosit, kemudian memicu pembekuan darah yang tidak biasa.
Advertisement