BPOM: Vaksin COVID-19 AstraZeneca Sudah Tidak Beredar di Indonesia

Heboh soal efek samping langka vaksin COVID-19 AstraZeneca, BPOM RI mengungkapkan bahwa vaksin tersebut sudah tidak beredar di RI.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 10 Mei 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2024, 17:00 WIB
FOTO: Meksiko Pacu Vaksinasi di Tengah Gelombang Ketiga Covid-19
Vaksin COVID-19 AstraZeneca Sudah Tidak Beredar di Indonesia. (ALFREDO ESTRELLA/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) menyatakan bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca sudah tidak beredar di Indonesia. Hal ini diketahui lewat pengawasan dan penelusuran yang badan tersebut lakukan selama ini.

"Vaksin COVID-19 AstraZeneca tidak digunakan lagi dalam program vaksinasi/imunisasi," tulis BPOM dalam keterangan resmi pada 5 Mei 2024.

"Berdasarkan hasil pengawasan dan penelusuran BPOM menunjukkan bahwa saat ini vaksin COVID-19 AstraZeneca sudah tidak beredar di Indonesia," lanjut BPOM.

Hal tersebut BPOM sampaikan usai ramai pemberitaan soal efek langka dari vaksin AstraZeneca. Di mana pada dalam dokumen ke Pengadilan Tinggi Inggris pada Februari lalu, perusahaan farmasi tersebut menyebut bahwa vaksin COVID-19 dapat menyebabkan efek samping yang sangat jarang terjadi atau langka yakni thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS).

Dokumen tersebut diberikan ke pengadilan lantaran ad perwakilan kelompok yang melakukan gugatan atas vaksin COVID-19 AstraZeneca. Ada 51 orang yang mengaku menjadi korban dari efek samping vaksin tersebut.

Tidak Ada Laporan TTS di Indonesia

Kabar tersebut memang membuat kaget apalagi Indonesia adalah salah satu negara yang menggunakan vaksin COVID-19 AstraZeneca.

Setelah vaksin tersebut mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM pada 22 Februari 2021, lalu digunakan sekitar 73 juta dosis dalam program vaksinasi di Indonesia.

Untungnya, tidak ada kasus laporan laporan terkait TTS usai mendapatkan vaksin AstraZeneca. Hal itu berdasarkan kajian BPOM bersama dengan Kementerian Kesehatan dan Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI).

"Hingga April 2024, tidak terdapat laporan kejadian terkait keamanan termasuk kejadian TTS di Indonesia yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca," kata BPOM dalam keterangan yang sama.

Manfaat Lebih Besar dari Efek Samping

Pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca di masa pandemi COVID-19 merupakan upaya untuk mencegah fatalitas termasuk kematian akibat virus SARS-CoV-2. Berdasarkan riset yang sudah dilakukan sebelum vaksin diluncurkan sudah diketahui bahwa manfaat dari vaksin tersebut lebih besar dari efek sampingnya.

"Manfaat pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca lebih besar daripada risiko efek samping yang ditimbulkan," kata BPOM.

World Health Organization (WHO) pun sudah melakukan kajian terkait vaksin tersebut. Hasilnya adalah kejadian TTS yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca dikategorikan sebagai sangat jarang/very rare (kurang dari 1 kasus dalam 10.000 kejadian).

Kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode 4 sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca. Apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca.

2,3 Kasus per Satu Juta Penerima Vaksin COVID-19

Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) adalah kondisi langka yang terjadi setelah vaksinasi COVID-19 khususnya setelah menerima vaksin AstraZeneca.

“Disebut kondisi langka artinya tidak semua akan begitu, tapi beberapa saja dan itu sedikit sekali. TTS ini terjadi ketika ada pembekuan darah yang tidak biasa, yang disertai dengan penurunan jumlah trombosit atau disebut dengan trombositopenia,” jelas Dicky.

Langkanya kasus trombositopenia ditunjukkan dengan angka kejadian hanya 8,1 kasus per sejuta penerima vaksin.

“Risiko setelah menerima dosis pertama AstraZeneca, risiko terjadinya TTS tadi itu 8,1 kasus per satu juta penerima vaksin, jadi kecil sebetulnya.”

“Nah setelah dosis kedua, (kasusnya) menurun jadi 2,3 kasus per satu juta penerima vaksin. Jadi semakin menurun (risikonya), jadi jangan khawatir,” imbau Dicky.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya