Respons Dewan Periklanan Indonesia soal Pelarangan Iklan Produk Tembakau pada RPP Kesehatan

Dewan Periklanan Indonesia memberikan respons perihal larangan iklan, promosi serta sponsorship produk tembakau di RPP Kesehatan.

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 28 Mei 2024, 17:45 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2024, 17:45 WIB
Dewan Periklanan Indonesia Menolak Pelarangan Iklan Produk Tembakau Pada RPP Kesehatan
Dewan Periklanan Indonesia menyatakan penolakannya untuk pelarangan iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau pada RPP Kesehatan dalam acara Konferensi Pers : “Pernyataan Sikap Dewan Periklanan Indonesia terhadap Larangan Iklan, Promosi, dan Sponsorship Produk Tembakau pada RPP Kesehatan” di Jakarta (28/5/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Dalam upaya terbaru untuk memperketat regulasi terkait produk tembakau, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan mengusulkan pelarangan iklan produk tembakau di berbagai media.

Terkait hal itu, Dewan Periklanan Indonesia (DPI) menolak usulan tersebut. Menurut DPI, larangan ini tidak hanya akan berdampak signifikan terhadap industri periklanan, tetapi juga akan menimbulkan konsekuensi ekonomi yang luas, mengingat banyak perusahaan yang bergantung pada pendapatan dari iklan produk tembakau. 

Ketua Dewan Periklanan Indonesia, Muhammad Rafiq mengatakan bahwa setelah pandemi COVID-19 berakhir, tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif hanya tersisa 750.000 orang dari angka semula, yaitu 1 juta orang.

"Jika pengaturan iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau diterapka di RPP Kesehatan, maka kami khawatir angka tenaga kerja tersebut bisa kembali merosot," ujarnya dalam acara Konferensi Pers Pernyataan Sikap Dewan Periklanan Indonesia di Jakarta (28/5/2024).

Salah satu contoh dampak pelarangan iklan produk tembakau tersebut ada pada media pertelevisian. Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Gilang Iskandar menyampaikan bahwa iklan rokok merupakan kontributor utama pendapatan iklan media.

Sehingga, apabila terdapat pelarangan, akan ada dampak langsung terhadap keberlangsungan industri periklaan dan kreatif tanah air. 

"Perlu dipahami bahwa iklan juga menentukan kualitas konten dari media penyiaran. Maka dampak kerugian yang akan ditimbulkan adalah hilangnya Rp9,1 triliun yang tidak hanya berhenti pada kerugian media penyiaran namun juga mempengaruhi kualitas siaran hingga kemampuan media untuk memperkerjakan karyawannya," jelas Gilang pada acara yang sama. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Menyayangkan Sikap Pemerintah yang Tidak Melibatkan Industri Periklanan dalam Membuat Regulasi

Dewan Periklanan Indonesia Menolak Pelarangan Iklan Produk Tembakau Pada RPP Kesehatan
Pernyataan sikap Dewan Periklanan Rakyat perihal pelarangan iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau di RPP Kesehatan.

Rafiq mengatakan bahwa pihaknya menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan industri periklanan ataupun industri kreatif sebagai pemangku kepentingan utama yang terdampak dalam merancang aturan dan pasal-pasal yang identik dengan pelarangan tersebut.

Sebagai upaya untuk didengarkan, Dewan Periklanan Indonesia telah mengirim surat kepada pemerintah, "Kami sudah bersurat kepada pemerintah, sebagai inisiator regulasi, namun tidak mendapatkan respons apa pun hingga saat ini," tutur Rafiq.

Rafiq bersama dengan anggota konsorsium DPI menuangkan permohonan dan masukannya kepada sang Presiden untuk meninjau ulang pasal-pasal pelarangan iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau di RPP Kesehatan.

Lebih dari itu, ia juga meminta agar regulasi tersebut tidak disahkan tanpa adanya keterlibatan DPI sebagai perwakilan dari industri periklanan dan kreatif.


Latar Belakang RPP Kesehatan

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif (RPP Pengamanan Zat Adiktif/ RPP Rokok) merupakan produk hukum turunan dari Undang-undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan.

Hal ini digadang menjadi tindakan pencegahan serta tindak lanjut atas target penurunan prevalensi anak merokok dari 9,1 persen ke 8,7 persen yang diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024.

Dilansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pasal yang dipermalasahkan oleh DPI adalah pasal 152 RPP yang berisi dilarangnya mencantumkan harga jual, tidak menggunakan kartun atau animasi sebagai bentuk tokoh iklan, iklan di media cetak tidak boleh di halaman depan dan satu halaman dengan produk makanan dan minuman, tidak boleh dimuat di media cetak untuk anak, remaja, dan perempuan.

Serta, untuk iklan di televisi dan radio hanya boleh ditayangkan setelah pukul 23.00 sampai 03.00 waktu setempat. Selain itu, pasal tersebut juga mengatur tentang larangan produk tembakau dan rokok elektronik menjadi sponsor kegiatan sosial, pendidikan, olah raga, musik, kepemudaan, kebudayaan, atau melibatkan masyarakat umum.

Dalam pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan, dilarang memberikan produk tembakau dan rokok elektronik secara gratis, dengan diskon, atau sebagai hadiah. Selain itu, kegiatan tersebut tidak boleh dipublikasikan atau diliput oleh media.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya