Beban Ganda Permasalahan Gizi di Indonesia: Stunting pada Anak dan Obesitas di Orang Dewasa

Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda berupa stunting pada anak dan obesitas pada orang dewasa.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Agu 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2024, 17:00 WIB
Stunting pada Anak dan Obesitas pada Orang Dewasa Jadi Beban Ganda Permasalahan Gizi di Indonesia
Stunting pada Anak dan Obesitas pada Orang Dewasa Jadi Beban Ganda Permasalahan Gizi di Indonesia. Foto: Freepik.

Liputan6.com, Jakarta Profesor di Universitas Gadjah Mada (UGM) Siswanto Agus Wilopo mengatakan bahwa Indonesia menghadapi beban ganda permasalahan gizi.

“Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda berupa stunting pada anak dan obesitas pada orang dewasa,” kata Siswanto dalam keterangan pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dikutip Senin (12/8/2024).

Menurutnya, meski angka stunting cenderung menurun tetapi berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI 2023 dan SSGI 2022), angkanya masih tinggi.

Target stunting pada akhir 2024 sebesar 14 persen. Namun, sampai akhir 2023 masih pada angka 21,6 persen. Di sisi lain, tingkat obesitas pada usia dewasa (18 tahun ke atas) juga masih tinggi yakni 21,8 persen dan tengah diupayakan agar bisa diturunkan pada akhir 2024.

Prof Siswanto menambahkan, penyebab stunting bersifat multidimensional atau saling keterkaitan antar kemiskinan, akses pangan, pola asuh serta pola pemberian makan pada balita.

Sedangkan faktor risiko obesitas muncul karena kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi buah serta sayur. Serta tingginya konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL).

Kabar baiknya, obesitas dapat dicegah melalui upaya promotif dan preventif dengan pembudayaan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas).

Masalah stunting di Indonesia bersifat multidimensional sehingga perlu melibatkan multi sektor. Stunting terkait erat dengan derajat kesehatan ibu dan anak, yang menurut Siswanto, semakin membaik.

“Apabila ibu tidak sehat, maka anak juga akan ikut tidak sehat, (demikian juga) jika mental ibu tidak sehat akan memengaruhi peran pengasuhan pada anak,” jelas Siswanto dalam kegiatan Promosi dan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Pengasuhan Balita Dalam Rangka Percepatan Penurunan Stunting di Aula Kencana Perwakilan BKKBN DIY, Rabu, 7 Agustus 2024.

Hadapi Beban Ganda Stunting dan Obesitas Perlu Strategi dan Inovasi

Maka dari itu, sambung Siswanto, masalah gizi dan obesitas menjadi salah satu beban negara yang harus diselesaikan.

Target 90 persen yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) diharapkan mendapatkan perbaikan asupan gizi dan pemberian tablet tambah darah dalam 90 hari selama masa kehamilan.

Kegiatan ini, sebagaimana disampaikan oleh Plt. Perwakilan BKKBN DIY M. Iqbal Apriansyah, dilaksanakan untuk meningkatkan upaya penurunan angka stunting. Dengan memerhatikan pola pengasuhan balita serta penekanan atau fokus pada seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) sejak pembuahan hingga anak berusia dua tahun.           

“Fokus untuk menyelesaikan masalah stunting pada masa 1000 HPK sampai anak berusia 2 tahun, memerlukan strategi baru dan inovasi. Termasuk bagaimana promosi serta informasi yang masif dan berkelanjutan di semua lini,” tutur Iqbal dalam keterangan yang sama.

Iqbal menambahkan, kebijakan pembangunan keluarga dilakukan melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Ini dilaksanakan dengan cara peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan, penyuluhan dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak.

Rekomendasi Dokter Kandungan

Dalam acara tersebut, dokter kandungan Muhammad Nurhadi Rahman, merekomendasikan agar ibu bersalin langsung menggunakan alat kontrasepsi (KB Pasca Persalinan).

“Untuk pemasangan KB AKDR (IUD) bisa langsung setelah pasca persalinan dan alat kontrasepsi lainnya baik dilakukan 28 hari pasca melahirkan, bukan setelah 48 hari pasca melahirkan.”

“Jika dilakukan saat 48 hari sudah terlambat untuk melakukan KB pasca persalinan karena dimungkinkan ibu sudah hamil lagi,” jelas Nurhadi.

Mempersiapkan pernikahan menjadi hal yang penting dengan melakukan pemeriksaan kesehatan dan pemenuhan gizi 90 hari sebelum pernikahan untuk mempersiapkan kehamilan.

Selain itu kebersihan diri dan organ reproduksi serta sanitasi yang sehat perlu diperhatikan untuk menghindari penyakit di kemudian hari.

Perempuan harus memerhatikan kesehatan reproduksi terutama dengan memperhatikan waktu penggunaan celana dalam dan penggunaan pembalut saat haid, supaya tidak ada bakteri yang tumbuh, sabung Nurhadi.

Angka Stunting di DIY

Sementara, Ketua Tim Kerja KKPS Perwakilan BKKBN DIY, Witriastuti Susani Anggraeni, menyampaikan bahwa berdasarkan data SKI ada kenaikan angka stunting Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dari 16,4 menjadi 18 persen selama 2023. Kabupaten yang mengalami penurunan yaitu Gunungkidul dan Sleman.

Namun, jika disandingkan dengan pemantauan pengukuran yang dilakukan setiap bulan oleh Dinas Kesehatan melalui Posyandu, angka stunting di DIY adalah 10,3 persen.

Data 'by name by address' yang merupakan hasil pengukuran di Posyandu yang terlaporkan melalui aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGMB) ini menjadi acuan dalam memberikan intervensi kepada sasaran.

Salah satu upaya preventif yang dilakukan BKKBN dalam menyediakan data by name by address adalah dengan melalui aplikasi Elsimil.

“Diharapkan para calon pengantin (catin) dapat mendaftar di aplikasi Elsimil 90 hari sebelum pernikahan. Ini dilakukan guna mendeteksi dan memperbaiki kondisi kesehatan calon pengantin wanita oleh Tim Pendamping Keluarga dalam mempersiapkan kehamilan supaya tidak melahirkan anak dengan risiko stunting,” kata Witriastuti.

Infografis Obesitas
Arya Permana, salah satu contoh kasus obesitas yang mengkhawatirkan (liputan6.com/Tri yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya