Liputan6.com, Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto telah berjalan dua pekan.
Program ini dinilai memiliki potensi besar untuk meningkatkan fungsi kognitif siswa jika diimbangi dengan pengolahan makanan yang mengandung menu gizi yang baik.
Baca Juga
“Program MBG berpotensi besar untuk meningkatkan kemampuan fungsi kognitif siswa jika dikelola dengan baik. Namun, hal ini juga perlu diimbangi dengan pengolahan gizi dari menu makanan,” kata Dosen Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Toto Sudargo, M.Kes., di Yogyakarta, Jumat (17/1/2025).
Advertisement
“Konsumsi makanan bergizi, seperti protein dari telur, sangat penting untuk mendukung perkembangan otak. Namun, penyajiannya juga harus diperhatikan agar anak-anak tertarik untuk mengkonsumsinya,” tambahnya.
Toto memberi contoh, menu telur yang diolah dengan baik, seperti dadar atau orak-arik, akan memberikan manfaat lebih karena tambahan kalorinya. Oleh karena itu, ia menekankan kualitas gizi makanan lebih diutamakan daripada kuantitas makanan saja.
“Yang penting anak-anak mau makan dan makanan tidak terbuang. Jangan sampai makanan hanya diacak-acak dan menjadi sampah,” ujarnya dalam diskusi Pojok Bulaksumur bertajuk “Program MBG: Tinjauan Perspektif Gizi, Kebijakan, dan Supply Chain Bahan Pangan.”
Pentingnya Pemanfaatan Bahan Lokal dalam MBG
Dalam kesempatan yang sama, Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, Prof. Subejo, menyoroti pentingnya memanfaatkan bahan pangan lokal dalam pelaksanaan program MBG.
Ia menyebut ketergantungan pada bahan impor seperti gandum menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
“Indonesia memiliki banyak sumber karbohidrat lokal seperti singkong, jagung, dan sagu. Jika bahan-bahan ini dimanfaatkan, kita tidak hanya mendukung ketahanan pangan tetapi juga memberdayakan petani lokal,” ujarnya.
Ia juga menyarankan pemberdayaan desa sebagai basis distribusi makanan bergizi. Menurutnya, jika desa diberi otoritas untuk mengelola dana dan menyusun menu berbasis bahan lokal, distribusi akan lebih efisien dan dekat dengan kebutuhan masyarakat setempat.
“Mekanisme ini juga dapat mengurangi risiko makanan basi karena perjalanan distribusi yang terlalu jauh,” tambahnya.
Advertisement
Cegah Potensi Korupsi Dana MBG
Sementara, Dosen Manajemen Kebijakan Publik Fisipol Prof. Wahyudi Kumorotomo membahas soal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana besar yang dialokasikan untuk program MBG.
Menurutnya, transparansi dana MBG menjadi hal penting agar bisa tepat sasaran. Pasalnya, potensi terjadinya korupsi harus diantisipasi dengan pengawasan ketat oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Dana sebesar Rp71 triliun per tahun yang ditargetkan untuk 19,4 juta anak ini harus dipantau penggunaannya. Jangan sampai ada korupsi atau dana yang dialihkan untuk kepentingan lain,” ucapnya.
MBG adalah Investasi Jangka Panjang
Ketiga pakar UGM ini sepakat bahwa program MBG adalah investasi jangka panjang yang memerlukan komitmen berkelanjutan dari berbagai pihak.
Toto mengingatkan bahwa keberhasilan program serupa di India ini baru terlihat setelah berjalan lebih dari satu dekade.
“Program ini harus berjalan terus-menerus dan tidak boleh berhenti hanya karena berganti pemerintahan. Jika konsisten, Indonesia bisa mencapai hasil yang signifikan, baik dalam hal kesehatan, kemampuan, maupun prestasi generasi mendatang,” tegasnya.
Diskusi yang berlangsung selama dua jam ini ditutup dengan harapan besar terhadap keberhasilan MBG. Para pakar mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung dan mengawasi pelaksanaan program ini.
“Ini adalah investasi untuk generasi masa depan. Jika program ini berhasil, Indonesia akan memiliki generasi yang lebih sehat, cerdas, dan siap bersaing di kancah global,” tutup Toto.
Advertisement