Liputan6.com, Jakarta - Memperingati World Interfaith Harmony Week (WIWH) dan nternational Day for Human Fraternity (IDHF), Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Ketua Kehormatan Inter Religious Council (IRC) Indonesia, Prof. Dr. Din Syamsuddin, serta Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar perayaan dua resolusi PBB tersebut di Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, pada Minggu (9/2/2025).
Acara peringatan hari persaudaraan kemanusiaan dunia ini menghadirkan tokoh-tokoh lintas agama, diplomat, serta pemimpin organisasi keagamaan untuk memperkokoh semangat kebersamaan dan solidaritas global.
Advertisement
Baca Juga
Dalam kegiatan tersebut, para peserta berkesempatan mendengar pesan perdamaian dari Paus Fransiskus dan Grand Syaikh Al-Azhar Al-Sharif melalui video. erta doa lintas agama dari berbagai pemuka agama di Indonesia. Momentum ini menjadi pengingat bahwa di tengah perbedaan keyakinan dan budaya, manusia tetap memiliki kesamaan hak dan tanggung jawab untuk menciptakan dunia yang lebih damai.
Advertisement
Ketua DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin, menekankan bahwa perayaan ini merupakan manifestasi nyata dari semangat persaudaraan kemanusiaan yang digaungkan oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed El-Teyeb.
Dalam kesempatan tersebut, Sultan Baktiar menyoroti hal-hal yang mengancam perdamaian dan kesejahteraan umat manusia seperti diskriminasi, intoleransi, serta konflik etnis di berbagai belahan dunia.
“Seperti yang diumumkan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, tugas kita semua, termasuk para pemimpin agama, adalah mengupayakan dialog dan bukan membiarkan perpecahan terjadi. Kita harus menghapus kebencian di mana pun ditemukan sebelum kebencian itu menguasai dan menyebar,” ujarnya di Jakarta, Minggu (9/2).
Peran Penting Pemuka Agama Menjaga Perdamaian
Sebagai negara dengan keberagaman agama dan budaya yang luar biasa, Indonesia memiliki modal sosial yang kuat untuk menjadi contoh dalam membangun harmoni. Sultan Baktiar Najamudin menegaskan bahwa Indonesia adalah negara dan bangsa yang berlandaskan nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan sosial.
Ia juga menyoroti peran penting para pemuka agama dalam menjaga stabilitas sosial di tengah berbagai tantangan global, seperti konflik geopolitik, bencana alam, dan perubahan iklim. Menurutnya, tokoh agama memiliki tanggung jawab moral untuk memperkuat solidaritas dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Dalam refleksinya, ia mengutip ayat suci Al-Qur’an dan Injil sebagai pedoman dalam membangun persaudaraan.
“Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman ‘Innallaha ya’murukum bil Adli wal Ihsan’ (Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan). Sedangkan dalam Injil disebutkan, ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’ (Matius 22:39). Ajaran ini menjadi dasar bagi kita untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Ia juga mengutip pernyataan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, bahwa siapa pun yang memeluk agama tertentu tetap harus mempertahankan identitas kebangsaan dan budaya nusantara.
Advertisement
Pancasila Mengandung Misi Perdamaian
Lebih lanjut, Sultan Baktiar menegaskan bahwa Pancasila mengandung misi perdamaian dan kemakmuran universal, di mana toleransi dan gotong royong menjadi fondasi utama dalam kehidupan berbangsa.
“Tanpa toleransi dan kolaborasi, nilai-nilai Pancasila akan kehilangan maknanya,” tambahnya.
Sebagai penutup, acara ini dimeriahkan dengan pagelaran seni dan budaya lintas agama sebagai simbol bahwa harmoni dapat terwujud melalui seni, yang merupakan bahasa universal perdamaian.
“Sebagai bangsa yang majemuk, kita memiliki ideologi yang khas, yaitu Pancasila. Sebuah konsensus kebangsaan yang berisikan prinsip ketuhanan, persatuan, kemanusiaan, demokrasi, dan keadilan sosial,” tegasnya.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)