Bu Menkes, Papua Juga Kehabisan Obat Malaria, Nih!

Yayasan Caritas Timika Papua menyurati Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menanyakan masalah kehabisan stok obat malaria

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 20 Sep 2013, 19:39 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2013, 19:39 WIB
nafsiah-kanker130513b.jpg
Yayasan Caritas Timika Papua (YCTP) yang mengelola Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika menyurati Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi di Jakarta mempertanyakan masalah kehabisan stok obat Dehidro Artemisinin Pepraquin (DHP) untuk mengobati pasien malaria.
     
Direktur Eksekutif YCTP, Ernest Vincent Sia kepada Antara di Timika, Kamis mengatakan kehabisan stok obat DHP secara nasional sangat berpengaruh sampai ke daerah-daerah. Apalagi Mimika dan Papua seluruhnya merupakan daerah endemis malaria. Selama beberapa tahun, Kabupaten Mimika merupakan pengguna obat DHP tertinggi di seluruh Indonesia.
     
"Kami sudah menyurat ke Menkes. Mudah-mudahan ada perhatian serius dari pemerintah terhadap masalah ini," kata Vincent seperti dikutip dari Antara, Jumat (20/9/2013).
     
Dengan habisnya stok obat DHP, menurut Vincent, RSMM Timika terpaksa kembali menggunakan obat kina untuk diberikan kepada pasien malaria.  
     
"RSMM terpaksa memberikan kina kepada pasien malaria karena stok obat DHP di Papua masih kosong," katanya.
     
Sesuai informasi yang diperoleh YCTP, stok obat DHP baru akan ada lagi pada Oktober.
     
Vincent berharap kasus serupa tidak terulang di kemudian hari mengingat malaria masih menjadi pembunuh nomor satu di Papua. Penggunaan obat DHP dalam menyembuhkan pasien penyakit malaria dinilai sangat ampuh dibanding dengan obat-obat lainnya.
     
"Tampaknya masalah ini ada di Kimia Farma selaku distributor tunggal yang mengimpor obat DHP dari luar negeri. Kita berharap hal ini tidak dijadikan ajang bisnis, kasihan masyarakat," tutur Vincent.
     
Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Ibrahim Iba juga mengakui saat ini stok obat DHP di Mimika masih kosong sejak beberapa bulan lalu. Kasus tersebut, katanya, bukan hanya terjadi di Mimika, tapi di seluruh Indonesia.
     
"Ini masalah nasional, bukan hanya kita di Mimika," jelas Ibrahim.
     
Beberapa pekan lalu, katanya, Mimika mendapat pengiriman empat karton obat DHP yang berisi ribuan kure (satu kure berisi delapan tablet). Obat DHP tersebut dikirim dari Bima-Nusa Tenggara Barat (NTB).
     
"Kemarin kita hanya dibantu empat karton dikirim dari Bima, tapi itu hanya untuk kebutuhan dalam waktu singkat di beberapa pusat layanan kesehatan," tutur Ibrahim.
    
Sesuai data Dinkes Mimika, kebutuhan obat DHP di Mimika setiap tahun mencapai lebih dari 50 ribu kure.
     
"Untuk kebutuhan RSUD dan 13 Puskesmas saja dalam setahun sekitar 30 ribu kure. Belum lagi ditambah Malaria Control (Malcon) PT Freeport Indonesia dan Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) bisa mencapai lebih dari 50 ribu kure per tahun," jelas Kabid P2M Dinkes Mimika, Saiful Taqin.
     
Menurut Saiful, kasus penyakit malaria di Mimika hingga saat ini masih menjadi momok bagi warga setempat. Tahun 2010, jumlah kasus malaria di Mimika sesuai laporan dari semua rumah sakit dan Puskesmas setempat mencapai 80 ribu kasus atau hampir mencapai sepertiga dari jumlah penduduk setempat yang mencapai 212 ribu jiwa.
     
"Angka API (awal parasit insiden) kita masih sangat tinggi yaitu 328 artinya dari 1.000 orang yang diperiksa terdapat 328 orang yang positif malaria," jelas Saiful.
     
Jumlah kematian akibat kasus malaria di Mimika cukup tinggi. Tahun 2007 dari 3.125 pasien malaria yang berobat di rumah sakit, 26 di antaranya meninggal dunia. Adapun tahun 2010 dari 1.768 pasien malaria yang dirawat di rumah sakit, 16 orang di antaranya meninggal dunia.
     
Sementara ibu hamil yang positif terserang malaria di Mimika mencapai 18 persen.
     
Dr Eni Kelangalem dari Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua yang membidangi program penelitian malaria di Timika mengatakan kasus malaria tertinggi di Timika didominasi malaria plasmodium falcipharum (malaria tropika) dibanding malaria plasmodium vivax dan lainnya.
     
Menurut Eny yang menggeluti penelitian malaria di SP9 dan SP12 Distrik Kuala Kencana sejak tahun 2004 itu, kasus anemia berat juga sering terjadi pada penderita malaria di Timika, namun sejak menggunakan obat DHP/ACT maka terjadi kenaikan haemoglobin pada pasien malaria dari rata-rata HB 7 meningkat menjadi HB 9.

(Abd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya