Gangguan bipolar (GB) yang terjadi pada orang berusia dewasa, sebenarnya dapat dikendalikan dengan penanganan yang baik dan benar. Caranya, penderita GB wajib diberi terapi yang optimal, agar ia dapat memperbaiki kualitas hidup si penderita dengan GB ini.
Hal pertama yang harus didapatkan para penderita GB adalah pendekatan secara multidisplin. Mengapa ini perlu? Karena penderita GB usia lanjut, biasanya juga menderita penyakit lainnya seperti diabetes, stroke, jantung, dan ginjal. Selain itu, organ tubuh juga sudah mulai mengalami beberapa kendala, seperti fungsi liver yang mulai terganggu, ginjal yang fungsinya tidak sempurna, sampai gangguan pencernaan yang tidak berfungsi lagi.
Ini disampaikan langsung oleh dr. AAA Agung Kusumawardhani, SpKJK (K) dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) RSCM, dalam acara Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Dunia 2013: Mental Health in Older Adults.
"Kita perlu kerjasama dengan disiplin ilmu lainnya. Kita tidak bisa sepenuhnya berdiri sendiri. Psikiater tidak melakukan tugasnya sendiri, dalam menangani orang dengan gangguan bipolar," kata Agung Kusumawardhani, di Hotel Gran Melia, Jakarta, Selasa (2/10/2013)
Selanjutnya yang harus dilakukan adalah, pemberian obat pada penderita GB. Obat (Psikofarmaka) dirasa penting untuk diberikan. Agung Kusumawardhani mengatakan, obat-obat itu digunakan untuk mengendalikan mood penderita GB. Sebab, naik dan turunnya mood penderita GB itu, hanya dapat dipertahankan oleh obat-obatan yang disebut dengan moodstabilizer.
"Obat yang dapat stabilkan mood ini diberikan agar tidak terjadi manik (mood naik) yang berlebihan atau depresi (mood turun) mendalam. Kalau kondisi naik turunnya mood yang sedikit saja, enggak papa. Oke-oke saja. Tapi, kalau penderita GB tidak menerima pengobatan dengan tidak teratur, akan makin sering manik dan depresinya. Oleh karena itu dibutuhkan obat ini," ujar dia.
"Obat macam-macam. Saya tidak bisa sebutkan satu per satu. Yang jelas, semuanya itu tergolong dalam kelompok kelompok obat penstabil mood," tambah Agung Kusumawardhani.
Dalam pemberian obat, juga wajib memperhatikan beberapa hal, dan memperhitungkan jumlah interaksi dengan obat-obat lain yang diberikan oleh dokter lainnya.
Bisa saja, ketika psikiater memberikan obat moodstabilizer, di lain pihak dokter penyakit dalam juga memberikan dia obat lain, karena dilihatnya menderita penyakit lain. "Seperti stroke, jantung, ginjal, dan lain-lain. Itu perlu dibicarakan, agar tidak terjadi komunikasi yang salah dalam pemberian obat," terang dia
Ketika diberi obat, pasien juga harus rutin dalam mengonsumsinya. Ini dilakukan, agar tubuh dapat berfungsi dengan baik, dan membuat penderita menjadi lebih produktif di kantor, mencapai apa yang diinginkannya, dan hal-hal lainnya.
"Jangan lupa juga untuk mengonsultasikannya ke dokter. Agar semuanya berjalan dengan baik," tutup dia.
Gangguan Bipolar merupakan masalah kesehatan jiwa terkait mood (alam perasaan atau suasana hati), dengan gejala manik (suasana hati yang tinggi), dan depresi yang cukup ekstrem, sehingga memengaruhi cara berpikir, perasaan, tindakan, dan kualitas hidup penderitanya.
Penderita gangguan bipolar (GB) akan mengalami perubahan mood dari yang sangat tinggi (manik), menjadi sangat rendah (depresi), dan sebaliknya. Bila dibandingkan dengan orang normal yang perubahan mood terjadi pada kisaran yang stabil, ini dinilai sangatlah ekstrem.
(Adt/Abd)
Hal pertama yang harus didapatkan para penderita GB adalah pendekatan secara multidisplin. Mengapa ini perlu? Karena penderita GB usia lanjut, biasanya juga menderita penyakit lainnya seperti diabetes, stroke, jantung, dan ginjal. Selain itu, organ tubuh juga sudah mulai mengalami beberapa kendala, seperti fungsi liver yang mulai terganggu, ginjal yang fungsinya tidak sempurna, sampai gangguan pencernaan yang tidak berfungsi lagi.
Ini disampaikan langsung oleh dr. AAA Agung Kusumawardhani, SpKJK (K) dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) RSCM, dalam acara Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Dunia 2013: Mental Health in Older Adults.
"Kita perlu kerjasama dengan disiplin ilmu lainnya. Kita tidak bisa sepenuhnya berdiri sendiri. Psikiater tidak melakukan tugasnya sendiri, dalam menangani orang dengan gangguan bipolar," kata Agung Kusumawardhani, di Hotel Gran Melia, Jakarta, Selasa (2/10/2013)
Selanjutnya yang harus dilakukan adalah, pemberian obat pada penderita GB. Obat (Psikofarmaka) dirasa penting untuk diberikan. Agung Kusumawardhani mengatakan, obat-obat itu digunakan untuk mengendalikan mood penderita GB. Sebab, naik dan turunnya mood penderita GB itu, hanya dapat dipertahankan oleh obat-obatan yang disebut dengan moodstabilizer.
"Obat yang dapat stabilkan mood ini diberikan agar tidak terjadi manik (mood naik) yang berlebihan atau depresi (mood turun) mendalam. Kalau kondisi naik turunnya mood yang sedikit saja, enggak papa. Oke-oke saja. Tapi, kalau penderita GB tidak menerima pengobatan dengan tidak teratur, akan makin sering manik dan depresinya. Oleh karena itu dibutuhkan obat ini," ujar dia.
"Obat macam-macam. Saya tidak bisa sebutkan satu per satu. Yang jelas, semuanya itu tergolong dalam kelompok kelompok obat penstabil mood," tambah Agung Kusumawardhani.
Dalam pemberian obat, juga wajib memperhatikan beberapa hal, dan memperhitungkan jumlah interaksi dengan obat-obat lain yang diberikan oleh dokter lainnya.
Bisa saja, ketika psikiater memberikan obat moodstabilizer, di lain pihak dokter penyakit dalam juga memberikan dia obat lain, karena dilihatnya menderita penyakit lain. "Seperti stroke, jantung, ginjal, dan lain-lain. Itu perlu dibicarakan, agar tidak terjadi komunikasi yang salah dalam pemberian obat," terang dia
Ketika diberi obat, pasien juga harus rutin dalam mengonsumsinya. Ini dilakukan, agar tubuh dapat berfungsi dengan baik, dan membuat penderita menjadi lebih produktif di kantor, mencapai apa yang diinginkannya, dan hal-hal lainnya.
"Jangan lupa juga untuk mengonsultasikannya ke dokter. Agar semuanya berjalan dengan baik," tutup dia.
Gangguan Bipolar merupakan masalah kesehatan jiwa terkait mood (alam perasaan atau suasana hati), dengan gejala manik (suasana hati yang tinggi), dan depresi yang cukup ekstrem, sehingga memengaruhi cara berpikir, perasaan, tindakan, dan kualitas hidup penderitanya.
Penderita gangguan bipolar (GB) akan mengalami perubahan mood dari yang sangat tinggi (manik), menjadi sangat rendah (depresi), dan sebaliknya. Bila dibandingkan dengan orang normal yang perubahan mood terjadi pada kisaran yang stabil, ini dinilai sangatlah ekstrem.
(Adt/Abd)