Antre Skrining Kanker 10 Bulan, Warga Bali Pilih ke Jakarta

Alat skrining kanker yang masih jarang di RS beberapa daerah ternyata menjadi hambatan bagi masyarakat daerah utnuk mendeteksi kanker

oleh Fitri Syarifah diperbarui 14 Feb 2014, 18:16 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2014, 18:16 WIB
screning-kanker-140214b.jpg
Alat skrining kanker yang masih jarang di rumah sakit (RS) beberapa daerah menjadi hambatan bagi masyarakat daerah untuk mendeteksi kanker. Ahli Radiologi-Onkologi dari RS Kanker Dharmais, dr. Fielda Djuita, Sp.Rad (K) Onk mengungkapkan bahwa orang daerah seringkali datang ke RS Dharmais hanya karena alat skrining yang tidak ada di kotanya.

"Menurut saya ini tanggung jawab pemerintah. Harusnya di setiap Kabupaten/Kota ada alat radiasi. Seperti di Kalimantan Banjarmasin, Samarinda, itu mereka nggak punya alat. Bayangkan, ada pasien saya dari bali yang terpaksa ke Jakarta demi skrining kanker saja," kata Fielda saat ditemui dan ditulis Jumat (14/2/2014).

Menurut Fielda, alat skrining kanker di Bali bukannya tidak ada, tapi beberapa pasiennya mengaku harus antre selama 10 bulan untuk bisa periksa dini kanker.

"Sejak bom Bali, mereka dapat hadiah bantuan alat sinar. Tapi ternyata untuk periksa saja harus antre 10 bulan. Itu bukan antre tapi penundaan radiasi. Bagaimana kalau dia sudah sakit," tegas Fielda.

Fielda mengatakan, bila ada pasien yang pemeriksaannya ditunda, penyakit kanker yang menyerangnya bisa lebih parah bahkan bisa stadium lanjut.

"Saya mengerti alat itu mahal, tapi masalahnya pemerintah menganggap hal ini jadi nggak prioritas. Kayak Anda naik kelas, semakin tinggi kelas bagus. Tapi kalau penyakit dibiarkan akan naik kelas dan penyakitnya tambah parah. Ini pemerintah berdosa kalau dibiarkan," ungkapnya.

(Fit/Mel)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya