Liputan6.com, Jakarta Minal Aidzin Wal Faidzin merupakan ungkapan yang biasa diucapkan setiap Hari Raya Idul Fitri. Sudah menjadi tradisi di Indonesia, bahwa setiap Hari raya Idul Fitri, keluarga akan berkumpul untuk salim meminta maaf dan memaafkan.
Baca Juga
Advertisement
Tidak hanya itu, orang-orang juga akan mengunjungi sanak saudara yang sudah lama sekali tidak bertemu. Di sanalah mereka akan saling melepas rindu dan saling memaafkan dengan mengucapkan Minal Aidzin Wal Faidzin.
Ungkapan Minal Aidzin Wal Faidzin biasanya akan diikuti dengan permohonan maaf secara lahir dan batin. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apa sebenarnya makna dari Minal Aidzin Wal Faidzin?
Lalu sejak kapan Minal Aidzin Wal Faidzin menjadi ucapan khas yang muncul setiap hari raya Idul Fitri? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputam6.com dari berbagai sumber, Rabu (29/3/2023).
Arti Minal Aidzin Wal Faidzin
Minal Aidzin Wal Faidzin berasal dari petikan syair pada masa Andalusia. Andalusia adalah sebuah komunitas otonomi Spanyol. Andalusia adalah wilayah otonomi paling padat penduduknya dan kedua terbesar dari 17 wilayah yang membentuk Spanyol. Ibu kotanya adalah Sevilla.
Penyair bernama Shafiyuddin al-Huli membawakan sebuah syair yang mengisahkan dendangan kaum wanita pada hari raya. Petikan dari salah satu syairnya itu terdapat kalimat “Ja’alna minal ‘aidina wal faizina (jadikan kami dari orang-orang yang menang dan orang-orang yang beruntung).”
Minal Aidzin Wal Faidzin merupakan ungkapan dalam bahasa Arab. Aidzin sendiri berasal dari kata ‘aidu yang artinya kembali. ‘Aidzin merupakan bentuk fail (pelaku) yang menjadi jamak mudzakkar salim. Dengan kata lain, aidzin dapat diartikan sebagai “orang-orang yang kembali.”
Sedangkan faidzin diambil dari kata kerja (fiil) faza. Al faizin juga merupakan bentuk jamak mudzakkar salim yang berarti “orang-orang yang menang”. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa minal aidzin wal faidzin memiliki arti orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang.
Advertisement
Perang Badar
Ungkapan Minal Aidzin Wal Faidzin ternyata juga memiliki sejarah yang panjang, yakni sejak Perang Badar. Perang Badar sendiri merupakan perang antara kaum muslimin melawan kaum kafir Quraisy. Perang Badar selesai pada 624 Masehi atau tahun kedua hijriah. Waktu tersebut bertepatan dengan perayaan Idul Fitri yang pertama kali.
Perang Badar sendiri dimulai pada 17 Ramadhan dan pasukan Rasulullah hanya berjumlah sedikit dibandingkan musuh. Namun berkat perlindungan dan bantuan Allah SWT, Perang Badar bisa dimenangkan oleh Rasulullah dan para pasukannya.
Kemenangan Perang Badar lantas dirayakan secara besar-besaran, sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT. Dari kemenangan inilah, muncul ungkapan “Minal ‘Aidzin wa Faidzin” yang versi lengkapnya, “Allahummaj ‘alna minal ‘aidin walfaizin”. Artinya: “Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali (dari Perang Badar) dan mendapatkan kemenangan.”
Pada perayaan Idul Fitri pertama ini, kaum muslimin merayakan dua kemenangan perdana. Adalah pencapaian ritual puasa Ramadhan setelah berjuang menahan lapar, haus, dan hawa nafsu, sekaligus keberhasilan dalam Perang Badar.
Makna Idul Fitri
Bagi kaum muslimin, Ramadhan tidak hanya memiliki makna sebagai bulan suci semata. Bulan Ramadhan juga memiliki arti penting, karena di bulan ini seluruh umat Islam harus menahan diri dari rasa lapar, haus, dan juga menahan emosi.
Maka tidak mengherankan jika setelah bulan Ramadhan, umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Fitri, sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.”
Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertaqwa. Kata "Id" berasal dari akar kata "aada – yauudu" yang artinya kembali sedangkan fitri bisa berarti buka puasa untuk makan dan bisa berarti suci. Fitri berarti buka puasa berdasarkan akar kata ifthar dan berdasar hadis Rasulullah SAW.
”Dari Anas bin Malik: Tak sekalipun Nabi Muhammad SAW pergi (untuk shalat) pada hari raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya." Dalam Riwayat lain: "Nabi SAW makan kurma dalam jumlah ganjil." (HR Bukhari).
Dengan demikian, makna Idul Fitri adalah hari raya saat umat Islam kembali berbuka atau makan. Karena itu salah satu sunnah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Ini menunjukkan bahwa hari raya idul fitri 1 syawal adalah waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.
Sedangkan kata Fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fathoro-yafthiru dan hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq ‘alayh).
Barangsiapa yang salat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (Muttafaq ‘alayh). Dengan demikian, Idul Fitri dapat dipahami sebagai kembalinya kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian atau fitrah.
Advertisement