Tata Cara Shalat di Dalam Kendaraan, Pahami Apa Itu Rukhsah dan Dasar Hukumnya

Memahami tata cara shalat di dalam kendaraan saat perjalanan jauh memiliki sejumlah manfaat yang sangat penting dalam praktik ibadah seorang Muslim.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 28 Agu 2023, 20:45 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2023, 20:45 WIB
shalat tahajud
Ilustrasi Shalat. /copyrightshutterstock/zef art

Liputan6.com, Jakarta Memahami tata cara shalat di dalam kendaraan saat perjalanan jauh memiliki sejumlah manfaat yang sangat penting dalam praktik ibadah seorang Muslim. Pertama-tama, tata cara shalat di dalam kendaraan dapat membantu menjaga ketepatan waktu shalat, yang merupakan salah satu pilar utama dalam Islam.

Dalam situasi perjalanan yang mungkin tidak ideal, pemahaman tentang tata cara shalat di dalam kendaraan memungkinkan seseorang untuk tetap menjalankan kewajiban shalat dengan tepat waktu. Kedua, ini berkontribusi pada kemudahan agama dengan memberikan fleksibilitas dalam menjalankan shalat dalam kondisi yang mungkin sulit atau tidak biasa.

Shalat di dalam kendaraan ketika perjalanan jauh merupakan salah satu bentuk rukhsah dalam agama. Menurut As-Subki rukhsah adalah hukum yang berubah kepada kemudahan dan keringan sebab adanya uzur serta tetapnya hukum asal bagi yang tidak mengalami uzur.

Untuk memahami bagaimana tata cara shalat di dalam kendaraan, penting untuk kita pahami macam-macam rukhsah dalam agama Islam, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (28/8/2023).

Macam-Macam Rukhsah dalam Ibadah

Dalam Islam, konsep rukhsah atau keringanan memiliki peran penting dalam memastikan kewajiban agama dapat dipenuhi tanpa menyulitkan individu dalam situasi-situasi tertentu. Islam mendasarkan pemahaman ini pada prinsip bahwa agama tidaklah memaksakan kesulitan kepada para penganutnya.

Rukhsah dapat diberikan dalam berbagai kondisi khusus yang memungkinkan seseorang untuk menjalankan ibadah dengan cara yang lebih praktis. Beberapa sebab dibolehkannya rukhsah meliputi safar (perjalanan), sakit, terpaksa, lupa, ketidaktahuan, ketidakmampuan, dan kesulitan umum.

Ada beberapa bentuk konkret rukhsah yang diterapkan dalam Islam. Pertama, ada pengguguran kewajiban, di mana dalam situasi tertentu, sebagian atau seluruh kewajiban dapat menjadi gugur. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki udzur syar'i (alasan syar'i) dan tidak dapat melaksanakan shalat Jumat, maka kewajiban shalat Jumat tersebut menjadi gugur.

Kedua, terdapat pengurangan kewajiban, di mana dalam beberapa situasi, seorang individu diperbolehkan untuk mengurangi jumlah rakaat shalat yang dilakukan. Misalnya, saat seseorang dalam perjalanan (safar), ia diperbolehkan mengqashar (mengurangi jumlah rakaat) shalat empat rakaat menjadi dua rakaat.

Ketiga, terdapat pula penggantian, di mana seseorang dapat mengganti satu bentuk ibadah dengan bentuk lain yang sebanding. Contohnya, jika tidak ada air untuk bersuci, seseorang bisa melakukan tayammum sebagai pengganti wudhu atau mandi junub.

Keempat, rukhsah juga bisa berupa perubahan waktu, yaitu dengan memajukan atau mengakhirkan waktu suatu ibadah. Misalnya, melakukan shalat jama' taqdim (menggabungkan) dzuhur dengan ashar pada waktu dzuhur.

Kelima, ada kemurahan, di mana Allah memberikan keringanan dalam kondisi terpaksa atau medis. Dalam situasi ini, seseorang diizinkan untuk mengonsumsi makanan atau obat yang mungkin berasal dari bahan haram atau najis. Namun, setelah situasi darurat berakhir, hukum mengonsumsi bahan tersebut akan kembali sesuai dengan hukum asal.

Terakhir, rukhsah juga bisa berupa perubahan, seperti mengubah arah kiblat saat shalat karena adanya ancaman. Dalam semua bentuknya, konsep rukhsah menggambarkan kearifan agama dalam mengakomodasi situasi-situasi spesifik tanpa mengorbankan nilai-nilai pokok agama.

Dasar Hukum Shalat di Dalam Kendaraan Tanpa Menghadap Kiblat

sujud
Arti mimpi shalat adalah diampuni semua kesalahanmu/Copyright shutterstock.com/Gatot Adri

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu bentuk rukhsah dalam ibadah adalah dengan melakukan perubahan dalam ibadah. Misalnya mengubah arah kiblat saat shalat karena adanya ancaman seperti saat situasi perang dan sebagainya.

Dengan kata lain, jika ada alasan yang mendesak atau ada udzur syar'i, maka diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tanpa menghadap kiblat. Hal tersebut dijelaskan buku "Panduan Shalat An-Nisaa" karya Abdul Qadir Muhammad Manshur, seseorang yang merasa takut akan musuh, hewan buas, atau ancaman serupa yang dapat membahayakan nyawanya, diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tanpa menghadap kiblat.

Dalam kondisi semacam itu, seorang muslim diberi kemudahan untuk menghadap ke arah manapun yang diinginkannya, baik itu dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Baik shalat fardhu maupun sunnah dapat dilakukan dalam kondisi tersebut. Para ulama merujuk pada ayat dalam Surah al-Baqarah ayat 239 yang berbunyi,

فَاِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا اَوْ رُكْبَانًا ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ

Artinya: "Jika kamu takut (ada bahaya), salatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan. Kemudian apabila telah aman, maka ingatlah Allah (salatlah), sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 239)

Shalat di atas kendaraan tanpa menghadap kiblat pun pernah dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

"Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahuanhu bahwa Nabi shalat di atas kendaraannya menuju ke arah Timur. Namun ketika beliau mau sholat wajib, beliau turun dan sholat menghadap kiblat." (HR Bukhari)

Dari serangkaian penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi tertentu, umat Islam diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah shalat di atas kendaraan meski tidak menghadap kiblat.

Syarat Diperbolehkannya Shalat di Dalam Kendaraan

Ilustrasi doa shalat istikarah
Ilustrasi doa shalat istikarah (dok.pexels.com)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam kondisi tertentu, umat Islam diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah shalat di atas kendaraan meski tidak menghadap kiblat. Adapun syarat diperbolehkannya melaksanakan shalat di dalam kendaraan, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Tidak Memungkinkan Menghentikan Laju Kendaraan

Salah satu syarat utama diperbolehkannya shalat di dalam kendaraan adalah ketika tidak memungkinkan bagi seseorang untuk menghentikan laju kendaraan. Ini bisa terjadi misalnya ketika sedang dalam perjalanan yang cepat atau di lokasi yang tidak memungkinkan untuk berhenti. Kondisi ini diakui sebagai suatu keadaan darurat yang dapat mempengaruhi pelaksanaan shalat.

2. Kekhawatiran Tertinggal Waktu Salat Fardhu

Dalam situasi di mana seseorang khawatir akan tertinggal waktu shalat fardhu yang sebentar, seperti antara waktu maghrib dan isya, diperbolehkannya melaksanakan shalat di dalam kendaraan menjadi relevan. Kekhawatiran tertinggal waktu shalat menjadi alasan kuat untuk diperbolehkannya shalat di dalam kendaraan.

3. Tidak Ada Tempat Pemberhentian Layak dan Aman

Jika tidak ada tempat pemberhentian yang layak dan aman untuk melaksanakan shalat, seperti di dalam pesawat atau kapal kecil, maka diperbolehkan bagi seseorang untuk melaksanakan shalat di dalam kendaraan. Dalam situasi-situasi seperti ini, di mana kondisi fisik atau keamanan menjadi perhatian utama, pelaksanaan shalat di dalam kendaraan menjadi suatu alternatif.

4. Tidak Menemukan Air untuk Bersuci

Jika seseorang tidak dapat menemukan air untuk berwudhu, maka dia diperbolehkan untuk melakukan tayammum. Namun, jika di dalam kendaraan seperti kereta terdapat toilet dengan wastafel yang bersih dan layak untuk berwudhu, maka wastafel tersebut dapat digunakan untuk berwudhu.

Dengan demikian, diperbolehkannya shalat di dalam kendaraan terkait dengan keadaan darurat, ketidakmungkinan menghentikan kendaraan, kekhawatiran tertinggal waktu shalat, kurangnya tempat pemberhentian yang layak, dan ketidakmampuan untuk berwudhu dengan air. Syarat-syarat ini mencerminkan fleksibilitas dalam Islam yang memperhatikan kondisi dan keadaan individu dalam menjalankan ibadah.

Tata Cara Shalat di Dalam Kendaraan

Ilustrasi berdoa
Ilustrasi berdoa. (Photo created by 8photo on www.freepik.com)

Setelah memahami tentang apa itu rukhsah dan kondisi-kondisi yang memperbolehkan seorang muslim untuk melaksanakan shalat di dalam kendaraan, penting untuk memahami tata cara shalat di dalam kendaraan. Tata cara shalat di dalam kendaraan adalah sebagai berikut:

 

  1. Dengan posisi duduk di kursi kendaraan. Niat sambil Takbiratul ihram.
  2. Tangan bersedekap seperti layaknya salat sambil berdiri, membaca doa iftitah, Surat Al-Fatihah dan surat pendek yang dikehendaki.
  3. Ruku' dilakukan sedikit membungkukkan badan dari posisi duduk sambil berdoa ketika ruku'.
  4. I'tidal dilakukan dengan posisi punggung lurus seperti dalam posisi duduk sambil berdoa.
  5. Sujud dilakukan dengan membungkukkan badan lebih rendah saat ketika ruku' sebelumnya sambil berdoa.
  6. Duduk antara dua sujud, dilakukan dengan posisi duduk sempurna di kursi kendaraan sambil berdoa.
  7. Sujud kembali dengan membungkukkan badan seperti pada sujud awal sambil berdoa.
  8. Duduk kembali dengan sempurna, tangan bersidekap untuk melaksanakan rakaat yang kedua, membaca Surat Al-Fatihah dan Surat pendek yang dikehendaki.
  9. Ruku' dilakukan sedikit membungkukkan badan dari posisi duduk sambil berdoa ketika ruku'.
  10. I'tidal dilakukan dengan posisi punggung lurus seperti dalam posisi duduk sambil berdoa.
  11. Sujud dilakukan dengan membungkukkan badan lebih rendah saat ketika ruku' sebelumnya sambil berdoa.
  12. Duduk antara dua sujud, dilakukan dengan posisi duduk sempurna di kursi kendaraan sambil berdoa.
  13. Sujud kembali dengan membungkukkan badan seperti pada sujud awal sambil berdoa.
  14. Duduk Tahiyyat Akhir. Duduk dengan sempurna letakkan kedua tangan di atas lutut, lakukan dengan membaca doa tahiyyat akhir.
  15. Mengucapkan salam sambil menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.Berdoa dan berzikir setelah selesai salat.

Tata cara shalat di dalam kendaraan tersebut merupakan salah satu bentuk rukhsah dengan melakukan perubahan dalam gerakan shalat agar sesuai dengan kondisi duduk di kursi kendaraan dan tanpa menghadap kiblat. Hal ini menunjukkan fleksibilitas Islam dalam memungkinkan pelaksanaan ibadah dalam berbagai situasi, termasuk saat dalam perjalanan. Kita juga dapat melaksanakan shalat di dalam kendaraan dengan cara yang biasa tanpa menghadap kiblat, jika terdapat ruang yanglayak, seperti yang tersedia dalam gerbong restorasi dalam kereta yang beroperasi di Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya