Liputan6.com, Jakarta Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1955 memegang peranan krusial dalam sejarah demokrasi Indonesia. Dilaksanakan pada tahun 1955, pemilu ini membuka lembaran baru dalam perjalanan negara yang masih muda ini. Sebagai tonggak awal era demokrasi Indonesia, pemilu tersebut mencerminkan semangat partisipatif masyarakat yang baru saja merdeka, menentukan bentuk representasi politik yang akan diambil.Â
Baca Juga
Advertisement
Sehingga penting untuk mengetahui latar belakang pemilu 1955, dasar hukumnya, serta perjalanan sejarahnya yang membentuk fondasi kuat bagi sistem pemilu di Indonesia. Sebagai bagian dari upaya konsolidasi demokrasi pasca-kemerdekaan, partisipasi aktif masyarakat dalam pemilihan tersebut menciptakan hal penting, menandai keterlibatan langsung warga dalam pembentukan nasib politik negara mereka.Â
Seiring dengan semangat demokrasi yang berkobar, pemilu 1955 memunculkan tatanan politik yang mewarnai jalan demokrasi Indonesia. Dalam konteks inilah, latar belakang pemilu 1955 menjadi sorotan utama. Proses ini bukan sekadar serangkaian peristiwa politik, tetapi sebuah proses transformasi yang mengukuhkan kehadiran demokrasi di panggung nasional.Â
Untuk lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber penjelasan tentang sejarah dan latar belakang pemilu 1955, serta hasilnya pada Selasa (15/1/2024).
Latar Belakang Pemilu 1955 dan Dasar Hukumnya
Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1955 di Indonesia tidak hanya mencerminkan dorongan untuk mengkonsolidasikan demokrasi, tetapi juga menggambarkan rumitnya proses politik pasca-kemerdekaan. Pemilu ini diawali oleh Undang-undang (UU) 7/1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
DPR dan Konstituante, sebagai lembaga legislatif, diakui sebagai representasi suara rakyat. Namun, perjalanan sejarah mencatat bahwa Konstituante akhirnya dibubarkan oleh Sukarno melalui Dekret Presiden pada 5 Juli 1959, menandai perkembangan signifikan dalam perjalanan politik Indonesia.
Selain UU 7/1953, peraturan turunan juga menjadi pilar utama dalam penyelenggaraan pemilu. Peraturan Presiden (PP) Nomor 9/1954 dan PP Nomor 47/1954 memberikan dasar hukum yang kuat, membentuk kerangka kerja yang diperlukan untuk menjalankan proses pemilihan.
Pemilu 1955 dilaksanakan secara dua tahap, yang pertama pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, dan yang kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante. Penyelenggaraan ini didasarkan pada sistem proporsional yang mencakup penggabungan sistem distrik dan sistem perwakilan berimbang.
Keberhasilan penyelenggaraan pemilu ini tidak terlepas dari peran penting UU dan peraturan turunannya. UU 7/1953, yang mendasari proses pemilihan, memberikan landasan hukum yang jelas untuk pembentukan legislatif. Sementara itu, PP Nomor 9/1954 dan PP Nomor 47/1954 memberikan petunjuk lebih lanjut tentang mekanisme pelaksanaannya, mengatur rincian teknis yang diperlukan untuk menjalankan pemilu dengan sebaik-baiknya.
Sebagai hasil dari proses hukum yang kokoh, pemilu ini menciptakan panggung politik yang transparan dan demokratis, menjadikannya tonggak awal bagi demokrasi Indonesia yang terus berkembang.
Advertisement
Sejarah Pemilu 1955
Pemilu 1955 menandai babak baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia, mengukir pencapaian signifikan setelah sekitar sepuluh tahun penuh perdebatan dan pembahasan terkait sistem pemilihan umum di negeri ini. Gagasan untuk melaksanakan Pemilu muncul tiga bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan melalui Maklumat X, dengan rencana awal pelaksanaan pada bulan Januari 1946.
Namun, berbagai kendala mulai dari ketidakstabilan pemerintahan, kekurangan perangkat perundang-undangan, hingga tekanan eksternal dari dunia internasional, menjadi rintangan besar yang menghambat pelaksanaan Pemilu.
Pembahasan Pemilu terus berlanjut, melibatkan perdebatan sengit dan kebijakan yang berubah-ubah. Puncaknya tercapai pada masa kepemimpinan Perdana Menteri Wilopo, yang mencatatkan tonggak penting dengan turunnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953.
UU ini menjadi payung hukum yang menyelenggarakan Pemilu 1955, mengatasi berbagai tantangan dan mengakui urgensi pemilihan sebagai fondasi demokrasi yang kokoh. Pemilu yang akhirnya terlaksana menjadi hasil perjuangan panjang untuk menghadirkan proses pemilihan umum yang sesuai dengan asas-asas demokrasi, yakni aman, lancar, jujur, adil, dan demokratis.
Pemilu 1955 bukan hanya sekadar pemilihan umum, melainkan sebuah peristiwa bersejarah yang menunjukkan komitmen Indonesia dalam mewujudkan demokrasi di tengah-tengah ketidakpastian politik dan perubahan dinamika pemerintahan.
Proses penyelenggaraannya, yang menghadapi berbagai cobaan, menciptakan fondasi yang solid bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Sejarah Pemilu 1955 menjadi saksi penting bagaimana Indonesia, dengan tekad yang kuat, mampu mengatasi tantangan dan mewujudkan visi demokratisnya.
Hasil Lengkap Pemilu 1955
Pemilu 1955 menjadi ajang demokrasi monumental dengan partisipasi lebih dari 30 partai politik, organisasi massa, dan calon perorangan. Total 257 kursi DPR dan 514 kursi Dewan Konstituante menjadi rebutan para peserta pemilu yang berkompetisi sengit untuk memenangkan kepercayaan rakyat.
Pada puncaknya, Partai Nasional Indonesia (PNI) muncul sebagai pemenang utama, memenangkan kedua pemilihan dengan meraih suara sekitar 22% dari total suara dan menempati 57 kursi di DPR. Kejayaan PNI juga meluas ke pemilihan Dewan Konstituante, di mana partai ini mendominasi dengan meraih 23,9% suara dan 119 kursi.
Namun, PNI tidak berdiri sendiri dalam perjalanan perebutan kursi. Partai Masyumi dan Nahdatul Ulama (NU) juga tampil kuat dan memainkan peran signifikan dalam kompetisi politik tersebut. Masyumi, dengan perolehan suara sekitar 20,9% atau sekitar 7,9 juta suara, berhasil menduduki 57 kursi DPR, sementara NU, dengan suara sekitar 18,4%, meraih 45 kursi. Keberagaman partai politik yang aktif dalam pemilu ini menciptakan panggung politik yang dinamis, memberikan gambaran awal tentang keragaman politik yang akan mengisi landscape Indonesia pasca-kemerdekaan.
Hasil Pemilu 1955 tidak hanya mencerminkan keberhasilan partai besar, tetapi juga memberikan suara bagi partai-partai kecil yang mewakili berbagai lapisan masyarakat. Partai Komunis Indonesia (PKI), sebagai salah satu peserta, meraih perhatian dengan memperoleh suara sekitar 16,4%, setara dengan 39 kursi di DPR.
Keberagaman ini menandai keragaman ideologi dan pandangan politik yang diterima oleh masyarakat Indonesia saat itu. Dengan demikian, hasil Pemilu 1955 memberikan pemahaman mendalam tentang dinamika politik awal negara ini, menciptakan dasar bagi perjalanan politik dan demokrasi di Indonesia.
Â
Â
Â
Advertisement