Liputan6.com, Jakarta Polio atau yang juga dikenal sebagai poliomyelitis, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus poliovirus. Virus ini menyerang sistem saraf dan dapat mengakibatkan kelumpuhan permanen, atau bahkan kematian jika sistem pernapasan terpengaruh. Penyakit polio tidak hanya menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun, tetapi dapat menyerang individu dalam segala usia.
Gejala awal yang umumnya muncul setelah terinfeksi virus polio adalah demam, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, kekakuan pada leher dan mual. Penyakit polio sendiri dapat menyebar dengan mudah, di daerah dengan sanitasi yang buruk atau kebersihan yang rendah.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Dalam rangka memerangi penyakit polio, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan negara-negara lain melakukan program imunisasi massal dan pemantauan penyakit ini. Meskipun angka kasus polio telah menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, tetap penting untuk terus berkomitmen dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ini.
Berikut ini gejala dan penyebab penyakit polio yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (6/5/2024).Â
Mengenal Penyakit Polio dan Gejalanya
Polio, atau yang juga dikenal dengan sebutan poliomyelitis, adalah penyakit yang disebabkan oleh virus poliovirus. Virus ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, serta berisiko fatal karena bisa melumpuhkan atau gagalnya sistem pernapasan. Polio umumnya menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Meskipun pada banyak kasus tidak menimbulkan gejala yang jelas, tetap merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Mayoritas individu yang terinfeksi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, namun sekitar 25% dari mereka akan mengalami gejala yang mirip dengan flu yang umumnya ringan, seperti sakit tenggorokan, kelelahan, demam, sakit kepala, dan lainnya.
Gejala-gejala ini, dikenal sebagai "polio non paralitik", biasanya akan menghilang dalam waktu sekitar 10 hari tanpa menyebabkan kelumpuhan. Namun, bagi sebagian kecil orang, infeksi ini dapat berkembang menjadi polio paralitik yang lebih serius. Polio paralitik memunculkan gejala yang lebih parah, mulai dari kehilangan refleks hingga kelumpuhan anggota tubuh. Gejala ini dapat memburuk dengan cepat, menyebabkan rasa nyeri yang parah, kelumpuhan mendadak, dan bahkan kematian dalam kasus yang ekstrim.
Selain itu, polio paralitik juga dapat mengancam sistem pernapasan, membahayakan nyawa individu yang terinfeksi. Yang lebih mengejutkan lagi adalah efek jangka panjang dari polio. Meskipun seseorang telah sembuh dari infeksi akutnya, mereka masih berisiko mengalami sindrom pasca-polio bertahun-tahun kemudian. Sindrom ini dapat menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu, mulai dari kesulitan bernapas dan menelan, kelemahan otot, hingga gangguan tidur seperti sleep apnea. Selain itu, individu yang mengalami polio juga berisiko mengalami depresi, nyeri otot, dan masalah kesehatan lainnya yang terkait dengan kondisi tersebut.
Â
Advertisement
Penyebab dan Faktor Risiko
Polio atau poliomielitis, merupakan salah satu penyakit menular yang telah menjadi fokus utama dalam upaya pemberantasan penyakit menular di seluruh dunia. Ini bukan hanya karena dampak serius yang dapat ditimbulkannya, seperti kelumpuhan permanen atau bahkan kematian, tetapi juga karena telah ada upaya global yang signifikan, untuk mengendalikan dan membasminya melalui program imunisasi yang luas.
Untuk benar-benar memahami bagaimana penyakit polio menyebar dan menyebabkan infeksi, maka ada beberapa faktor utama yang berkontribusi pada penyebarannya:
- Virus Polio: Virus polio, jenis enterovirus dari genus Enterovirus, merupakan penyebab utama polio. Virus ini dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi, baik melalui percikan ludah, batuk, atau bersin, maupun melalui kontak dengan tinja atau cairan tubuh lainnya.
- Penularan melalui Saluran Pencernaan: Virus polio memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan, biasanya setelah terpapar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus ini berkembang biak di usus dan dari situ, dapat menyebar ke sistem saraf, menyebabkan infeksi serius.
- Feses sebagai Sumber Penularan: Salah satu aspek yang sering diabaikan dari penyebaran polio adalah penularannya melalui feses manusia. Individu yang terinfeksi virus polio dapat mengeluarkan virus melalui tinja mereka. Jika tinja ini masuk ke dalam air minum atau makanan yang tidak dimasak dengan baik, virus dapat dengan mudah menyebar ke individu lain yang mengonsumsinya.
- Kurangnya Imunisasi: Salah satu faktor kunci yang berkontribusi pada penyebaran polio adalah kurangnya vaksinasi atau imunisasi yang tepat. Vaksin polio telah terbukti sangat efektif dalam mencegah penyakit ini, tetapi kekurangan akses atau penolakan terhadap vaksinasi dapat meningkatkan risiko penyebaran polio di komunitas tertentu.
- Rendahnya Kekebalan Tubuh: Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau terganggu juga berisiko lebih tinggi terkena polio. Hal ini dapat terjadi pada individu yang menderita kondisi medis tertentu, seperti HIV/AIDS, atau pada individu yang menjalani terapi imunosupresan untuk kondisi autoimun, atau setelah transplantasi organ.
Dengan memahami secara menyeluruh bagaimana penyakit polio menyebar dan apa faktor-faktor yang berkontribusi pada penularannya, kita dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif. Ini termasuk memastikan vaksinasi dilakukan secara tepat waktu, meningkatkan kebersihan individu dan lingkungan, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya imunisasi dalam melindungi diri sendiri dan masyarakat dari ancaman polio.
Komplikasi, Pencegahan dan Cara Mengatasi Polio
Komplikasi Polio
Polio paralisis yang disebabkan oleh infeksi virus polio, dapat menyebabkan sejumlah komplikasi yang serius dan berpotensi mengancam jiwa. Beberapa dari komplikasi ini termasuk cacat, kelainan bentuk tungkai dan pinggul, kelumpuhan baik sementara maupun permanen, kesulitan bernapas karena kelumpuhan otot saluran pernapasan, gagal napas, bahkan kematian. Selain itu, ada juga kemungkinan gejala polio muncul kembali pada individu yang sebelumnya telah terinfeksi. Kondisi ini dikenal sebagai sindrom pascapolio, di mana gejalanya bisa muncul 30 tahun atau lebih setelah infeksi awal.
Pencegahan Polio
Pencegahan terhadap penyakit polio dapat dilakukan melalui imunisasi polio yang tepat. Vaksin polio memiliki kemampuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit ini, dan aman untuk diberikan kepada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Ada dua jenis vaksin polio yang umum digunakan, yaitu vaksin injeksi (IPV) dan vaksin tetes mulut (OPV). Vaksin tetes mulut (OPV-0) diberikan kepada bayi sesaat setelah lahir. Selanjutnya, vaksin polio akan diberikan dalam empat dosis, baik dalam bentuk suntikan maupun tetes mulut, dengan jadwal sebagai berikut:
- Dosis pertama (polio-1) diberikan saat usia 2 bulan.
- Dosis kedua (polio-2) diberikan saat usia 3 bulan.
- Dosis ketiga (polio-3) diberikan saat usia 4 bulan.
- Dosis terakhir diberikan pada usia 18 bulan sebagai dosis penguat.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi polio, pemerintah mengadakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di seluruh wilayah Indonesia. Melalui kegiatan ini, semua bayi dan balita (usia 0–59 bulan) akan diberikan vaksinasi tambahan polio, tanpa memperhatikan apakah imunisasi mereka sudah lengkap atau belum.Â
Hingga saat ini, penyakit polio masih belum memiliki pengobatan yang dapat menyembuhkan sepenuhnya, karena belum ditemukan pengobatan yang efektif untuk melawan virus polio. Meskipun demikian, langkah-langkah perawatan yang tepat dapat membantu mengobati gejala polio dan mempercepat proses pemulihan, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang serius.
Salah satu langkah utama dalam mengobati penyakit polio adalah dengan mencukupi asupan cairan tubuh dan memberikan istirahat yang cukup. Ini membantu tubuh dalam memerangi infeksi dan mempercepat proses penyembuhan. Selain itu, dokter juga akan meresepkan obat-obatan tertentu untuk mengatasi gejala polio, seperti:
- Obat Antibiotik: Obat ini sering diberikan untuk mengatasi infeksi bakteri yang dapat memicu atau memperburuk gejala polio. Misalnya, jika terdapat infeksi saluran kemih, dokter mungkin akan meresepkan antibiotik seperti ceftriaxone untuk membantu mengobatinya.
- Obat Pelemas Otot: Untuk mengurangi ketegangan pada otot yang mungkin terjadi akibat polio, dokter dapat meresepkan obat pelemas otot seperti scopolamine atau tolterodine. Selain itu, kompres hangat juga dapat membantu mengurangi ketegangan otot yang menyebabkan ketidaknyamanan.
- Obat Pereda Nyeri: Untuk mengurangi gejala seperti sakit kepala, demam, dan nyeri yang sering terjadi pada penderita polio, dokter mungkin akan meresepkan obat pereda nyeri seperti ibuprofen.
Jika penderita polio mengalami kesulitan dalam bernapas, dokter mungkin akan memasang alat bantu napas untuk membantu pernapasan. Selain itu, fisioterapi juga direkomendasikan untuk membantu menjaga fungsi otot dan mencegah kehilangan mobilitas yang mungkin terjadi akibat polio.
Advertisement