Liputan6.com, Jakarta Kuorum dalam konteks sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah aspek penting yang menentukan sah atau tidaknya pelaksanaan suatu rapat, termasuk dalam proses persetujuan Rancangan Undang-Undang (RUU). Kuorum ini merujuk pada jumlah minimal anggota yang harus hadir dalam rapat untuk memastikan legitimasi keputusan yang diambil.Â
Misalnya, dalam proses pengesahan Revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (RUU Pilkada), rapat paripurna DPR terpaksa ditunda karena tidak tercapainya kuorum kesepakatan. Secara prinsip, pengambilan keputusan dalam rapat DPR diupayakan melalui musyawarah untuk mufakat.Â
Namun, jika mufakat tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Berikut ulasan lebih lanjut tentang makna kuorum dalam sidang Paripurna DPR saat persetujuan RUU yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (22/8/2024).
Advertisement
Apa itu Kuorum dalam Sidang Paripurna DPR
Kuorum sidang paripurna DPR adalah persyaratan jumlah minimal anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang harus hadir untuk menjamin sahnya pelaksanaan suatu rapat, terutama dalam pengambilan keputusan penting seperti persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU). Kuorum ini bukan sekadar angka, tetapi merupakan fondasi yang memastikan bahwa keputusan yang diambil memiliki legitimasi yang kuat, karena didukung oleh representasi yang memadai dari para anggota DPR.
Dalam konteks persetujuan RUU, seperti yang terlihat pada pengesahan Revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (RUU Pilkada), kuorum menjadi penentu apakah sebuah rapat dapat dilanjutkan atau harus ditunda. Ketika kuorum tidak terpenuhi, rapat paripurna DPR harus ditunda hingga kuorum tercapai. Sebagai contoh, dalam kasus penundaan rapat paripurna untuk pengesahan RUU Pilkada, pimpinan DPR memutuskan untuk menjadwalkan ulang rapat karena kuorum kesepakatan belum terpenuhi.
Secara prosedural, pengambilan keputusan di DPR diupayakan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun, jika mufakat tidak dapat dicapai, keputusan akan diambil berdasarkan suara terbanyak. Kuorum dalam hal ini menjadi syarat awal yang harus dipenuhi untuk melanjutkan ke tahap pengambilan keputusan tersebut. Jika jumlah minimal anggota yang hadir tidak memenuhi ketentuan, rapat dapat ditunda hingga dua kali dengan jeda waktu maksimal 24 jam setiap kali penundaan. Jika setelah dua kali penundaan kuorum masih tidak tercapai, penyelesaian akan diserahkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) DPR, yang akan mempertimbangkan pendapat dari Pimpinan Fraksi.
Dalam praktiknya, keberadaan kuorum ini penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil, seperti dalam persetujuan RUU KUHP, mencerminkan kehendak mayoritas anggota DPR yang hadir dan dengan demikian mewakili kehendak rakyat yang diwakilinya. Tanpa kuorum, keputusan yang dihasilkan bisa dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.
Advertisement
Mekanisme Pengambilan Keputusan DPR RI
Mekanisme pengambilan keputusan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI diatur secara jelas dalam Tata Tertib DPR RI, khususnya pada BAB XVII, yang menjelaskan tahapan dan prosedur yang harus diikuti dalam setiap rapat. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil memiliki legitimasi dan representasi yang memadai dari para anggota dewan.
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Mufakat
Pada prinsipnya, DPR mengutamakan pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam proses ini, setiap anggota rapat diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, saran, dan pandangannya terhadap isu yang sedang dibahas. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai kesepakatan bersama yang diterima oleh semua pihak yang hadir.Â
Keputusan berdasarkan mufakat dianggap sah jika diambil dalam rapat yang memenuhi kuorum dan mendapat persetujuan dari seluruh anggota yang hadir. Pendekatan ini mencerminkan nilai-nilai demokrasi deliberatif, di mana dialog dan konsensus menjadi prioritas utama.
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak
Namun, dalam praktiknya, tidak selalu mungkin untuk mencapai mufakat. Jika perbedaan pendapat di antara anggota rapat tidak dapat dijembatani, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Dalam situasi ini, jika sebuah keputusan tidak bisa dicapai melalui mufakat, maka keputusan diambil melalui pemungutan suara.Â
Pengambilan suara ini dapat dilakukan secara terbuka, terutama jika menyangkut kebijakan umum, atau secara tertutup jika menyangkut orang atau masalah lain yang dianggap perlu dirahasiakan. Pemberian suara secara tertutup dilakukan dengan cara yang menjaga kerahasiaan identitas pemilih, seperti menggunakan surat suara tertulis tanpa mencantumkan nama atau tanda tangan. Keputusan yang diambil dengan cara ini dianggap sah jika rapat telah mencapai kuorum dan lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir menyetujui keputusan tersebut.
Peran Kuorum dalam Pengambilan Keputusan
Kuorum adalah elemen kunci dalam proses pengambilan keputusan di DPR. Setiap rapat DPR hanya dapat mengambil keputusan jika dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang seharusnya hadir. Jika kuorum tidak tercapai, rapat harus ditunda hingga dua kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 24 jam. Jika setelah dua kali penundaan kuorum masih tidak tercapai, cara penyelesaiannya akan diserahkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) DPR, yang kemudian akan memutuskan langkah selanjutnya dengan mempertimbangkan pendapat dari Pimpinan Fraksi.
Mekanisme ini memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil memiliki dasar yang kuat dan didukung oleh representasi yang cukup dari anggota DPR, sehingga keputusan tersebut benar-benar mewakili kepentingan rakyat yang diwakili oleh para anggota dewan. Dengan demikian, proses pengambilan keputusan di DPR mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan antara prinsip demokrasi deliberatif melalui mufakat dan efisiensi pengambilan keputusan melalui suara terbanyak.
Â
Advertisement