Buka-Bukaan, Cak Imin Sebut 1 Suara di Pilkada Harganya Rp300.000

Cak Imin ungkap biaya politik uang di Pilkada 2024: satu suara dihargai Rp300 ribu. Apakah demokrasi kita terancam?

oleh Shani Ramadhan Rasyid diperbarui 01 Des 2024, 10:50 WIB
Diterbitkan 01 Des 2024, 10:50 WIB
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa atau Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengungkapkan alasan Presiden terpilih Prabowo Subianto batal hadir ke acara Muktamar PKB.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa atau Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengungkapkan alasan Presiden terpilih Prabowo Subianto batal hadir ke acara Muktamar PKB. (Merdeka.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Fenomena politik uang kembali mencuat jelang Pilkada Serentak 2024. Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, menyebut harga satu suara rakyat dapat mencapai Rp300 ribu berdasarkan survei yang diterimanya. Pernyataan ini menyoroti tantangan serius dalam menjaga demokrasi yang sehat di Indonesia.

"Saya kemarin ketemu salah satu sahabat saya ketua umum partai, sahabat dekat saya. Dia cerita satu orang subsidinya untuk caleg Rp20 miliar saya bilang kalau itu diserahin ke kader PKB, 1 orang Rp20 miliar minimal jadi 3 kursi bagi orang PKB" ungkap Cak Imin dalam sambutannya di acara Munas V Sayap Kanan Perempuan Bangsa di Hotel Sultan, Sabtu (30/11).

Dalam acara Musyawarah Nasional V Perempuan Bangsa, Cak Imin berbagi kekhawatirannya tentang bagaimana politik uang menciptakan kompetisi yang tidak adil antar calon kepala daerah. Ia juga mengapresiasi kader PKB yang tetap bertarung tanpa menggunakan cara tersebut.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan penting tentang masa depan demokrasi di Indonesia. 

Uang Rp300 Ribu untuk Satu Suara, Apa Kata Cak Imin?

Dalam sambutannya di Musyawarah Nasional V Perempuan Bangsa, Cak Imin memaparkan hasil survei yang mengejutkan. Ia menyebutkan, uang sebesar Rp300 ribu diperlukan untuk "membeli" satu suara rakyat. Menurutnya, nominal yang lebih rendah tidak akan diterima oleh masyarakat. 

Ia menyinggung Abdul Wahid, kader PKB yang maju di Pilgub Riau. Abdul Wahid unggul unggul versi quick count tanpa harus mengeluarkan uang. Melainkan karena gagasan.

"Pak Wahid ini tahu data salah satu untuk bocoran kita rahasia tapi hasil survei pakai uang itu minimal Rp300.000 baru bisa diterima kalau cuma Rp100.000 nggak akan diterima oleh Rakyat karena tahu itu pak Wahid daripada uang 300.000 persoalan lebih baik tidak usah keluar karena memang enggak ada," ungkap Cak Imin dalam sambutannya di acara Munas V Sayap Kanan Perempuan Bangsa di Hotel Sultan, Sabtu (30/11).

Fenomena ini menunjukkan bahwa politik uang telah menjadi norma yang mengkhawatirkan dalam Pilkada di Indonesia. Cak Imin menekankan, situasi ini melemahkan kualitas demokrasi dan mengurangi nilai hak pilih sebagai bagian penting dalam sistem politik bangsa.

Politik Uang dan Kompetisi Tidak Sehat

Cak Imin juga menyinggung masih maraknya politik uang dalam Pilkada Serentak 2024 terlebih di daerah.

"Kemarin kita semua prihatin pemilihan kepala daerah yang diwarnai oleh money politik kompetisi yang tidak sehat dan berbagai macam evaluasi yang harus kita lakukan bersama-sama sebagai kekuatan bangsa," kata Cak Imin dalam sambutannya.

Cak Imin klaim, kader PKB tidak terbawa arus dalam money politic. Cak Imin menegaskan bahwa politik uang menciptakan persaingan yang tidak sehat di antara para calon kepala daerah. Ia menganggap praktik ini sebagai ancaman besar bagi demokrasi yang seharusnya berdasarkan gagasan, data, dan integritas.

Dengan uang yang menjadi faktor dominan, kandidat yang tidak memiliki sumber daya finansial besar akan kesulitan bersaing. Hal ini, menurut Cak Imin, membutuhkan evaluasi serius untuk memperbaiki sistem pemilu.

Kisah Sukses Tanpa Politik Uang

Meski situasi ini mengkhawatirkan, Cak Imin menyoroti contoh positif. Ia memuji kader PKB, Abdul Wahid, yang berhasil memenangkan kontestasi Pilkada Riau  tanpa mengandalkan politik uang. Dengan mengandalkan otak dan data, Abdul Wahid membuktikan bahwa kemenangan bisa diraih tanpa harus mengeluarkan biaya besar.

"Karena apa kata dia cuman dua modalnya pakai otak yang pertama yang kedua pakai data," ungkapnya.

Cerita ini menunjukkan bahwa masih ada harapan bagi demokrasi Indonesia untuk berfungsi sesuai prinsip keadilan. 

Efek Jangka Panjang Politik Uang

Fenomena politik uang tidak hanya berdampak pada proses pemilu, tetapi juga pada kualitas pemerintahan yang dihasilkan. Kandidat yang menang dengan mengandalkan uang cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu di atas kebutuhan rakyat.

Menurut Cak Imin, hal ini menjadi tanda bahwa demokrasi di Indonesia sedang mengalami pelemahan serius. Ia mendorong semua pihak untuk bersama-sama mencegah praktik-praktik seperti ini agar demokrasi dapat kembali sehat.

Langkah Menuju Pilkada Bersih

Menyikapi fenomena ini, Cak Imin mengusulkan evaluasi menyeluruh terhadap sistem Pilkada. Ia percaya bahwa perubahan hanya bisa terjadi jika semua pihak, termasuk partai politik dan masyarakat, berkomitmen untuk menghapus politik uang dari budaya pemilu.

Langkah ini harus dimulai dari edukasi masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan gagasan, bukan uang. Dengan demikian, Pilkada yang adil dan demokratis dapat terwujud.

Mengapa harga suara di Pilkada bisa mahal?

Fenomena ini terjadi karena politik uang telah menjadi bagian dari budaya pemilu di Indonesia, di mana suara rakyat dihargai dalam bentuk uang untuk memengaruhi hasil pemilu.

Apakah politik uang melanggar hukum?

Ya, politik uang adalah pelanggaran hukum sesuai dengan undang-undang pemilu di Indonesia, namun praktik ini sering kali sulit dibuktikan.

Apa dampak politik uang bagi masyarakat?

Politik uang dapat mengakibatkan terpilihnya pemimpin yang tidak kompeten, sehingga berdampak negatif pada kebijakan publik dan kesejahteraan masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya