14 Tradisi Sebelum Puasa yang Masih Dilestarikan di Indonesia, Mandi Jeruk Nipis hingga Lomba Perahu

Mengenal tradisi sebelum puasa di berbagai daerah Indonesia, dari Padusan di Jawa hingga Balimau di Sumatra. Simak makna mendalam dan keunikan tiap tradisi yang masih terjaga hingga kini.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 14 Jan 2025, 12:54 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2025, 11:30 WIB
Menikmati Kemeriahan Festival Pacu Jalur di Provinsi Riau
Lomba Pacu Jalur Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau menjadi salah satu agenda pariwisata nasional yang digelar setiap tahun.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Menjelang bulan Ramadan, masyarakat Muslim di berbagai daerah Indonesia memiliki tradisi unik yang dilakukan secara turun-temurun. Tradisi sebelum puasa ini tidak hanya menjadi ritual pembersihan diri, tetapi juga momen untuk mempererat silaturahmi dan memperkuat nilai-nilai sosial dalam masyarakat.

Keberagaman suku dan budaya di Indonesia memperkaya khazanah tradisi sebelum puasa yang ada di Nusantara. Meski berbeda-beda bentuknya, umumnya tradisi ini memiliki tujuan yang sama: menyucikan diri secara lahir dan batin sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Berikut adalah 14 tradisi sebelum puasa yang masih dilestarikan di berbagai daerah di Indonesia, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (14/1/2025).

Padusan di Jawa

Padusan berasal dari kata "padus" dalam bahasa Jawa yang berarti mandi. Tradisi sebelum puasa ini masih dilakukan oleh masyarakat di berbagai daerah di Pulau Jawa, terutama di Yogyakarta dan sekitarnya.

Kegiatan ini dilakukan dengan berendam atau mandi di sumber mata air, sungai, atau tempat pemandian yang dianggap keramat. Biasanya dilaksanakan satu atau dua hari menjelang Ramadan, masyarakat berbondong-bondong mendatangi tempat pemandian secara bersama-sama.

Padusan memiliki makna filosofis sebagai simbol penyucian diri, baik jasmani maupun rohani. Masyarakat percaya bahwa dengan melakukan padusan, mereka dapat menjalankan ibadah puasa dengan kondisi yang bersih dan suci, baik lahir maupun batin.

Balimau di Sumatra Barat

Balimau adalah tradisi sebelum puasa yang berasal dari Minangkabau, Sumatra Barat. Kata "balimau" sendiri berasal dari "limau" yang berarti jeruk nipis, mengacu pada penggunaan air yang dicampur dengan jeruk nipis untuk mandi.

Tradisi ini dilaksanakan sehari sebelum Ramadan dimulai. Masyarakat akan berkumpul di sungai atau tempat pemandian untuk mandi bersama menggunakan air yang telah dicampur dengan perasan jeruk nipis. Dulunya, tradisi ini muncul karena keterbatasan akses terhadap sabun dan air bersih.

Selain sebagai ritual pembersihan diri, Balimau juga menjadi momen untuk mempererat silaturahmi antar warga. Setelah mandi bersama, biasanya dilanjutkan dengan acara makan bersama dan doa-doa untuk menyambut Ramadan.

Meugang di Aceh

Tradisi Meugang dari Aceh
Pedagang memotong daging sapi dagangannya pada perayaan tradisi Meugang Ramadan 1440 Hijriah di Banda Aceh, 4 Mei 2019. Meugang merupakan tradisi turun temurun masyarakat Aceh dengan membeli, mengolah, hingga menyantap daging bersama keluarga. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)... Selengkapnya

Meugang atau yang juga dikenal dengan Makmeugang merupakan tradisi sebelum puasa yang telah ada sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-14. Tradisi ini tidak hanya dilakukan menjelang Ramadan, tetapi juga saat menyambut Idul Fitri dan Idul Adha.

Pada pelaksanaannya, masyarakat Aceh akan membeli atau menyembelih hewan ternak, terutama sapi atau kerbau. Daging tersebut kemudian diolah menjadi berbagai hidangan khas Aceh dan dinikmati bersama keluarga, kerabat, rekan kerja, bahkan dibagikan kepada anak yatim dan fakir miskin.

Tradisi Meugang memiliki makna sosial yang dalam, yaitu sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dan rezeki kepada sesama. Selain itu, tradisi ini juga menjadi simbol persiapan fisik sebelum menjalani ibadah puasa sebulan penuh.

Nyadran di Jawa Tengah

Nyadran merupakan tradisi sebelum puasa yang telah berlangsung ratusan tahun di masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah. Kata "nyadran" berasal dari bahasa Sansekerta "sraddha" yang berarti ritual pemujaan leluhur.

Rangkaian kegiatan Nyadran dimulai dengan bersih-bersih makam leluhur atau yang disebut "besik", dilanjutkan dengan tabur bunga dan doa bersama. Setelah itu, masyarakat akan menggelar kenduri dengan membawa berbagai makanan tradisional yang disantap bersama-sama di area pemakaman.

Filosofi dari tradisi sebelum puasa ini adalah sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus introspeksi diri sebelum memasuki bulan suci. Melalui Nyadran, masyarakat juga diingatkan akan pentingnya menjaga hubungan baik, baik dengan yang masih hidup maupun yang telah meninggal.

Munggahan di Jawa Barat

Tradisi Ramadan
Munggahan atau tradisi penutupan sebelum bulan suci Ramadan di Banten, biasa dirayakan dengan babacakan (bancakan) atau makan bersama. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)... Selengkapnya

Munggahan berasal dari kata "munggah" yang dalam bahasa Sunda berarti naik, menggambarkan peralihan dari bulan Sya'ban ke bulan Ramadan. Tradisi sebelum puasa ini masih dilestarikan oleh masyarakat Sunda di berbagai wilayah Jawa Barat.

Pelaksanaan Munggahan biasanya dilakukan satu atau dua hari sebelum Ramadan. Kegiatannya bisa berupa piknik bersama keluarga, ziarah kubur, membersihkan tempat ibadah, atau berkumpul untuk makan bersama. Pada zaman dahulu, anak-anak laki-laki akan pergi ke sungai untuk mandi sebagai simbol penyucian diri.

Tradisi ini mengandung makna sebagai persiapan mental dan spiritual sebelum menjalankan ibadah puasa. Melalui Munggahan, masyarakat juga diingatkan untuk membersihkan hati dan pikiran, serta memperkuat tali silaturahmi dengan keluarga dan tetangga.

Nyorog di Jakarta

Nyorog adalah tradisi sebelum puasa yang khas dari masyarakat Betawi di Jakarta. Tradisi ini menunjukkan kuatnya nilai-nilai kekeluargaan dalam budaya Betawi yang masih terjaga hingga kini.

Dalam pelaksanaannya, masyarakat Betawi akan memberikan bingkisan berupa makanan atau sembako kepada keluarga yang lebih tua, seperti orang tua, mertua, atau tokoh masyarakat setempat. Bingkisan biasanya berisi makanan khas Betawi seperti sayur gabus pucung, ikan bandeng, atau daging.

Filosofi dari tradisi Nyorog adalah sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua sekaligus momen untuk mempererat tali silaturahmi. Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya berbagi dan saling menghargai menjelang bulan suci Ramadan.

Malamang di Sumatra Barat

Warga Kecamatan Pauh malamang atau membuat lemang menyambut Hari Raya Idul Fitri. (Liputan6.com/ Novia Harlina)
Warga Kecamatan Pauh malamang atau membuat lemang menyambut Hari Raya Idul Fitri. (Liputan6.com/ Novia Harlina)... Selengkapnya

Malamang merupakan tradisi sebelum puasa yang berasal dari masyarakat Minangkabau. Nama tradisi ini diambil dari kata "lamang" atau lemang, yaitu makanan tradisional yang menjadi fokus utama dalam pelaksanaan tradisi ini.

Tradisi ini dilaksanakan di berbagai daerah di Sumatra Barat seperti Padang, Pariaman, Padang Pariaman, dan Painan. Dalam prosesnya, masyarakat akan bergotong royong membuat lemang, makanan yang terbuat dari beras ketan yang dimasak dalam bambu dengan alas daun pisang. Proses pembuatannya membutuhkan kerja sama banyak orang, mulai dari mencari bambu, menyiapkan kayu bakar, hingga proses memasak.

Malamang bukan sekadar tradisi membuat makanan, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat Minangkabau. Lemang yang telah dibuat kemudian disajikan pada malam hari saat syukuran dan berdoa bersama menyambut Ramadan.

Megibung di Bali

Megibung adalah tradisi sebelum puasa yang unik dari komunitas Muslim di Kabupaten Karangasem, Bali. Tradisi ini menunjukkan bagaimana Islam dan budaya lokal dapat berjalan beriringan dengan harmonis.

Dalam pelaksanaannya, masyarakat akan berkumpul untuk memasak dan makan bersama sambil duduk melingkar bersila. Nasi ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut "gibungan" dengan alas daun pisang, sementara lauk pauk disajikan di atas "karangan" yang juga beralaskan daun pisang.

Filosofi dari Megibung adalah memperkuat persaudaraan dan kebersamaan menjelang Ramadan. Tradisi ini juga mencerminkan nilai-nilai kesetaraan, karena semua peserta duduk bersama tanpa memandang status sosial.

Mattunu Solong di Sulawesi Barat

Ilustrasi lilin, malam hari, malam Jumat Kliwon
Ilustrasi lilin, malam hari, malam Jumat Kliwon. (Photo by Bithinraj Mb from Pexels)... Selengkapnya

Mattunu Solong merupakan tradisi sebelum puasa yang berasal dari masyarakat Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Tradisi ini memiliki keunikan tersendiri dengan penggunaan pelita tradisional sebagai simbol penerangan spiritual.

Pelaksanaan tradisi ini melibatkan penyalaan pelita tradisional yang terbuat dari buah kemiri yang ditumpuk dengan kapuk dan dililitkan pada potongan bambu. Pelita-pelita ini kemudian ditempatkan di berbagai lokasi seperti pagar, halaman, anak tangga, pintu masuk, hingga dapur.

Masyarakat Mandar meyakini bahwa tradisi Mattunu Solong dapat mendatangkan keberkahan dalam menyambut Ramadan. Selain itu, tradisi ini juga dipandang sebagai doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kesehatan dan umur panjang agar dapat menunaikan ibadah puasa dengan lancar.

Dugderan di Semarang

Dugderan adalah tradisi sebelum puasa yang khas dari kota Semarang, Jawa Tengah. Nama "Dugderan" sendiri berasal dari bunyi "dug" dari bedug dan "der" dari meriam yang menjadi ciri khas tradisi ini.

Tradisi ini awalnya muncul sebagai cara untuk mengumumkan dimulainya bulan Ramadan kepada masyarakat luas. Pada masa lalu, ketika belum ada teknologi modern, bunyi bedug dan meriam menjadi penanda yang efektif untuk menyebarkan informasi ke seluruh penjuru kota.

Kini, Dugderan telah berkembang menjadi festival rakyat yang meriah dengan berbagai pertunjukan seperti tarian, arak-arakan, dan penabuhan bedug. Meski demikian, esensi utamanya tetap sama: menjadi penanda resmi dimulainya bulan suci Ramadan sekaligus momen pemersatu masyarakat dalam menyambut bulan puasa.

Cucurak di Jawa Barat

Cucurak Khas Bogor, Sambut Bulan Ramadan
Warga berkumpul memadati hutan penelitian CIFOR (Center for International Forestry Research) saat tradisi Cucurak, di Kota Bogor, Minggu (13/5). Tradisi Cucurak digelar untuk mengungkapkan kebahagiaannya menyambut bulan Ramadan. (Merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Cucurak adalah tradisi sebelum puasa yang berasal dari masyarakat Sunda. Dalam bahasa Sunda, "cucurak" diartikan sebagai momen bersenang-senang dan berkumpul bersama keluarga besar menjelang Ramadan.

Pelaksanaan tradisi ini berpusat pada kegiatan makan bersama dengan cara yang unik, yaitu menggunakan alas daun pisang dan duduk lesehan. Menu yang disajikan biasanya berupa makanan tradisional seperti nasi liwet, tempe, ikan asin, sambal, dan aneka lalapan segar.

Masyarakat Sunda memaknai Cucurak bukan sekadar sebagai acara makan bersama, tetapi juga sebagai momen silaturahmi dan ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan. Tradisi ini mengajarkan pentingnya kebersamaan dan rasa syukur sebelum memasuki bulan puasa.

Suru Maca di Sulawesi Selatan

Suru Maca merupakan tradisi sebelum puasa yang dilakukan oleh masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Nama "Suru Maca" dalam bahasa setempat berarti "membaca bersama", menggambarkan inti dari tradisi ini.

Tradisi ini dilaksanakan pada malam pertama Ramadan di masjid atau musholla di berbagai desa. Masyarakat akan berkumpul untuk melakukan doa bersama, membaca Al-Quran, dan mendoakan leluhur serta anggota keluarga yang telah meninggal.

Filosofi dari Suru Maca adalah mempererat hubungan vertikal dengan Allah SWT sekaligus hubungan horizontal dengan sesama manusia, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Tradisi ini juga menjadi momentum untuk memohon keselamatan dunia dan akhirat bagi seluruh umat.

Long Bumbung di Karanganyar

Bledugan, Tradisi Anak-Anak Bogor Menyambut Idul Fitri
Anak-anak bermain meriam bambu atau bledugan saat merayakan malam takbiran di kawasan Cijeruk, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/6/2019). Tradisi yang dilakukan setiap malam Idul Fitri ini tetap dipertahankan oleh warga setempat. (merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Long Bumbung adalah tradisi sebelum puasa yang unik dari masyarakat Karanganyar, Jawa Tengah. Tradisi ini memiliki ciri khas berupa bunyi-bunyian yang dihasilkan dari meriam bambu, menciptakan suasana meriah menjelang Ramadan.

Pelaksanaan Long Bumbung melibatkan pembuatan dan peledakan meriam bambu yang menghasilkan suara menggelegar. Bambu yang digunakan dipilih secara khusus dan disiapkan sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan bunyi yang keras saat dinyalakan.

Tradisi ini tidak hanya menjadi penanda kedatangan Ramadan, tetapi juga menjadi sarana untuk membangunkan semangat masyarakat dalam menyambut bulan suci. Suara keras dari meriam bambu diyakini juga dapat mengusir hal-hal negatif, sehingga masyarakat dapat menjalankan ibadah puasa dengan lebih khusyuk.

Pacu Jalur di Riau

Pacu Jalur merupakan tradisi sebelum puasa yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini menampilkan keunikan tersendiri karena mengkombinasikan unsur olahraga, budaya, dan spiritualitas dalam menyambut Ramadan.

Dalam pelaksanaannya, tradisi ini menghadirkan perlombaan perahu tradisional berukuran besar, dengan panjang mencapai 40 meter. Setiap perahu diisi oleh 40 hingga 60 orang pendayung yang akan beradu kecepatan di Sungai Kuantan. Perahu-perahu yang dilombakan juga dihias sedemikian rupa, menambah kemeriahan acara.

Meski awalnya merupakan tradisi menyambut Ramadan, Pacu Jalur kini juga dilaksanakan pada momen-momen penting lainnya seperti perayaan Hari Kemerdekaan RI. Tradisi ini menjadi simbol persatuan dan gotong royong masyarakat Riau, sekaligus sarana untuk memupuk sportivitas dan semangat kebersamaan menjelang bulan puasa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya