Liputan6.com, Jakarta - Partai di era demokrasi saat ini dinilai eksistensinya untuk kekuasaan, baik di legislatif maupun eksekutif. Maka itu, pengurus partai menjadi DPR atau menduduki kabinet tak harus mundur dari partai. Hal ini menanggapi pernyataan presiden terpilih Joko Widodo bahwa menteri di kabinetnya nanti harus lepas jabatan dari partai politiknya.
"Kita tidak boleh terlalu kaku melihat hal itu. Sebab pada prinsipnya, kinerja politik dan governance (pemerintahan) dalam birokrasi, pada posisi pembantu presiden itu. Seperti dua sisi dari koin yang sama," kata Ketua DPP PKB M Hanif Dhakiri dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu (10/8/2014).
Sekretaris Fraksi PKB DPR RI ini juga menilai, kekahawatiran kinerja kabinet terganggu aktivitas kepartaian berlebihan. Masalah itu bisa dijembatani dengan komitmen antara presiden dengan calon pembantu presiden yang berasal dari partai.
"Intinya bagaimana calon pembantu presiden dari partai bisa membantu presiden mencapai target-targetnya. Agar dia dari partai bisa jadi modal tambahan untuk mendukung kinerja itu," papar dia.
Menurut Hanif, dalam konteks presidensial multipartai di Indonesia, keberadaan menteri dari unsur pimpinan atau pengurus parpol justru menjadi nilai tambah bagi kohesifitas atau keterpaduan politik di DPR.
"Kalau dilepas dari partai, kohesifitas politik di DPR bisa terganggu dan membuat kinerja presidensialisme tidak efektif. Political security itu penting untuk memastikan kebijakan dan program presiden mendapatkan dukungan memadai dari DPR," papar dia.
Hanif mengatakan, jika yang dikuatirkan adalah soal fokus kinerja, semua pengurus partai selalu fokus kinerja di pos yang mereka tempati. Misalnya kalau mereka menjadi anggota DPR, maka fokusnya ke DPR dan sebagian besar waktunya dihabiskan di DPR.
"Kalau pengurus partai jadi anggota kabinet, mereka juga fokus pada pencapaian kinerja kabinet. Partai rata-rata diurus pada malam hari, pada waktu sisa. Urusan partai juga bisa ditangani oleh second liner di dalam partai yang jumlahnya cukup banyak. Ini sekali lagi hanya soal komitmen yang dibangun," ujar dia.
Karena itu Hanif mengajak semua pihak untuk lebih arif dalam menyiasati masalah ini. Partai-partai di Indonesia terus berubah seiring dengan aspirasi dan tuntutan demokrasi rakyat.
"Berikan hak partai kepada partai, berikan hak publik kepada publik agar keseimbangan politik tercipta dalam suatu demokrasi yang stabil," tandas Hanif.
Baca juga:
Pengamat: Kurang Diakomodir, PKB, Hanura, dan PKPI Bisa Membelot
PKB Kecewa Tak Masuk Tim Transisi, Pengamat: Itu Konsekuensi...
Tak Libatkan PKB, Hanura, dan PKPI, Rumah Transisi Eksklusif?
Ketua DPP PKB: Kinerja Politik & Pemerintahan Seperti 2 Sisi Koin
Dalam konteks presidensial multipartai di Indonesia, keberadaan menteri dari unsur pimpinan atau pengurus parpol menjadi nilai tambah.
diperbarui 10 Agu 2014, 21:40 WIBDiterbitkan 10 Agu 2014, 21:40 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 Energi & Tambang2 Faktor Ini Jadi Pendorong Harga Emas Naik di 2025
7 8 9 10
Berita Terbaru
Alasan Prabowo Kumpulkan Perwira TNI di Istana Bogor: Banyak yang Belum Pernah ke Sini
Potret Perayaan Satu Bulan Anak Gritte Agatha, Tampil Botak Makin Menggemaskan
Pengetahuan soal Keuangan Syariah Warga Indonesia Baru di Level 52,17%
Ilmuwan Australia Ciptakan Embrio Kanguru Pertama di Dunia Lewat Program Bayi Tabung
Sejarah BPUPKI dan Peran Pentingnya dalam Kemerdekaan Indonesia
Apa itu Donatur: Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya
375 Ribu Pengecer Otomatis jadi Sub Pangkalan LPG 3 Kg
Dukung UMKM dan Pemberdayaan Perempuan Lewat Empower Academy
Dirut TransJakarta: Tj Academy Dapat Ciptakan Lapangan Kerja dan Pramudi Profesional
350 Caption Sarapan Pagi Lucu untuk Menyemangati Hari
6 Potret Lawas Japto Soerjosoemarno Mertua Yasmine Wildblood, Rumah Digeledah KPK
Data Center Tier IV di Jakarta Siap Dukung Ekosistem AI