Sidang DKPP, KPU Surabaya Buat Jengkel Majelis Hakim

Namun pada kesempatan itu, Robiyan hanya menjelaskan aturan-aturan cara memilih.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 13 Agu 2014, 17:07 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2014, 17:07 WIB
Sidang DKPP
Sidang DKPP. (Liputan6.com/ Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sidang etik lanjutan penyelenggara Pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Ketua Majelis Hakim Jimly Asshiddiqie dibuat jengkel pihak teradu. Yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya.

"Jawab itu pertanyaannya dari pengadu Panwaslu Surabaya. Konkret saja, apa tuduhannya dan apa intinya sudah," ujar Jimly dalam sidang lanjutan DKPP, di gedung Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2014).

Peristiwa ini terjadi saat Ketua KPU Kota Surabaya Robiyan Arifin menanggapi aduan yang dilayangkan pihak pengadu, yakni Panwaslu Kota Surabaya. Namun saat menyampaikan tanggapan itu, Jimly menegur Robiyan karena dinilai tidak menjawab aduan yang ditujukan kepada pihaknya.

Namun pada kesempatan itu, Robiyan hanya menjelaskan aturan-aturan cara memilih, seperti tata cara memilih pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb).

Menurut Robiyan, tidak ada hal yang wajar dalam DPKTb saat pemungutan dan penghitungan suara. Karena pemilih yang terdaftar di DPKTb adalah pemilih yang tidak terdftar di manapun, baik di Daftar Pemmilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).

Pemilih DPKTb, lanjut Robiyan, dapat menggunakan hak suaranya dengan menunjukkan kartu identitas yang sesuai domisilinya.
"Pemilih mendaftarkan diri ke KPPS dengan KTP atau paspor dan memilih 1 jam sebelum TPS ditutup," ujar dia.

Mendengar jawaban tersebut, Jimly yang meminta agar Robiyan menjawab semua aduan yang dituduhkan kepadanya, supaya dirinya dapat terbebaskan dari aduan-aduan yang disampaikan, bukannya menjabarkan aturan-aturan cara memilih.

"Mengapa jawaban ini hanya soal aturan, mengapa tidak menjawab aduan. Jika dituduh soal tidak profesional, tunjukan profesional," tegas Jimly.

Berdasakan nomor pengaduan 678/I-P/L-DKPP/2014, KPU Kota Surabaya diadukan Panwaslu Kota Surabaya atas perkara instruksi teradu, untuk mengizinkan pengguna identitas pemilih, berupa surat keterangan domisili tempat tinggal yang dinilai menyebabkan angka DPKTb di luar batas kewajaran (lebih dari 2% jumlah pemilih di TPS).

Akibatnya, jumlah DPKTb melebihi surat suara cadangan hingga menembus angka ratusan. Selain itu, perkara surat instruksi tersebut tidak ditembuskan kepada Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan tim sukses atau saksi pasangan capres dan cawapres. Sehingga dinilai menimbulkan multitafsir oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

Para teradu mengeluarkan instruksi tanpa disertai pemberian bimbingan teknis kepada Ketua Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS), serta teradu juga dinilai tidak profesional dalam pemutakhiran data DPT, DPTb dan DPK. (Mut)

Baca juga:

Sidang DKPP, Tim Prabowo-Hatta: KPU Bicara Tak Sesuai Fakta

KPU Minta DKPP Tolak Permohonan Prabowo-Hatta soal Kotak Suara

Bawaslu Nyatakan Telah Tindaklanjuti Laporan Riwayat Hidup Prabowo

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya