Bayar Utang Puasa Ramadan Almarhum, Kewajiban Siapa?

Seorang Muslim yang meninggalkan puasa Ramadan baik karena sakit atau bepergian wajib membayarnya sepanjang Syawal hingga Sya'ban

diperbarui 08 Mei 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2018, 08:00 WIB
Muslimah
(lawuhsuket/Pixabay)

Jakarta Bagi setiap Muslim ketika masih hidup, mereka terkena kewajiban melaksanakan puasa Ramadan. Tetapi, ada keringanan bagi Muslim yang dalam kondisi tertentu.

Bagi mereka yang sakit atau sedang bepergian, dibolehkan untuk tidak mengerjakan puasa di bulan Ramadan. Meski begitu, mereka diwajibkan menjalankan puasa yang ditinggalkan ketika sudah sehat atau tidak lagi bepergian.

Ada sebagian dari kita yang tidak mampu menjalankan puasa karena sakit yang tidak kunjung sembuh. Alhasil, dia punya banyak utang puasa.

Karena menderita sakit yang parah, dia sampai meninggal dunia. Padahal, orang yang bersangkutan punya utang puasa.

Jika terjadi hal ini, siapa yang terkena kewajiban membayar utang almarhum?

 

Keluarga Wajib Membayar Utang Almarhum

Dikutip dari laman Konsultasi Syariah, setidaknya terdapat beberapa hadis terkait hal ini. Hadis pertama diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah RA.

"Siapa yang meninggal dan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib mempuasakannya."

Juga hadis riwayat Bukhari dan An Nasa'i, dari Ibnu Abbas RA.

"Bahwa Sa'd bin Ubadah RA bertanya kepada Nabi SAW, 'Sesungguhnya ibuku mati dan beliau memiliki utang puasa nadzar.' Kemudian Rasulullah SAW bersabda, 'Lunasi utang puasa ibumu."

Dua hadis di atas menunjukkan adanya dua jenis utang puasa yaitu puasa biasa dan puasa nazar (sumpah). Masing-masing hadis menunjukkan kewajiban keluarga untuk membayar utang puasa tersebut dengan mengqadhanya.

 

Beda Pandangan Ulama Soal Puasa Ramadan Biasa atau Nazar

Ulama berbeda pendapat soal kewajiban mengqadha puasa orang yang meninggal bagi keluarga si mayit.

Pendapat pertama menyatakan qadha puasa bagi orang yang meninggal berlaku untuk semua jenis puasa baik Ramadan, nazar, maupun kafarah. Pendapat ini dipegang oleh ulama Mazhab Syafi'i.

Pendapat kedua, qadha hanya berlaku bagi puasa nazar yang belum ditunaikan si mayit dan puasa Ramadan cukup dibayar dengan fidyah. Pendapat ini diyakini oleh Mazhab Hambali.

Hal ini seperti dijelaskan Abu Dawud dalam kitab Masail.

"Saya mendengar Ahmad bin Hambal mengatakan, " Tidak diqadha utang puasa mayit, kecuali puasa nazar."

Dasarnya adalah riwayat At Thahawi dari Amrah dari Aisyah RA.

"Dari Amrah, bertanya kepada Aisyah bahwa ibunya meninggal dan dia masih punya utang puasa Ramadan. 'Apakah aku harus mengqadhanya?' Aisyah menjawab, 'Tidak perlu qadha, namun bayarlah fidyah dengan bersedekah atas nama ibumu dalam bentuk setengah sha’ makanan, diberikan kepada orang miskin'."

Dalil lain yang bisa dijadikan dasar adalah fatwa Ibnu Abbas RA.

"Apabila ada orang sakit ketika Ramadan (kemudian dia tidak puasa), sampai dia mati, belum melunasi utang puasanya, maka dia membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin dan tidak perlu membayar qadha. Namun jika mayit memiliki utang puasa nadzar, maka walinya harus mengqadhanya."

Sumber: Dream.co.id

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya