Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastro entero hepatologi Profesor Ari Fahrial Syam menjelaskan, puasa di bulan Syawal bisa menjadi solusi bagus untuk sistem pencernaan. Sebab jaringan pencernaan akan menyesuaikan keadaan usai Ramadan dan Lebaran.
"Islam sendiri sudah memberikan solusi, puasa Syawal. Solusi ketika sudah full 30 hari puasa, lalu ada break Lebaran, lalu puasa syawal biar sistem pencernaan menyesuaikan keadaan," ujar Ari dikutip dari Antara, Senin (25/5) malam.
Ketentuan puasa Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, bisa tidak berturut-turut, dilaksanakan setelah Ramadan. Menurut Ari, puasa selama enam hari pada dasarnya meneruskan keteraturan jadwal makan.
Advertisement
Baca Juga
Ini berarti juga teraturnya waktu lambung terisi makanan misalnya saat sahur dan berbuka puasa. Hal berbeda terjadi saat kembali makan ke waktu normal di luar Ramadan yang cenderung teratur, belum lagi jika Anda melewatkan sarapan.
"Kadang makan pagi kadang nggak. Lambung nggak konsisten diisi. Nggak makan pagi baru makan jam 12.00, lambung kosong sudah 12 jam, ketidakteraturan ini menyebabkan sakit maag. Lalu camilan nggak sehat," tutur Ari.
Mereka yang punya masalah pada lambung, berisiko membuat penyakitnya kambuh jika pola makan sehat tak dijaga. Prinsip keteraturan waktu makan juga berlaku untuk mereka yang bukan Muslim.
Pada dasarnya lambung harus diisi teratur, misalnya 6 sampai 8 jam sekali, bukan setiap jam seperti anggapan sebagian orang.
"Sarapan jangan air putih saja, usahakan ada yang dikonsumsi, misalnya roti, telur, ayam, kentang, paling enggak ada yang kita konsumsi, lalu enam jam lagi misalnya jam 13.00, lalu jam 19.00," kata Ari.
Selain teratur makan, Ari meminta masyarakat memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Jangan lupakan camilan sehat sepanjang hari dan kelola stres. Sebab hal ini bisa membuat asam lambung meningkat serta berolahragalah teratur.