Liputan6.com, Cilacap - Seakan tak henti-hentinya jagat nyata dan maya dibuat heboh dengan kehadiran mubaligh muda asal Blitar Muhammad Iqdam Kholid alias Gus Iqdam.
Baca Juga
Advertisement
Jumlah jemaah yang mencapai puluhan ribu dan pengajiannya yang selalu dipadati pengunjung ini merupakan contoh dari sekian banyak hal yang membuatnya heboh dan viral.
Belum lama ini, publik maya dan nyata juga dihebohkan dengan pernyataan salah seorang gus atau putra kiai yang mengatakan kalau Gus Iqdam ini seorang waliyullah. Namanya ialah Gus Faiz Aminuddin Shofwan atau akrab disapa Gus Faiz.
Ia mengatakan, pengasuh majelis Ta’lim Sabilu Taubah ini merupakan seorang wali Allah. Isyaratnya diperoleh lewat mimpi.
Hal ini diyakininya sebab mimpi Gus Iqdam ini berlangsung berulang kali hingga sebanyak tiga kali.
Lantas, bagaimana Islam memandang mimpi, apakah bisa dianggap sebagai isyarat atau pertanda sebuah kebenaran?
Simak Video Pilihan Ini:
Pembagian Mimpi Menurut Rasulullah
Menukil NU Online, Rasulullah SAW mengelompokkan jenis mimpi menjadi tiga bagian. Dalam salah satu haditsnya, Nabi bersabda:
وَالرُّؤْيَا ثَلَاثٌ، الحَسَنَةُ بُشْرَى مِنَ اللَّهِ، وَالرُّؤْيَا يُحَدِّثُ الرَّجُلُ بِهَا نَفْسَهُ، وَالرُّؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ رُؤْيَا يَكْرَهُهَا فَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا وَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ
Artinya: Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang (ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa pun, berdirilah dan shalatlah!. (HR Muslim).
Berdasarkan hadits di atas dapat dipahami bahwa tidak semua mimpi yang dialami oleh seseorang dapat dijadikan sebagai petunjuk, sebab ada kemungkinan mimpi yang dialami bukan berasal dari petunjuk Allah, tapi karena bisikan setan atau tersibukkannya seseorang dalam memikirkan suatu objek tertentu hingga objek itu terbawa dalam mimpinya.
Advertisement
Mimpi yang Dapat Dijadikan Pijakan
Mimpi yang dapat dijadikan pijakan adalah mimpi yang betul-betul berasal dari petunjuk Allah SWT. Dalam Al-Qur’an dijelaskan:
لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ
Artinya: Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan dunia dan di akhirat. (QS Yunus: 64).
Makna ‘berita gembira’ dalam ayat tersebut adalah mimpi baik yang dialami oleh seorang muslim. Dan dalam salah satu hadits, makna ayat di atas dijelaskan:
هِيَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ، يَرَاهَا الْمُسْلِمُ، أَوْ تُرَى لَهُ
Artinya: Yang dimaksud kegembiraan dalam ayat di atas adalah mimpi yang baik yang terlihat oleh orang muslim atau yang diperlihatkan padanya. (HR Ibnu Majah).
Maka tidak heran jika dalam menentukan sebagian dari hukum syariat (hukum wadl’i), Nabi Muhammad menjadikan dasar penetapannya pada sebuah mimpi yang dialami oleh para sahabat.
Misalnya dalam menentukan pensyariatan adzan yang berdasarkan mimpi Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khattab. Hal ini merupakan salah satu contoh dari mimpi yang merupakan petunjuk dari Allah.
Waktu Mimpi yang Bisa dijadikan Pijakan
Untuk membedakan antara mimpi yang benar-benar petunjuk dari Allah dengan mimpi yang berasal dari bisikan setan salah satunya dengan menandai waktu terjadinya mimpi tersebut.
Jika mimpi terjadi pada dini hari atau saat waktu sahur, maka kemungkinan besar mimpi itu adalah mimpi yang benar dan dapat ditafsirkan. Sedangkan mimpi yang dipandang merupakan bisikan dari setan adalah mimpi yang terjadi pada awal-awal malam atau saat petang.
Ketentuan ini seperti yang dijelaskan oleh Ibnu al-Jauzi:
وَأَصْدَقُ الرُّؤْيَا: رُؤْيَا الْأَسْحَارِ، فَإِنَّهُ وَقْتُ النُّزُولِ الْإِلَهِيِّ، وَاقْتِرَابِ الرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ، وَسُكُونِ الشَّيَاطِينِ، وَعَكْسُهُ رُؤْيَا الْعَتْمَةِ، عِنْدَ انْتِشَارِ الشَّيَاطِينِ وَالْأَرْوَاحِ الشَّيْطَانِيَّةِ
Artinya: Mimpi yang paling benar adalah di waktu sahur, sebab waktu tersebut adalah waktu turunnya (isyarat) ketuhanan, dekat dengan rahmat dan ampunan, serta waktu diamnya setan. Kebalikannya adalah mimpi di waktu petang (awal waktu malam). (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin, juz 1, halaman: 76).
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement