Cara Rasulullah Merayakan Lebaran, Jadi Amalan Sunah

Cara Rasulullah merayakan lebaran pun kemudian menjadi sebuah amalan sunah yang dianjurkan bagi seluruh muslim.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 04 Apr 2024, 02:40 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2024, 02:40 WIB
Ilustrasi Idul Fitri
Ilustrasi Idul Fitri (Photo on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Perayaan Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Sebagai hari kemenangan setelah menjalani bulan suci Ramadhan, Idul Fitri dirayakan dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Tradisi yang sudah ada sejak zaman Rasulullah pun turut menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini. Tapi bagaimana Rasulullah merayakan lebaran?

Di Indonesia, suasana perayaan Idul Fitri sangat meriah dan memikat hati. Orang-orang bersuka cita dan memenuhi masjid-masjid untuk melaksanakan salat Id, menyampaikan salam dan mohon maaf kepada sesama, serta berbagi kebahagiaan dengan memberikan hadiah dan santunan kepada yang membutuhkan. Takbiran keliling juga menjadi tradisi yang dinanti-nantikan, di mana umat Muslim berkumpul bersama, mengumandangkan takbir, dan menghiasi kendaraan dengan ornamen khas Idul Fitri. 

Beberapa tradisi Idul Fitri yang dilakukan oleh umat Muslim saat ini ternyata berasal dari kebiasaan Rasulullah merayakan lebaran. Cara Rasulullah merayakan lebaran pun kemudian menjadi sebuah amalan sunah yang dianjurkan bagi seluruh muslim. Berikut ulasan lebih lanjut tentang Rasulullah merayakan lebaran yang Liputan6.com rangkum dari laman kemenag.go.id, Jumat (22/3/2024).

1. Perbanyak Takbir

Ilustrasi sholat Idul Fitri (Istimewa)
Ilustrasi sholat Idul Fitri (Istimewa)

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. mengumandangkan takbir pada malam terakhir Ramadhan hingga pagi hari satu Syawal. Hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 185,

 وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ

Artinya:Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 185).

Ada dua jenis takbir Idul Fitri. Pertama, muqayyad (dibatasi), yaitu takbir yang dilakukan setelah shalat, baik fardhu atau sunnah. Setiap selesai shalat, dianjurkan untuk membaca takbir. Kedua, mursal (dibebaskan), yaitu takbir yang tidak terbatas setelah shalat, bisa dilakukan di setiap kondisi.

Takbir Idul Fitri bisa dikumandangkan di mana saja, di rumah, jalan, masjid, pasar atau tempat lainnya. Kesunnahan takbir Idul fitri dimulai sejak tenggelamnya matahari pada malam 1 Syawal sampai takbiratul Ihramnya Imam shalat Id bagi yang berjamaah, atau takbiratul Ihramnya mushalli sendiri, bagi yang shalat sendirian.

Pendapat lain menyatakan waktunya habis saat masuk waktu shalat Id yang dianjurkan, yaitu ketika matahari naik kira-kira satu tombak (+ 3,36 M), baik Imam sudah melaksanakan Takbiratul Ihram atau tidak. (Syekh Sa’id Bin Muhammad Ba’ali Ba’isyun, Busyra al-Karim, hal. 426).

Salah satu contoh bacaan takbir yang utama adalah,

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 54).

2. Memakai Pakaian Terbaik

Memakai pakaian terbaik merupakan salah satu cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan penuh kebahagiaan dan kesyukuran. Tradisi ini tidak hanya sekadar menampakkan keindahan fisik, tetapi juga memiliki makna yang mendalam dalam konteks spiritual dan sosial.

Pertama-tama, memakai pakaian terbaik adalah simbol dari upaya untuk menunjukkan kebersihan dan keteraturan diri. Rasulullah mengajarkan agar umatnya senantiasa menjaga kebersihan dan penampilan yang rapi, terutama pada hari-hari besar seperti Idul Fitri. Hal ini mencerminkan sikap syukur atas nikmat kesehatan dan kebersihan yang diberikan oleh Allah SWT.

Selain itu, memakai pakaian terbaik juga merupakan bentuk penghormatan terhadap momen penting dalam agama Islam. Pada Hari Raya Idul Fitri, umat Muslim merayakan kemenangan setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh. Oleh karena itu, mengenakan pakaian yang terbaik adalah cara untuk menyambut hari yang berkah ini dengan penuh kegembiraan dan kekhusyukan.

Tradisi memakai pakaian baru juga memiliki nilai sosial yang penting. Banyak dari kita yang merasa lebih percaya diri dan bersemangat ketika mengenakan pakaian baru. Hal ini dapat menciptakan atmosfer keceriaan dan kebanggaan bersama dalam merayakan Idul Fitri bersama keluarga, kerabat, dan komunitas Muslim lainnya.

Meskipun demikian, dalam berhias dan memilih pakaian terbaik, Rasulullah juga mengajarkan untuk tetap memperhatikan batas-batas syariat Islam. Hal ini termasuk menjaga aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat lawan jenis yang bukan mahram, serta menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kemaksiatan atau kesalahan dalam berbusana.

3. Makan Sebelum Salat Idul Fitri

Sajian Idul Fitri
Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Salah satu hari yang diharamkan berpuasa adalah hari raya Idul Fitri. Bahkan, dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa berniat tidak puasa pada saat hari Idul Fitri itu pahalanya seperti orang yang sedang puasa di hari-hari yang tidak dilarang.

Sebelum shalat Idul Fitri, Rasulullah saw. biasa memakan kurma dengan jumlah yang ganjil; tiga, lima, atau tujuh. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa: "Pada waktu Idul Fitri Rasulullah saw. tidak berangkat ke tempat shalat sebelum memakan beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

4. Shalat Idul Fitri

Rasulullah menunaikan shalat Idul Fitri bersama dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya, baik laki-laki, perempuan, atau pun anak-anak. Rasulullah memilih rute jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang dari tempat dilangsungkannya shalat Idul Fitri.

Rasulullah juga mengakhirkan pelaksanaan shalat Idul Fitri, biasanya pada saat matahari sudah setinggi tombak atau sekitar dua meter. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam memiliki waktu yang cukup untuk menunaikan zakat fitrah.

5. Mendatangi Tempat Keramaian

Suatu ketika saat hari raya Idul Fitri, Rasulullah menemani Aisyah mendatangi sebuah pertunjukan atraksi tombak dan tameng. Bahkan saking asyiknya, sebagaimana hadist riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Aisyah sampai menjengukkan (memunculkan) kepala di atas bahu Rasulullah sehingga dia bisa menyaksikan permainan itu dari atas bahu Rasulullah dengan puas.

6. Mengunjungi Rumah Sahabat

Tradisi silaturahim saling mengunjungi saat hari raya Idul Fitri sudah ada sejak zaman Rasulullah. Ketika Idul Fitri tiba, Rasulullah mengunjungi rumah para sahabatnya. Begitu pun para sahabatnya. Pada kesempatan ini, Rasulullah dan sahabatnya saling mendoakan kebaikan satu sama lain. Sama seperti yang dilakukan umat Islam saat ini. Datang ke tempat sanak famili dengan saling mendoakan.

7. Mengucapkan Selamat Idul Fitri

Ilustrasi idul fitri
Ilustrasi idul fitri (sumber: istockphoto)

Hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiraan. Karena itu, dianjurkan untuk saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih saat hari raya. Di antara dalil kesunnahannya adalah beberapa hadits yang disampaikan al-Imam al-Baihaqi, beliau dalam kitab Sunannya menginventarisir beberapa hadits dan ucapan para sahabat tentang tradisi ucapan selamat di hari raya.

Meski tergolong lemah sanadnya, namun rangkaian beberapa dalil tersebut dapat dibuat pijakan untuk persoalan ucapan hari raya yang berkaitan dengan keutamaan amal ini. Argumen lainnya adalah dalil-dalil umum mengenai anjuran bersyukur saat mendapat nikmat atau terhindari dari mara bahaya, seperti disyariatkannya sujud syukur. 

Demikian pula riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang kisah taubatnya Ka’ab bin Malik setelah beliau absen dari perang Tabuk, Talhah bin Ubaidillah memberinya ucapan selamat begitu mendengar pertaubatnya diterima. Ucapan selamat itu dilakukan dihadapan Nabi dan beliau tidak mengingkarinya. 

Tidak ada aturan baku mengenai redaksi ucapan selamat ini. Salah satu contohnya “taqabbala allâhu minnâ wa minkum”, “kullu ‘âmin wa antum bi khair”, “selamat hari raya Idul Fitri”, “minal aidin wa al-faizin”, “mohon maaf lahir batin”, dan lain sebagainya.

Pada prinsipnya, setiap kata yang ditradisikan sebagai ucapan selamat dalam momen hari raya, maka sudah bisa mendapatkan kesunnahan tahniah ini. Bahkan, Syekh Ali Syibramalisi menegaskan tahniah juga bisa diwujudkan dalam bentuk saling bersalam-salaman. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya