Liputan6.com, Cilacap - Ulama zuhud nan kharismatik yang merupakan ahli Qur’an asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mensyaratkan hal ini ketika akan melaksanakan sholat.
Baca Juga
Advertisement
Menurut santri kebanggaan Mbah Moen yang lekat dengan kemeja putih dan kopiah hitam ini ternyata di balik hal itu, selain terkandung makna yang mendalam, juga akan berdampak pada kualitas ibadah seseorang.
Pandangannya ini berdasarkan kitab Fathul Mu’in. Salah satu kitab fiqih yang populer dan dipelajari di banyak pesantren.
Gus Baha menerangkan bahwa saat akan melaksanakan sholat harus ada larinya. Artinya, sebelum melaksanakan ibadah yang sakral itu harus disertai sikap tergesa-gesa atau buru-buru.
“Itu ketika kamu mau sholat harus ada larinya. Makanya saya memberi syariat kepada santri saya ketika akan sholat berjamaah, entah berapapun kadarnya harus ada larinya,” terang Gus Baha dikutip dari tayangan YouTube Ngaos Sareng, Jumat (29/03/2024).
Simak Video Pilihan Ini:
Bukti Keseriusan Memenuhi Panggilan Allah
Gus Baha lantas membandingkan, jika dipanggil seorang guru atau kiai, lantas kita jalannya santai, tentu saja hal ini mengindikasikan perilaku tercela yakni sikap tidak peduli. Sama halnya ketika hendak berangkat sholat kita santai, tentu saja sama halnya dengan mengabaikan panggilan Allah.
Dengan modal lari atau jalan agak cepat ini menandakan kalau seorang muslim ini serius memenuhi panggilan Allah SWT. Dengan cara ini pula kita menyelisihi orang-orang munafik yang ketika berangkat sholat malas-malasan.
“Ini sebagai pengingat kalau kamu ini serius. Kan lucu saat di panggil kiaimu itu kamu jalan santai. Itu kan seperti orang yang tidak peduli,” terangnya.
“Dalam kitab Mu’in juga sederhana kalau memberikan contoh, karena Allah mengkritik orang munafik, yang kalau berangkat sholat itu malas-malasan. Artinya falkasal sifatul munafiqi, malas adalah sifatnya orang munafik," sambungnya.
“Jadi kalau kamu akan sholat trus sambil menguap, trus rokoknya dihabiskan dulu, santai, lah itu munafik. Sebab sifat itu sifatnya orang munafik, waidza qaamu ilassholati qaamu kasala, jika mereka ke sholat itu secara malas-malasan,” tandasnya.
Menurut pengasuh Ponpes LP3IA, ciri orang baik di antaranya yakni tatkala menunaikan melaksanakan kebaikan itu tergesa-gesa dan cepat.
“Kebalikannya kalau orang baik, kalau ada sesuatu yang potensi menggapai ampunan Allah, maka tergesa-gesa. Tergesa-gesa dan cepet-cepetan. Makanya kalau kiai itu rata-rata kalau berjalan itu cepat. Untuk menunjukkan bahwa kalau menuju kebaikan itu serius,” pungkasnya.
Advertisement
Kualitas Sholat Berpengaruh terhadap Kualitas Hidup Seorang Muslim
Menukil shafta.sch.id, dalam Al-Qur’an, Allah mengaitkan pertolongan-Nya dengan shalat
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al-Baqarah: 45).
Dalam ayat yang lain Allah juga mengaitkan jaminan rizki untuk hambanya yang menjaga shalat.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
"Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang bertakwa" )QS. Thâhâ:132)
Berdasarkan hal tersebut kalau kita ingin memperbaiki kualitas hidup kita, maka kita harus memperbaiki kualitas shalat kita baik secara lahir maupun batin. Tidak hanya di dunia kualitas keselamatan kehidupan kita di akirat juga sangat ditentukan oleh Shalat kita.
Rasululah bersabda,
أَوَّلُ مَا يُـحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
“Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk, maka seluruh amalnya pun buruk. (HR. Thabrani)
Dalam hadits yang lain Rasulullah juga bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْـجَحَ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، وَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَةٍ ؛ قَالَ الرَّبُّ : اُنْظُرُوْا ! هَلْ لِعَبْدِيْ مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكَمَّلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الْفَرِيْضَةِ ، ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَىٰ ذٰلِكَ
"Sungguh amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka beruntung dan selamat-lah dia. Namun jika rusak, maka merugi dan celakalah dia. Jika dalam shalat wajibnya ada yang kurang, maka Rabb Yang Mahasuci lagi Mahamulia berkata, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Lalu dihisablah seluruh amalan wajibnya sebagaimana sebelumnya.’” (HR. Tirmidzi, no. 413)
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul