Jangan Jadi Pendaki Perempuan yang Cuma Jadi Beban

Mila Ayu Hariyanti, merupakan satu-satunya pendaki perempuan yang ikut "7 Summits Indonesia in 100 Days".

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 10 Okt 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2017, 06:00 WIB
7 Summits in 100 Days
Mila Ayu Hariyanti, merupakan satu-satunya pendaki perempuan yang ikut "7 Summits Indonesia in 100 Days". Foto: Ahmad Ibo/ Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta Mila Ayu Hariyanti merupakan pendaki perempuan satu-satunya yang ikut dalam ekspedisi 7 Summit Indonesia in 100 Days. Bersama dua rekan lainnya, yaitu Anton Apriyantono yang juga Menteri Pertanian di era SBY dan Trihardiyanto, Mila akan menjamahi tujuh gunung tertinggi di Indonesia dalam rentang waktu hanya seratus hari.

Saat dijumpai Liputan6.com, Senin (9/10/2017) di Jakarta, Mila mengatakan, pendaki perempuan saat ini sudah banyak kemajuan. Namun dirinya menyadari, kekurangan pendaki perempuan ada pada komunikasi, mengingat perempuan sangat sensitif jika dibandingkan dengan laki-laki.

“Saya kalau naik gunung, pengennya cepet sampai puncak. Misalnya kalau ada tanda-tanda badai, saya ingin duluan, sementara yang lain yang cowok-cowok pengennya foto-foto dulu. Itu sih, masalah komunikasi saja buat saya. Kalau untuk teknikal, gak ada masalah, sekarang banyak pendaki perempuan yang mengerti tata cara naik gunung,” kata Mila.

Meski demikian, Mila juga tidak menafikan banyaknya pendaki perempuan yang “asal mendaki”. Banyak dari mereka tidak menghiraukan fisik dan perelengkapan yang mumpuni.

“Sekarang dunia hits zaman now mas, banyak orang naik gunung sekadar naik saja, gak diajarin dulu gunungnya seperti apa, karakteristiknya gimana, budayanya seperti apa. Yang terpenting buat pendaki perempuan itu yang pertama fisiknya. Jadi jangan cuma naik gunung terus share ke media sosial,” kata Mila.

Pengalaman yang Mila pernah alami, pendaki perempuan yang “asal mendaki” kerap menjadi beban teman-teman pendaki lain, yang harus “memback-up” saat stamina tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan.

 

Masalah ketiga yang kerap dilupakan pendaki perempuan adalah peralatan yang mumpuni. Bagi Mila, yang juga aktif di Mapala Eka Citra Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, pendaki perempuan juga harus mengerti peralatan dan perlengkapan outdoor sebelum mendaki gunung.

“Harus support perlengkapannya, jaketnya, sarung tangannya, sleeping bagnya kita juga harus ngerti itu terbuat dari bahan apa. Jangan cuma asal murah, terus bisa nutupin tubuh, tahu juga itu terbuat dari bahan apa, cocok di bawa ke mana,” kata Mila menambahkan.

Selain aktif mendaki gunung, Mila juga terdaftar sebagai atlet softball provinsi Banten, mengajar olahraga di tingkat SMP, dan seorang personal trainer. Mila yakin, hobi mendaki gunung dan kegiatan outdoor mendorongnya dirinya untuk tidak egois, mampu menempa tekad, mengasah kemampuan mengatur waktu, dan bisa masuk di semua kalangan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya