Liputan6.com, Jakarta Program Indonesia Kita yang bertemakan budaya pop kembali hadir dalam pementasannya yang ke-28 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 20-21 April. Produksi yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation ini menampilkan lakon Princess Pantura dan lagu-lagu dangdut sebagai dasar ceritanya.
"Mengolah lagu-lagu dangdut Pantura ke dalam kisah bergaya komedi merupakan kerja yang asyik dan menarik terutama karena saya juga anak pantura (pantai utara) yang tumbuh dengan karakteristik lagu dangdut sejak saya masih kanak-kanak di kampung,"ujar penulis cerita dan sutradara pementasan ini Agus Noor.
Kehadiran musik dangdut yang kerap dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat tak membuat genre musik ini mati. Sebaliknya semakin lama justru makin berkembang dan bervariasi. "Indonesia Kita mengangkat musik dangdut sebagai kekayaan khas musik Indonesia ini dengan tren kekinian sehingga tetap punya daya pesona yang memikat,"ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.
Advertisement
Agus Noor dalam catatannya menyebutkan, lagu-lagu dangdut memang punya kemampuan membuat kita tetap bisa bergoyang dalam penderitaan. Meski begitu, rupanya tak sekadar dendang dan goyang yang terkandung pada dangdut, melainkan ajakan untuk memandang dunia dengan riang. Dari putus cinta, sakit gigi, mabok hingga beragam persoalan hidup disampaikan dengan riang dan sering kali jenaka.
"Maka, lakon Princess Pantura ini saya harapkan bisa membuat kita merenungkan banyak hal melalui lagu-lagu dangdut agar kita bisa merasa riang kembali menghadapi bermacam persoalan hari ini. Bagi saya pribadi, lakon Princess Pantura ini seperti menggali kenangan saya karena masa kecil saya di sana,"ujar Agus Noor.
Bintangnya Tetap Cak Lontong
Seperti sebelum-sebelumnya, panggung Indonesia Kita menampilkan pemain-pemain tetap seperti trio GAM (Guyon ala Mataraman) - Wisben, Juned, dan Dibyo - yang dilengkapi dengan tokoh stand up comedy Arie Kriting. Marwoto, Cak Lontong, dan Akbar jelas tidak ketinggalan. Para bintang yang hadir seperti Inayah Wahid, Mucle, dan Tarzan meramaikan jagad Kampung Pantura Utara yang menjadi seting wilayah.
Yang juga tak kalah menghibur adalah hadirnya para remaja cantik, lincah, kemayu dan menggemaskan, JKT 48. Ketujuh personil ini seolah hendak menampilkan betapa generasi milenial tidak lagi alergi dengan musik dangdut. Kehadiran para 'bidadari' ini menunjukan betapa dangdut bukan lagi milik orang tua, kelas bawah semata tapi juga milik anak-anak muda, milenial lagi.
Diiringi para pemusik dari grup Orkes Melayu Banter Banget dengan penata musiknya Djaduk Ferianto, tampilan JKT 48 tak kalah menyegarkan dibanding tiga penyanyi yang lebih senior dari mereka (Sruti Respati, Silir Pujiwati, dan Daniel Christianto).
Saingan
Princess Pantura pada dasarnya berkisah tentang persaingan antara Sruti dan Silir, dua biduan kampung yang ingin terkenal sebagai penyanyi dangdut. Keduanya terpesona dengan kesuksesan dan terobsesi menjadi artis yang selalu terlihat gemerlap di bawah sorot lampu panggung dan kamera televisi. Untuk itu, mereka melakukan berbagai cara mewujudkan mimpi. Ikut lomba menyanyi, bersaing dengan kontestan lain dan berebut kesempatan menjadi terkenal.
Tawaran menjadi artis terkenal memang menggoda, penuh bujuk rayu. Apalagi ketika mereka ditawari menjadi artis dalam kampanye pilkada. Penyanyi dangdut pantura di panggung politik merupakan daya pikat demi mendatangkan massa. Namun tentu masyarakat yang berkumpul lebih menyukai para penyanyinya dibanding pidato juru kampanye atau para politikus yang membosankan.
"Sebagaimana tercermin dalam banyak lagi dangdut pantura, penderitaan dan kesedihan disampaikan dengan keriangan musik dan goyangan. Politik boleh semakin menjengkelkan, hidup boleh semakin sulit, tapi kita mesti tetap bergoyang. Hidup barangkali memang menjadi makin asyik bila dirayakan dengan cara bergoyang,"ujar salah satu tim kreatif Butet Kartaredjasa.
Princess Pantura ini merupakan pementasan kedua dengan tema Budaya Pop: Dari Lampau ke Zaman Now. Dirumuskan oleh tim kreatif yang terdiri dari Butet Kartaredjasa, Agus Noor serta Djaduk Ferianto dilengkapi dengan tampilan artistik panggung Ong Hari Wahyu. Pementasan yang dihadiri Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di hari pertama, Jumat (20/4) pukul 20.00 ini akan digelar lagi pukul 14.00 dan 20.00 WIB hari Sabtu, (21/4).
Advertisement