Liputan6.com, Jakarta Masih ingat Penglipuran? Desa adat di Bali yang didapuk menjadi salah satu dari tiga desa terbersih di dunia pada 2016? Kini Penglipuran menjadi salah satu destinasi hits yang banyak dikunjungi wisatawan.
Berlokasi di kawasan Bangli, tepatnya di Jalan Rambutan Bali, Desa Penglipuran kini tak pernah sepi dari pengunjung, terlebih saat liburan sekolah tiba.
Baca Juga
I Wayan Supat, Ketua Adat Desa Penglipuran kepada Liputan6.com, Kamis (6/9/2018) menceritakan, nama Penglipuran berasal dari kata “Penglipur” yang arinya menghibur. Sementara “Eling” berarti mengingat, dan “Pura” bermakna tanah leluhur. Secara harfiah Penglipuran adalah tanah leluhur yang dibuat untuk menghibur dan mengingat budaya leluhur.
Advertisement
“Luas wilayah 112 hektar, terdiri dari sentral pemukiman penduduk 9 hektar, dikavling menjadi 76 pekarangan rumah, KKnya 240 keluarga. Dikelilingi hutan bambu 45 hektar, jadi 40 prsen lebih wilayah kita itu hutan bambu, merupakan pelilndung desa kami. Sedangkan55 hektar tu tegalan atau ladang, sisanya fasilitas umum 3 hektar,” kata Wayan Supat.
Lebih jauh Wayan Supat menceritakan, awalnya Penglipuran merupakan desa konservasi, ditetapkan pada 1980. Orang Penglipuran, menurut penuturan Wayan Supat, tidak menolak pengaruh modern namun punya keinginan melestarikan dan mengembangkan budaya, dan di masa mendatang penduduknya masih melestarikan kebudayaannya.
Seiring berjalannya waktu, pada 2013 Desa Penglipuran Bali diangkat menjadi desa wisata yang terbuka bagi siapa pun yang ingin berkunjung.
“Jadi Penglipuran menjadi desa wisata karena seperti ini, bukan karena seperti ini maka menjadi desa wisata, bukan buatan, yang membuat adalah masyarakat adat kemudian pelestarian budaya ini bukan buatan untuk menjadi desa wisata, kepentingannya adalah untuk pelestarian budaya, tapi kami tetap terbuka,” kata Wayan Supat menceritakan.
Beberapa spot menarik
Ada beberapa spot menarik yang bisa dikunjungi wisatawan saat berada di desa wisata ini, atara lain bamboo forest, yaitu hutan bambu seluas 45 hektar. Hutan ini menjadi pelindung desa karena difungsikan sebagai kawasan resapan air.
Tempat lainnya adalah Karang Memadu, yaitu kawasan yang hanya difungsikan sebagai tempat tinggal pelaku poligami. Desa Adat penglipuran melarang poligami, dengan alasan pemberdayaan perempuan. Jika ada yang melanggar aturan ini, maka akan dikucilkan dan dipaksa tinggal di kawasan Karang Memadu sebagai hukuman.
Advertisement
Area selfie
Sedangkan pura yang ada di bagian utara Desa Penglipuran ini kerap menjadi spot selfie wisatawan yang berkunjung. Tak hanya itu, wisatawan juga bisa mampir ke dalam rumah-rumah warga, dan membeli pernak-pernak khas Bali yang dijajakan di dalam rumah.
Dibuka setiap hari, untuk masuk ke kawasan Desa Wisata Penglipuran tiap wisatawan hanya perlu merogoh kocek Rp 15 ribu untuk dewasa, dan Rp 10 ribu untuk anak-anak. Sementara untuk wisatawan mancanegara, Rp 30 ribu wisman dewasa, dan Rp 25 ribu untuk anak-anak.