90 Persen Kasus Impor Positif Corona COVID-19 di Singapura Tak Terdeteksi di Gerbang Pemeriksaan

Temuan itu mengusik para peneliti yang mengkhawatirkan bahwa jumlah orang positif COVID-19 di Singapura lebih banyak dari yang diduga.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 24 Mar 2020, 18:02 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2020, 18:02 WIB
Changi Airport
Changi Airport (Roslan RAHMAN / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Efektivitas pemeriksaan suhu tubuh untuk mencegah penyebaran corona COVID-19 dipertanyakan. Sembilan dari 10 kasus positif COVID-19 di Singapura yang terkonfirmasi antara Rabu, 18 Maret 2020, hingga Jumat, 20 Maret 2020, tidak menunjukkan gejala seperti demam saat mereka melewati perbatasan.

Mereka baru teridentifikasi telah terjangkit virus tersebut setelah berkonsultasi ke dokter di rumah sakit atau dokter umum di klinik setelah mereka pulang ke rumah. Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Kesehatan setempat pada Senin, 23 Maret 2020.

"Mereka tidak menunjukkan gejala saat di gerbang pemeriksaan," demikian pernyataan Kementerian Kesehatan dikutip dari The Straits Times, Selasa (24/3/2020).

Pelancong yang datang ke Singapura diwajibkan untuk melewati pemindai suhu tubuh yang akan mengidentifikasi apakah seseorang demam atau tidak. Bagi mereka yang teridentifikasi mengalami gejala tersebut atau memiliki masalah pernapasan lainnya, akan diminta melakukan tes swab.

Sejauh ini, Kementerian Kesehatan Singapura mencatat 119 kasus positif terdeteksi dalam tiga hari. Sebanyak 87 di antaranya merupakan imported case.

Dengan temuan itu, muncul kekhawatiran akan orang-orang positif corona tetapi tidak bergejala. Para ilmuwan menyerukan penelitian mendesak untuk menentukan proporsi orang-orang yang positif COVID-19 tetapi tidak bergejala atau gejalanya hadir belakangan di tengah ketakutan akan jumlah carrier yang ternyata lebih besar dari dugaan awal.

Sebelumnya, South China Morning Post melaporkan bahwa sepertiga orang yang ternyata positif corona lambat menunjukkan gejala atau bahkan tidak bergejala sama sekali. Hal itu didasarkan data yang dikeluarkan pemerintah China.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Wajib Karantina

Ilustrasi pulau terisolasi (Pixabay)
Ilustrasi pulau terisolasi (Pixabay)

Untuk mengetatkan kontrol perbatasan demi mencegah penyebaran wabah, siapapun yang masuk Singapura tanpa melihat asal kedatangannya, diharuskan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Kewajiban itu berlaku pula bagi mereka yang sehat mulai Jumat, 20 Maret 2020, pukul 23.59 waktu Singapura.

Kementerian juga menyatakan telah melakukan langkah pencegahan tambahan untuk mereka yang melakukan kontak dengan orang kasus positif saat pulang ke Singapura. Mereka wajib melakukan karantina di ruangan khusus dengan fasilitas toilet di dalamnya. Langkah itu lebih tegas dari sebelumnya dan diwajibkan bagi mereka yang positif maupun diduga sebagai pembawa coronavirus.

Sementara, orang yang diwajibkan tinggal di rumah tidak diwajibkan tinggal di sebuah ruangan dengan toilet, tetapi mereka wajib tinggal di dalam rumah selama 14 hari. 

Penanganan di perbatasan atau semua titik masuk ke Singapura semakin diintensifkan mulai Senin, 23 Maret 2020, pukul 23.59 waktu setempat unyuk mengurangi risiko kasus corona impor. Semua pendatang yang melakukan kunjungan singkat, termasuk turis, dilarang memasuki maupun transit di Singapura. 

Sementara, para pekerja dari luar Singapura akan diizinkan masuk bila mereka bekerja di sektor yang menyediakan layanan dasar, seperti layanan kesehatan dan transportasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya