Menjaga Daya Beli Masyarakat untuk Menghindari Resesi Pasca Pandemi

Dapat dipastikan sektor lain seperti manufaktur, investasi dan pariwisata tidak akan secepat itu bangkit akibat supply chain global yang terganggu.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jun 2020, 22:29 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2020, 15:17 WIB
Ilustrasi online shopping
Nursida, sosok perempuan hebat yang bantu pemerataan ekonomi digital dari desa ke desa. (Foto: Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap akan bisa tumbuh positif pada 2020 ini. Sedangkan banyak negara lain yang hampir dipastikan mengalami resesi karena kinerja kuartal pertama (Q1) saja sudah negatif, seperti Tiongkok dengan pertumbuhan ekonomi -6,8 persen atau negara-negara Uni Eropa dengan -2,6 persen.

"Dengan stimulus program pemulihan ekonomi nasional (PEN), kita berharap bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 0 persen. Pemerintah masih gunakan asumsi growth antara -0,4 persen hingga 2,3 persen, meskipun sulit mencapai angka di atas 2 persen," Sri Mulyani jelaskan setelah Rapat Terbatas mengenai penyesuaian anggaran PEN yang saat ini mencapai Rp677 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Praktisi Koperasi Milenial Frans Meroga Panggabean menilai bahwa hanya Ekonomi Kerakyatan yang mampu jadi buffer guna menghindari resesi pasca pandemi dan ulangi sejarah manis krisis 1998.  Keyakinan itu didasari fakta bahwa konsumsi rumah tangga memiliki porsi sampai 60 persen dari total PDB. Jadi menjaga daya beli masyarakat adalah strategi utama guna menghindari resesi.

"Kunci pentingnya adalah fokus gerakkan sektor riil. Koperasi, pelaku UMKM & pekerja informal adalah pemeran utama sektor riil dan menyentuh langsung pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sektor riil dan semua pemeran utama tadilah yang harus diperhatikan lebih serius sebagai strategi utama recovery setelah luluh lantak imbas dari pandemi," ungkap Frans di Nasari Sentra KUKM, Jakarta, 5 Juni 2020.

Wakil Ketua Visi Indonesia Unggul (VIU) ini pun tegaskan bahwa ekonomi kerakyatan harus jadi andalan dalam strategi rebound ekonomi tahun-tahun berikutnya yang pasti akan masih terasa sangat berat yang hancur dihantam pandemi. Karena dapat dipastikan sektor lain seperti manufaktur, investasi dan pariwisata tidak akan secepat itu bangkit akibat supply chain global yang terganggu.

Frans mengatakan bahwa dalam hasil riset Generasi Optimis Research and Consulting (GORC) menyimpulkan bahwa ada empat strategi utama yang dapat dilakukan guna bangkit menebus perlambatan ekonomi Indonesia yang pada kuartal pertama (Q1) 2020 tersungkur hanya 2,97 persen serta korban PHK dampak pandemi Covid-19 pun telah menembus 6 juta orang.

"Pertama, kondisi semua negara yang saat ini proteksi pemenuhan kebutuhan dalam negeri mengakibatkan terganggunya supply chain global. Momen ini harus diambil jadi kesempatan guna mewujudkan kedaulatan pangan karena dalam tahun 2019, Indonesia impor produk pangan sampai Rp.225 triliun. Jumlah sebesar itu cukup untuk sediakan lapangan kerja bagi 2 juta orang," ucap Frans.

Direktur Eksekutif GORC ini melanjutkan bahwa Strategi Kedua adalah harus dibuat sebuah arsitektur penciptaan closed-loop ekosistem yang saling mendukung dan mengamankan setiap pelaku ekonomi yang terlibat. Ekosistem itu harus dibuat sama sekali baru dan melibatkan rakyat bergerak dari bawah sebagai strategi proyek padat karya, upaya pemerataan ekonomi, serta perwujudan sejati dari ekonomi kerakyatan.

 

Menjaga Daya Beli Masyarakat untuk Menghindari Resesi Pasca Pandemi
Menjaga Daya Beli Masyarakat untuk Menghindari Resesi Pasca Pandemi. foto: istimewa

 

"Jangan andalkan perusahaan swasta besar yang sudah ada karena akan mendorong praktek oligarki. Akselerasi dengan super apps sebagai market place berbasis digital yang sama sekali baru dalam mengkoneksi aktifitas pemenuhan konsumsi masyarakat. Sekali lagi kami tegaskan, jangan libatkan start up yang sudah jadi raksasa unicorn itu. Karena nanti tidak akan terjadi pemerataan ekonomi," ujar Frans.

Yang ketiga, dengan semangat ekonomi kerakyatan, gerakan ini dilakukan serentak di setiap desa dengan BUMDes didorong berbentuk koperasi yang berperan sebagai market place dengan enhancer digital. Sektor pengolahan seperti penggilingan padi, rumah potong hewan (RPH), atau mengusahakan cold storage di kawasan pesisir pun dapat diperankan oleh BUMDes.

"Strategi ini harus dijangkari oleh koperasi role model skala nasional sebagai agregator dan inkubator. Banyak koperasi yang layak dijadikan koperasi jangkar, KSP Nasari dan Kospin Jasa dengan kredibilitas yang teruji dan jaringan luas, sangat layak dipercaya. Banyak Credit Union (CU) di Kalimantan dan Indonesia Timur yang sudah profesional dan modern," seru Frans.

Penulis "The Ma'ruf Amin Way" Keadilan, Kerakyatan, dan Kedaulatan ini pun katakan bahwa strategi yang terakhir adalah setiap kecamatan membentuk semacam holding BUMDes sebagai koordinator dan fasilitator. Peran BUMN dapat dilibatkan sebagai toko display offline, penyedia jaringan internet, serta jasa pengiriman logistik. BUMN yang dinilai tepat adalah PT. Pos Indonesia.

"Dengan aset fisik kantor yang ada setiap kecamatan dan dukungan jaringan internet yang reliable, serta bisnis utama adalah jasa pengiriman logistik, kami nilai Kantor Pos paling cocok. Apalagi strategi ini sekaligus menghidupkan kembali bisnis utama PT. Pos di sektor logistik yang selama ini kalah bersaing dengan perusahaan swasta sejenis," pungkas Frans.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya