Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona COVID-19 datang bersama perubahan dramatis yang tak lagi dapat terelakkan. Pergeseran ini pun dijadikan momentum untuk mengubah perspektif banyak sektor, di mana dalam kasus pariwisata Indonesia pergerakannya mengarah ke quality tourism.
Dalam jumpa pers Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Westin Resort, Nusa Dua, Bali, akhir November lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio, sempat menyebut peralihan pariwisata Indonesia dari quantity tourism ke quality tourism.
"Salah satu syarat dasar dalam membangun quality tourism, yaitu infrastruktur. Tapi, tak berhenti di infrastruktur saja, namun juga konektivitas, aviasi, dan pemasaran," kata Menparekraf.
Advertisement
Juga, setiap tempat yang dipromosikan semestinya punya keunikan. Karenanya, budaya yang ada harus dipertahankan, bahkan diperkuat, agar wisatawan bisa membawa pulang pengalaman sarat kearifan lokal.
Baca Juga
Soal menonjolkan ciri khas suatu wilayah, narasi ini sempat dipakai sebagai penegasan bahwa quality tourism bukan berarti lekat dengan destinasi berlanskap metropolitan bak Singapura maupun Hong Kong. Namun, lebih pada tempat wisata yang menawarkan pengalaman berbeda.
Menurut Sekjen DPP ASITA, Bahriyansyah Momod, klasifikasi pariwisata ini merupakan ceruk baru yang semestinya jeli ditangkap para pelaku sektor industri tersebut. Canangannya, menurut Momod, sejalan dengan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang belakangan digenjot pemerintah.
"Salah satu kuncinya juga ada di digitalisasi. Jadi, bagaimana kami menyiapkan informasi valid yang bisa diakses wisawatan secara daring. Mulai dari akses ke lokasi, pilihan akomodasi, sampai aktivitas," katanya melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Jumat, 4 Desember 2020.
Perubahan ini pun tentu bukan tanpa dampak. Salah satu yang menarik disoroti adalah masa depan pelancong backpacker di era pariwisata pascapandemi corona COVID-19 tersebut.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nasib Para Backpacker
Menurut Momod, melihat situasi sekarang, backpacker mau-tak mau harus menarik rem, kecuali mereka mengganti gaya perjalanan. "2023 pun belum tentu pulih (gaya perjalanan backpacking)," katanya.
Namun demikian, bukan berarti tak ada ruang bagi para backpacker di era quality tourism pascapandemi. Pasalnya, sebagai pelaku industri, dirinya tetap akan melihat dan menyikapi permintaan pasar dengan sedikit adaptasi di sana-sini.
Salah satu yang jadi solusi dalam kasus ini adalah pengembangan desa wisata. Dengan budget lebih terjangkau ketimbang harus menginap di vila privat, pelancong bisa tetap lebih dekat dengan penduduk dan budaya setempat.
"Secara budget akan berbeda dengan hotel konvensional, tapi punya aktivitas seru. Tinggal bagaimana kami bisa memberi produk baru berupa opsi destinasi yang memang sesuai kebutuhan di masa pandemi maupun setelahnya," ucap Momod.
Karenanya, pemberian informasi valid dengan mendata produk wisata jadi kunci dalam pengembangan opsi perjalanan ini. Yang jadi catatan, pergi di masa ini bukan semata menyambangi destinasi, namun juga 'membeli pengalaman'.
"Apalagi, makin banyak wisatawan yang peduli pada sustainable tourism, itu juga akan berpengaruh," tuturnya. Dengan demikian, quality tourism pun bisa dikemas dengan alokasi dana lebih ekonomis tanpa meninggalkan akar konsepnya.
"Soal harga, saya pikir memang akan ada perubahan. Apalagi, biar pun pandemi nanti berlalu, orang tak akan langsung mau yang ramai-ramai. Ada kebiasan baru yang dibawa dari masa pandemi," tandas Momod.
Advertisement