Liputan6.com, Jakarta - Jangan sampai niat mencukupi nutrisi anak justru menjerumuskannya dalam kondisi kesehatan kurang baik. Termasuk dalam kasus ini adalah pilihan memberikan susu pertumbuhan atau susu formula pada mereka.
Nutrition Program Manager HKI di Indonesia, Dian N. Hadihardjono, menjelaskan bahwa ada beberapa langkah dalam memilih susu formula. Pertama, membaca label untuk mengetahui kandungan apa saja yang ada di dalam produk tersebut.
"Kemudian, misalnya, ada klaim tertentu, coba pikirkan ulang, apa itu yang memang diperlukan anak," katanya dalam jumpa pers virtual, baru-baru ini.
Advertisement
Baca Juga
Kendati demikian, dalam laporan Komposisi Kandungan Gizi dan Praktik Pemberian Label pada Susu Pertumbuhan (GUMs) yang Berlaku di Indonesia antara Januari 2017 dan Mei 2019, Dian menjelaskan beberapa poin untuk jadi perhatian.
Berdasarkan penemuan yang menilai monodan disakarida, tak termasuk laktosa, komposisi dan kandungan susu pertumbuhan berlawanan dengan isi naskah rancangan CODEX STAN (CXS 156-1987) tahun 2018. Yang dimaksud, yakni hanya sedikit produk yang memenuhi persyaratan, baik untuk tingkat monodan disakarida, tak termasuk laktosa, dan tanpa penambahan fruktosa dan sukrosa.
Hampir 80 persen susu pertumbuhan mengandung tambahan sukrosa dan/atau fruktosa yang tak sesuai dengan rekomendasi bahwa jenis produk ini tak boleh mengandung keduanya. Saat ini, kata Dian, hampir tiga per empat susu formula tak memberi informasi cukup untuk dinilai berdasarkan Model Nutrient Profiling oleh Food Standards Agency Inggris, dan dari yang dapat diprofilkan, lebih dari sepertiga produk tak dianggap sehat, berdasarkan kepadatan energi, lemak jenuh, gula total, dan kandungan natrium.
Klaim Kandungan Gizi pada Susu Formula
Selain itu, hampir tiga per empat susu pertumbuhan yang memberikan informasi kandungan gula memiliki kadar gula tinggi yang perlu diberikan tanda peringatan berwarna merah berdasarkan klasifikasi gula pada sisi muka kemasan produk oleh Food Standards Agency Inggris.
Dalam laporan itu tertulis juga bahwa peraturan di Indonesia mengizinkan produk untuk anak usia 1--3 tahun membuat klaim kandungan gizi dengan syarat memenuhi kriteria tertentu, dan hampir semua susu pertumbuhan membuat klaim kandungan zat gizi. Namun, studi ini menemukan bahwa sepertiga dari produk yang menyediakan informasi cukup untuk ditinjau ternyata tak memenuhi persyaratan sehat ketika menjalani analisis profil zat gizi.
Selain itu, hampir tiga perempat produk yang memberikan informasi kandungan gula diklasifikasikan memiliki kandungan gula yang tinggi ketika dinilai menggunakan algoritma sisi muka kemasan produk oleh Food Standards Agency Inggris. Kemudian, harga rata-rata per 100 ml susu pertumbuhan kira-kira sembilan kali lipat dari harga susu sapi segar yang secara global direkomendasikan untuk anak usia di atas satu tahun yang tak lagi mendapatkan ASI.
"Mempertimbangkan aspek lain dalam penelitian ini menunjukkan sebagian besar susu pertumbuhan secara kandungan gizi tak sesuai untuk kelompok umur dan secara global tak direkomendasikan, ditambah harga yang tinggi semakin meningkatkan kekhawatiran akan penggunaandan relevansinya untuk diberikan sebagai asupan anak-anak," tulis laporan itu.
Advertisement
9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi COVID-19
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement